Laporan : Julnadi Inderapura, Padang
Ketika kita berada dalam ruangan yang sempit dan diam,
suara-suara pun tidak menyapa. Ruang sempit itu memang kosong, tidak ada apa
dan siapa. Semua menjadi benda mati. Termasuk kita yang berada di ruang
saat itu juga akan merasakan pengap. Tapi ketika ruang sempit itu
perlahan diisi dengan peralatan-peralatan yang kasat mata, bisa menjadi arti lain.
Ruang itu mulai terasa bernafas. Kita dan semua yang berada dalam ruang kosong
itu mulai menyadari bahwa kita sedang berada dalam sebuah pertunjukkan
yang belum dimulai.
Ada ruang lain setelah bermain di atas pentas. Seorang
koreografer harus mementingkan konsep setting panggung yang sesuai dengan
penokohan realitas panggung. Panggung menjadi kosong tetika pemain tidak
mengerti dengan peran yang akan dilakoninya. Maka, jelaslah peran seorang
kreografer sangat menentukan aktivitas panggung. Hal ini membuktikan bahwa
realitas panggung akan memberikan ruang tersendiri bagi penikmatnya.
Ketika pemain sudah berada di atas panggung, perspektif ruang bisa menjadi
psikologis bagi seorang pemain, sehingga pemain mesti mempunyai keterampilan
dan kreativitas yang tersalur lewat tubuh dan sukmanya.
Tubuh menjadi kosong kalau seorang pemain memainkan peran
orang lain di atas realitas panggung di luar dirinya, maka pertunjukan akan
menjadi monoton. Sebab, tubuhnya menjadi kompleks, tubuh mempertaruhkan teks
yang sedang diperaninya.
Tidak ada pertimbangan lain jika tubuh pemain, dalam bahasa
tubuhnya, akan menjadi teks tersendiri yang bisa dibaca dengan kasat mata.
Inilah fungsi penting bagi seorang koreografer untuk menata gerak sedemikian
rupa dengan gerak-tubuh yang mengalir dari dalam. Pemain teater adalah manusia
yang meperlakukan tubuhnya sesuai dengan apa yang diinginkan tubuh untuk
melakukan gerak. Bukan berarti pemain bisa melakukan gerak sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh kemauan di luar dirinya. Pemain yang bergerak diluar
dirinya tampak tidak menjiwai, sehingga perlu penataan ruang yang singnifikan
bagi pemain. Hal ini dapat dibantu oleh seorang kreogarafer.
Seorang koreografer perlu memahami inti dari gerakan
yang dimainkan. Apakah gerakan itu yang bersifat tari atau adopsi sebuah
tarian. Perlu juga memberikan maksud dan tujuan dari gerak itu sendiri, seperti
“motif-gerak” dan “laku-dramatik”. Perlu juga di kembangkan bahwa gerak yang
dilakukan untuk apa? Kenapa harus bergerak? Kenapa tidak diam saja? Pertanyaan
yang penting untuk di jawab bagi seorang kreografer yang menata gerak
bagi produksi pertunjukan.
Elemen Panggung Teater Berbicara tentang konsep teater secara
akademis, mungkin kita kurang mampu untuk memecahkan teori-teori yang
berkembang. Pada dasarnya, kita hanya meraba-raba dalam berteater. Tapi apakah
teater yang kita pandang saat ini milik sekelompok orang saja? Atau malah
menjadi kelompok oposisi yang mengharuskan kita untuk menentang isu-isu sosial
saat ini?
Melihat perkembangan pengetahuan saat ini, teater menjadi pilihan bagi kalangan orang untuk mengekspresikan dirinya melalui dunia akting, laku atau yang berkaitaan dengan teater (seni pertunjukan). Hal ini tentu menjadi pikiran baru bagi kita. Apa itu teater?
Melihat perkembangan pengetahuan saat ini, teater menjadi pilihan bagi kalangan orang untuk mengekspresikan dirinya melalui dunia akting, laku atau yang berkaitaan dengan teater (seni pertunjukan). Hal ini tentu menjadi pikiran baru bagi kita. Apa itu teater?
Pramana Padmodarmaya mengatakan, teater adalah suatu kegiatan manusia yang secara sadar menggunankan tubuhnya sebagai alat atau media utama untuk menyatakan rasa dan karsanya, mewujud dalam suatu karya (seni). Di dalam menyatakan rasa dan karsanya itu, alat atau media utama tadi ditunjang oleh unsur gerak, unsur suara dan alat bunyi, serta unsur rupa.
Sebagai manusia yang dilengkapi dengan kecerdasan pikiran dan
emosional, teater menjadi penting bagi aspek kehidupan yang tidak latah dengan perkembangan
zamannya. Teater menyikapi dan menyaring isu-isu global untuk membentengi para
penikmatnya secara sadar. Berteater justru lebih mendekatkan kita dengan
kehidupan sosial, aau yang bersinggungan dengan budaya. Teater memiliki ruang
tersendiri untuk berkiprah dari berbagai aspek sosial.
Teater mempunyai unsur-unsur tubuh manusia sebagai alat/media
utama (pemeran atau memain) dalam seni peran atau panggung. Sehingga tubuh
mempunyai bahasa sendiri untuk mengatakan sesuatu. Tubuh berbicara sesuai dengan
kehendak dari dalam tubuh dan gerak yang dikeluarkan. Manusia pemeran itu
memiliki dua sumber daya gerak yang biasanya di sebut daya gerak-dalam,
(internal action) dan daya gerak-luar (external action) daya gerak-luar selalu
di landasi oleh daya gerak-dalam, jika tidak gerak tampak tidak dijiwai oleh
para pemain.
Dalam teater gerak sebagai unsur penunjang yang seirama
dengan gerak: tubuh, suara, bunyi, dan rupa yang dapat memperkuat penokohan
aktor. Gerak yang dibangun adalah gerak yang lahir dari sukma. Teater dalam
berbagai unsur memiliki teks yang berpengaruh pada suara sebagai penunjang
“kata atau ucapan pemeran”. Maka tubuh dan gerak menjadi paralel yang
menghidupkan suasana panggung sehingga terciptalah ruang panggung yang
mempunyai “jiwa”.
Setelah panggung dilengkapi dengan tubuh dan gerak dengan
sendirinya bunyi pun akan menjadi unsur penunjang lain dari “efek bunyi benda
atau musik”. Bunyian benda ini dapat memberi efek suasana dentuman
misalnya. Atau bunyi gesekan biola yang memberi suasana sedih, lalu dengan
sendiri kita secara sadar dapat menikmati bunyian tersebut hingga kita bisa
menangis. Bahkan, suasana panggung akan menjadi lebih nyata dalam kehidupan.
Ini lah yang barangkali tidak bisa kita lupakan dalam sebuah panggung teater.
Jadi apa sebenarnya bunyi itu dalam teater?
Bunyi adalah tata bunyi benda-benda di luar manusia, atau
bersifat kasat telinga (auditif) citra pendengar atau musik pentas. Bunyi tidak
hanya penjadi tempelan dalam pertunjukan. Tetapi, bunyi merupakan sebab dari
alur pertunjukan yang indah, nikmat didengar bahkan menyeramkan sekalipun.
Apabila beberapa unsur tersebut (tubuh, gerak, bunyi dan
music, suara; dialog) dapat terpenuhi, maka semestinya tidak terlepas dari
unsur “Rupa”. Rupa menjadi penting dalam pertunjukan teater, bagaimana
menkonsep panggung dengan baik oleh penata panggung, yang mengadopsi
pencahayaan, skeneri, kostum dan tata rias. Sehingga hal tersebut memperjelas
bentuk-bentuk panggung. Ini menjelaskan bahwa fungsional kerja
masing-masing yang di lakukan oleh semua aktivitas yang beriontasi pada
panggung, sehingga panggung menjadi ruang yang hidup.
Upaya lain untuk membantu suasana sekitar gerak-laku diatas
pentas, dengan suasana tempat yang akrab tanpa memberi wujud yang
lengkap. Gerakan menpunyai peristiwa baru yang ada di sekitar pentas,
sehingga mampu mensugesti penonton.
Cahaya merupakan bagian dari konsep panggung yang menentukan
irama pertunjukan. Cahaya juga bisa membantu konsep dan bentuk pertunjukan
menjadi utuh, sehingga suasana panggung menjadi lebih dramatis, sebagai
visual mengenai tata-gerak manusia atau pemeran. Media yang di utamakan
seorang pemain adalah tubuh. Kemudian, cahaya juga menbantu pembentukan
karakter tokoh di atas pentas/realitas panggung memperjelas karakter, dan gestur
pemain di panggung. Cahaya juga memberi efek emosi dan suasana di panggung.
Oleh karena itu perlu penantaan artistic yang baik.
Upaya penataan artistik adalah faktor pendukung
karakter pemain selain properti di atas pentas. Pemain juga dituntut untuk
melakukan eksplorasi terhadap properti, yang merupakan hukum panggung yang
tidak dapat dipisahkan. Panggung menjadi “aturan” tersendiri, panggung juga
mempunyai garis yang tidak bisa dilewati. Oleh sebab itu, pemain yang berada di
panggung mesti taat pada hukum panggung. Jika tidak, pertunjukan akan terlihat
tidak beraturan. Sebenarnya banyak hal-hal lain yang mesti dapat dipecahkan
dalam realitas panggung. Panggung dalam artian luas menjadi suasa baru dalam
realitas kehidupan penuh ekspresi. Jadi, Tubuh adalah Media. Gerak adalah
Bahasa.
No comments:
Post a Comment