Tuesday, July 7, 2015

Syamsiar Perempuan Perkasa yang Hidup Dibawah Kemiskinan

Meskipun hidup dibawah garis kemiskinan, namun semangat untuk menyekolahkan anak menjadi hal yang terpenting bagi Syamsiar. Ibu paruh baya ini mejadi tulang punggung keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan harian dan biaya sekolah anak, dia rela menjadi buruh menyucuci pakaian.

Laporan--- Julnadi Inderapura


Senin, 8 Juni 2015 sore itu penulis menjambangi rumah warga RT 1 RW 8 Kelurahan Kotolalang Kecamatan Lubuk Kilangan. Sore itu, hujan lebat mengguyur kota padang membuat kondisi jalan menjadi agak licin menuju rumah yang dimaksud.  


Sesampainya di tempat yang dituju, sore itu penulis melihat sebuah rumah kayu yang ditutupi dengan terpal warna biru di depannya. Sementara di samping depan tampak serumpun pohon pisang batu yang menutupi pemandangan saat dilihat dari jalan. Rumah kayu itu, ternyata di huni oleh perempuan paruh baya yang ditinggalkan suaminya sekitar sebulan yang lalu.


Sore itu, penulis singgah kerumah kayu tersebut untuk silaturrahmi dan hanya sekedar bertanya-tanya. Pemilik rumah pun langsung menyambut kadatangan penulis, lalu mengajak untuk masuk rumah dan duduk lesehan dengan pemilik rumah ruangan tengah. Karena rumah tersebut memang tidak memiliki peraboran berupa kursi tamu seperti rumah tetangganya yang lain.


Rumah yang berukuran kurang lebih sekitar 7x8 meter dindingnya telah bocor dan juga di tambal dengan seng bekas. Kondisi dapur dindingnya bolong-bolong karena seng bekas yang lapuk dimakan usia. Kemudian, dapur berlantaikan tanah itu, terlihat becek karena percikan air hujan. Hanya ada beberapa perabotan dapur yang tampak di dalam rumah tersebut seperti, satu buah rak-rak piring, yang menempel didinding dapur. Satu buah meja berukuran kecil untuk melatekan air, kemudian satu buah lemari kecil yang telah usang. 


Sore itu, rintik rujan di atas atap terdengar mengaum. Rumah terlihat gelap karena tidak memiliki penerang. Selain itu, kondisi gelap juga di pengaruhi oleh asap yang mengepul setiap malam. Karena pemilik rumah memasak masih mengenakan kayu bakar.

Dialah, Syamsiar, 55, pemilik rumah kayu yang menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Perempuan yang bekerja seharian sebagai buruh cuci pakaian itu, tampak kesulitan untun melengkapi kebutuhan harian. "Syukurlah orang sekitar banyak yang peduli. Tetangga suka membantu memberikan beras dan bahan masakan. Saya hanya hidup dari belas kasihan orang saja," sebut perempuan yang telah memutih uban di kepala.


Perempuan paruh baya itu memiliki enam orang anak. Saat ini anak yang ditanggunginya untuk biaya sekolah anak tiga orang. "Anak saya yang masih sekolah ada tiga orang. Aril Paling kecil saat ini duduk dibangku kelas 3 SD. Madrasah Tsanawiyah kelas 1 yang bernama Elimarni. Kemudian, Nasrul di SMA," katanya sembari meremas jemarinya yang kasar itu.


Dia mengaku, untuk keperluan harian saja terasa sulit dan lebih berat. Pendapatannya hanya bisa diandalkan memalui menyuci pakaian. Ada empat buah rumah yang menerima jasanya untuk dicucikan pakaianya. "Saya menyuci pakaian di rumah orang. Ada empat buah rumah saya mencuci pakaian miliknya. Selama menyuci pakaian di rumah warga tersebut dengan penghasilan kurang lebih dari Rp 1 juta dalam sebulan," katanya sembari menyandarkan badanya ke dinding.


Seraya menghela nafas panjang dia kembali melanjutkan perkataannya. Meskipun pekerjaan yang dilakukan itu terasa amat sulit dan berat, namun ia harus menyelesaikannya demi ke enam buah hatinya. "seberat apapun harus saya pikul dan saya kerjakan. Karena untuk kebutuhan harian dan biaya anak ke sekolah, serta membeli buku tulis. Saya harus melengkapi kebutuhan anak sekolah, berharap nanti mereka tidak mewarisi saya yang 'marasai'. Paling tidak mereka disekolahkan memiliki pengalaman dan pengetahuan yang tinggi. Agar masa depan mereka lebih baik dari pada saya," akunya sebari menatap kosong di langit-langit rumahnya yang berbintang itu.


Sore itu, hujan mulai sekidit reda. Nanum sisa rintik hujan yang menembus atap yang bocor pun masih meresahkan hati penghuninya. Perempuan paruh baya itu, resah jika hujan ini terus-terusan. Jika huja ini terus berlanjut rumahnya akan basah karena atap rumah kayu yang di huninya itu bocor. 


Meskipun lantai rumah perempuan paruh baya itu telah berlantai semen sebagian yang menjadi kebanggaannya. Karena di atas lantai tersebut mereka bisa duduk bersama. Walaupun lantai rumah tersebut beralaskan tikar telah sobek, namun mereka tetap nyaman duduk di lantai. Sementara bagian dapur masil berlantaikan tanah. 


Terlihat di bagian dapur rumah Syamsiar abunya telah dingin. Dia memasak masih mengunakan tungku dan kayu. Sore itu belum ada tanda-tanda bagi Syamsiar untuk menghidupkan tungku daparnya. Karena memang belum ada uang untuk membeli beras untuk memasak. "Biasanya saya memasak pada malam hari. Karena sore ini belum memiliki uang maka belum ada yang akan di masak, setelah dapatkan uang barulah membeli beras untuk dimasak," katanya sembari memperbaiki duduknya.


Dia menyebutkan, kerena kehidupan sang suami pun pergi entah kemana. Hingga saat ini untuk menghidupi keluarga menumpu pada kedua tangannya. "Dulu suami saya bekerja di batang air sebagai buruh bongkar muat batu dan pasir ke mobil. Namun, pendapatan tidak menentu terkadang ada, dan terkadang tidak. Kemudian, suami telah pergi dan meninggalkan saya, sehingga beban keluarga hrus di tanggung sendiri," sebutnya dengan mata yang berkaca.

Dengan tatapan yang kosong dia mengaku, tidak pernah monolak pemberian siapa saja yang ingin monolongnya. "Tetangga juga ada yang memberikan pakaian. Kemudian ada pula yang memberikan makanan. Di kelurahan juga mendapatkan batuan beras raskin," akunya.


Pendapatan yang tidak seberapa yang di peroleh tiap bulannya itu sehingga tidak satupun barang perabotan di milikinya. Tidak ada tempat tidur bagi buah hatinya saat tidur. Hanya jika tidur beralaskan dengan kasur lantai yang dikenal dengan kasur palembang. Selin itu, rumah yang di huni tersebut belum ada penerangan seperti listrik.


Untunglah tetangga basih mempunyai perhatian terhadap Syamsiar, sehingga rumah Syamsiar bisa menikmati terangnya listrik. Listrik yang didapatkan merupakan penyambungkan kabel listrik dari rumah tetangga untuk ukuran satu buah bola lampu. Satu buah bola lampu tersebut berada di ruangan tengah sebagai pusat penerangan. Selain itu, dirumah tersebut juga tidak terlihat satu pun barang elektronik yang dimilikinya. 

Yayasan Darul Ma'Arif Al-Karimiyah Padang, Jalan Gajah Mada No 41 B targetkan minimal satu kali Khatam Qur'an

Sabtu, 4 Juli 2015 siang kemarin penulis berjunkung ke Yayasan Darul Ma'Arif Al-Karimiyah. Cuaca siang itu sangat cerah sehingga keringat pun bercucuran dan tidak dapat di bendung. Ditambah pula jalan masuk menuju komplek panti tersebut banyak yang berlobang sehingga mengocokkan perut saat berkendara menuju lokasi. Ada sekitar kurang lebih 50 meter dari gerbang masuk koplek tersebut jalannya tidak rata yang juga di manfaatkan warga sekitar.


Laporan : Julnadi Inderapura 

Ada sebanyak 43 orang anak panti asuhan yang terdiri dari SMA, SMP, SLB dengan kapasitas komplek seluas 4500 meter memiliki empat gedung yakni gedung panti, gedung SMA, gedung SMP, gedung SLB dan termasuk Masjid.

Gendung panti merupakan tempat tinggal atau asrama bagi anak-anak. Sementara gedung sekolah berfungsi untuk kegiatan belajar mengajar anak-anak panti. Sedangkan masjid merupakan tempat mejalankan kegiatan keagamaan termasuk pesantren ramadhan.

Panti asuhan Darul Ma'Arif Al-Karimiyah ini semulan berdiri pada tahun 1986 oleh Hj. Saudah dan 10 orang Saudara mereka. Panti ini kemudian diakui secara resmi pada tahun 1990. Dari awal berdiri panti ini telah lebih dari seratus orang alumni yang dilahirkan. Diantara mereka banyak yang berdagang, dan ada pula usai pemondokan dipanti setelah tamat SMA mereka malanjutkan kuliahnya dan dibiayai oleh keluarga mereka. Sebab, panti ini belum mempunyai program sampai ke jenjang perguruan tinggi. Namun, sejak tahun 2010 program untuk melanjutkan ke perguruan tinggi telah mulai berlangsung, sehingga saat ini anak panti ada yang sedang melanjutkan proses perkuliahan.

Pimpinam Panti Darul Ma'Arif Al-Karimiyah Hasan Basri menyebutkan bahwa saat ini anak panti yang berjumlah 43 orang tersebut 3 diantaranya saat sedang mengikuti proses perkuliahan. Sedangkan 25 orang lagi merupakan anak SLB. "Saat ini anak SLB kita selama bulan ramadhan mereka libur. Karena anak SLB ini tidak mengikuti perantren ramadhan. Mereka pembelajarannya lebih banyak praktek dan keterampilan atau lebih kepada kerajinan tangan. Sehingga mampu beradaptasi terhadap pembelajaran yang diberikan dibandingkan dengan teoritis. Namun, untuk ilmu umum dan agama mereka juga diberikan pelatihan, pembinaan diluar bulan ramadhan," sebutnya.


Dia menjelaskan, anak yang berkebutuhan khusus ini memiliki iteligensi yang lemah. Mereka mempu memahami apa yang diberikan hanya satu objek saja, sehingga apa yang diajarkan itu dapat diterima dan dipahami, namun hasilnya tidak sebanding dengan orang yang normal. "Kita memberikan pembelajaran terhadap anak berkebutuhan kusus itu lebih kepa skill yang dimilikinya. Sebab, 20 persen kemampuan yang di miliki adalah skill. Makanya 25 orang anak SLB tersebut diberikan pembinaan kursus menjahit dan ke agamaan," jelasnya.


Selanjutnya, aktivitas yang lain pada ramadhan ini adalah anak-anak panti melakukan kegiatan pesantren ramadhan dan diikuti oleh jiran atau tetangga komplek panti secara gratis. "Selain itu, kita juga membaca Al-Quran setiap shalat lima waktu selama ramadhan ini. Karena anak-anak panti kita menargerkan minimal satu kali khatam Al-Quran dan maksimal tak terhingga. Kita memberikan kebebasan terhadap mereka dalam upaya menamatkan Al-Quran, dan tidak ada paksaan berapa kali mereka harus khatam Al-Quran. Sebab, anak-anak kita juga mempunyai kegiatan lain," paparnya lebih lanjut.


Dia menambahkan, untuk pembelajaran Al-quran dan tadarusan usai shalat lima waktu dilakukan sendiri-sendiri. Kemudian, selesai shalat tarawih dilakukan secara bersama-sama. "Tadarusan dilakukan secara bersama usai shalat tarawih dan bergantian. Sehingga ada yang menyimak disaat pembacaan ayat Al-Quran, dan meluruskan bacaan ayat jika terjadi kesalahan membaca ayat. Itulah fungsi tadarus yang dilaksanakan secara bersama-sama," katanya.


Dia mengaku bahwasanya aktivitas di luar ramadhan panti ini memiliki 32 orang tenaga pengajar per bidang studi. Tenaga pengajar tersebut bagi panti sendiri sangat memadai dalam proses belajar dan pembinaan terhadap anak-anak. Namun, masih kurang dari segi jenjang pendidikan guru benar-benar bisa menganyomi anak-anak. "Sumber daya manusia (SDM) guru dalam menampung anak-anak masih kurang. Tidak seluruh yang siap memerima tingkah-laku anak. Kemudian, lemahnya guru dari segi memberikan keterampilan bagi anak," akunya.


Prestasi yang dimiliki anak-anak dalam bidang belajar patut di apresiasi. Sebab, anak-anak panti dalam bidang ke ilmuan yang bereka pelajari ternyata mereka menguasai. Terbukti dengan iven kejuaraan yang mereka ikuti. Kemudian, anak-anak panti juga mengikuti OSN kota olimpiade. Anak-anak juga berprestasi dibidang olah raga pimpong. Kemudian, mengikuti olimpiade ekonomi dan sejarah. "Anak-anak kita juga mampu bersaing dengan sekolah lain dalam pemantapan ke ilmuan mereka. Kemudian dibidang oleh raga mereka juga tidak kalah," tuturnya. 


Kemudian, lanjutnya, untuk mengisi kekosongan dan waktu luang anak-anak panti mereka mengisi dengan kegiatan oleh raga seperti bermain pimpong. Sebab, di panti mempunyai meja pimpong sebagai fasilitas barmain anak-anak panti. "Anak-anak bermain sembari menunggu waktu berbuka puasa. Terkadang ketika usai melaksanakan pesantren ramadhan mereka main bola pimpong," lanjutnya. 


Hasan Basri mengungkapkan bahwa yang tinggal di panti tersebut semuanya adalah laki-laki. Meskipun sebelumnya dipanti tersebut pernah menerima perempuan. Namun, saat ini tidak ada lagi perempuan yang di asramakan. "Kita kekurangan tenaga pengawasan dikahwatirkan optimalitas jaga berkurang. Kita takut terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama diluar pengawan kita. Karena saat ini pengaruh dari luar sangat banyak dan menghawatirkan mental anak-ana. Ditambahlagi dengan dukungan teknologi saat ini yang sulit kita mengontrolnya," tutupnya.