Tuesday, August 29, 2017

Marapulai Basuntiang Pakaian Adat Inderapura

"Adat Salingka Nagari, Lain Lubuak, Lain ikan, lain padang, lain hilalang. Kekayaan Ranah Minang dengan adat istiadat yang belum tertulis dan banyak anak kamanakan yang belum mengetahui. Inderapura Kabupaten Pesisir Selatan misalanya Marapulai Basuntiang. Seperti apa prosesinya

Laporan : Julnadi Inderapura, Inderapura 

Baralek (walimah) atau pesta pernikahan suku Malayu Kcik di Kampuang Koto Pandan, Nagari Inderapura Timur, Kecamatan Air Pura, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, pada saat beriringan arak-arakan kedua mempelai memakai Suntiang (Sunting) keliling kampuang (kampung). Nagari Inderapura sendiri suku Malayu terbagi tiga, yakni Malayu Kcik, Malayu Gdang dan Malayu Tngah. Arak-arakan keliling kampuang tersebut bertujuan memberitahukan kepada masyarakat kampuang bahwa kedua mempelai telah syah berstatus suami istri. 

Kemudian status sosialnya pun akan berubah yakni menjadi urang sumando bagi mamak rumah, menantu bagi mertua dan kemenakan bagi mamak serta mendapatkan nama gelar urang sumando. Pesta pernikan anak kamanakan suku Malayu Kampuang Koto Pandan pengantin laki-laki memakai Suntiang. Marapulai basuntiang (bersunting) pakaian adat Inderapura terbilang unik dan langka hanya ada di Inderapura. Daerah lain di Sumatera Barat tidak ada marapulai memakai suntiang melainkan saluak.

Suntiang yang dipakai Marapulai (mempelai laki-laki) coraknya berbeda dengan suntiang yang dipakai Anak Daro (mempelai perempuan). Suntiang yang dipakai Marapulai tinggi lonjongnya lebih rendah dibandingkan dengan suntiang Anak Daro. Kemudian, lebarnya pun lebih kecil ketimbang suntiang Anak Daro. 

Corak pernak pernik suntiang marapulai lebih besar motifnya dibandingkan dengan suntiang Anak Daro. Hal ini menunjukkan bahwa sosok seorang lelaki yang memiliki prinsip dan tegas dalam membina rumah tangga. Sedangkan suntiang Anak Daro motifnya lebih halus, mencerminkan sifat dan kelembutan hati seorang perempuan. Marapulai memakaian suntiang tersebut untuk mengahargai marwah ninik mamak dan datuak, karena marapulai tidak memakai saluak saat resepsi pernikahan. Sebab, suntiang adalah bentuk kemegahan dan identitas diri sebagai urang sumando bagi mamak rumah. 

Marapulai (pengantin laki-laki) memakai Suntiang atau rias yang dikenakan saat arak-arakan turun dari rumah bako atau disebut juga turun bako. Turun bako ini mempelai dibawa kerumah bako (etek: Saudari Perempuan ayah bagi mempelai) untuk di rias mengenakan pakaian pengantin. Arak-arakan kedua mempelai tersebut diiringi dengan Badiki (berzikir) atau berzanji dengan menambuh rebana yang merupakan musik tradisi yang turun termurun sejak agama Islam masuk ke Inderapura. 



Badiki, merupakan musik perkusi rebana berukuran besar yang dimaikan tiga orang atau lebih sembari berselawatan kepada Nabi SAW. Badiki, diadopsi dari bahasa Arab berzikir yang disebut oleh masyarakat lokal nagari Inderapura Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir Selatan. 

Berzikir ini telah ada sejak zaman agama Islam masuk ke Inderapura. Bersikir ini merupakan ritual sakral yang lantunkan pada acara baralek (Pesta Perkawinan). Selain itu, kegiatan tersebut juga sering mengisi acara tahunan seperti menyongsong bulan Malut Nabi Muhammad SAW dan maanta (Mengantar) bulan Maulut Nabi Muhammad SAW.

Berzikir dengan peralatan rabana (rebana) saling meningkah satu dengan yang lain. Sehingga dinamisasi musik perkusi pun terlahir serta diiringi sahut menyahut suara zikir yang dilantunkan. Memainkan musik rabana atau badikia tersebut dimainkan minimal tiga orang atau lebih. Badikia merupakan sebagai penanda ada acara pesta atau keramaian. Setiap di tabuh rabana tersebut ada makna.
Sebelum prosesi pesta berlangsung ada tahapan dan proses yang dilalui. Prosesi baralek di jorong atau Kampuang Koto Pandan diawali dengan prosesi Timbang Tando (peminangan) dari pihak calon mempelai perempuan yang berkunjung kerumah calon mempelai laki-laki. Keluarga yang datang kerumah calon mempelai laki-laki adalah keluarga garis keturunan ibu bagi mempelai perempuan yakni ibu kandung mempelai perempuan dan etek (saudara kandung perempuan ibu). Buah tangan yang dibawa pihak keluarga mempelai perempuan kue bolu dan gulai ayam. 

Selanjutnya, kunjungan balasan dari pihak keluarga calon mempelai laki-laki kerumah mempelai perempuan. Kedatangan pihak mempelai laki-laki untuk datang meminang dan memberikan tanda kepada mempelai perempuan. Kunjungan balasan tersebut disebut juga dengan Duduak Baretoang (musyawarah) untuk menentukan menentukan hari pernikahan atau walimah. 

Pada saat duduak beretoang tersebut mencari kesepahaman untuk menentuhan hari pernikahan antara kedua belah pihak keluarga mempelai baik laki-laki dan perempuan serta merancang bentuk perayaan pesta. Duduak baretoang tersebut bertujuan untuk mencari kesepahaman tertinggi kedua pihak keluarga mempelai. Setelah kesepakatan dapat diperoleh kemudian hasil kesepahaman tersebut dibawa kepihak keluarga masing-masing mempelai. 

Kemudian, pihak keluarga mempelai perempuan membawa keputusan etongan tersebut ke pihak keluarga besar mempelai perempuan untuk masuk ke ranah Rapek Kcik (Rapat Kecil atau musyawarah kecil). Rapek Kcik tersebut dihadiri oleh keluarga laki-laki ibu kandung (mamak) mempelai perempuan. Kemudian, pihak keluarga ayah kandung mempelai perempuan atau bako dari mempelai. Rapek Kcik tersebut dihadiri oleh Ughang Tuo (orang yang dituakan dalam suku) dari pihak ayah kandung dan pihak pihak ibu kandung mempelai.

Rapek Kcik tersebut adalah mengambil putusan serta merumuskan apa saja bentuak acara yang akan diadakan selama prosesi pernikahan tersebut. Usai merumuskan bentuk kegiatan perayaan persta pernikahan dilanjutkan dengan pemberian tugas kepada mamak untuk memberikan kabar baik (pesta perkawinan) serta mengundang mamak-mamak dari pihak keluarga ibu kandung mempelai perempuan. Selanjutnya dari pihak bako atau pihak keluarga ayah kandung mempelai perempuan untuk datang Rapek Gdang (Rapat Besar). 

Rapek Gdang tersebut akan adalah ajang silaturrahim mamak dengan kemenakan, serta mendengarkan rundingan dan maksud tuan rumah sebagai jamu alek. Rasa syukur dan keakraban tersebut serta mendapat kabar gembira anak kemenakan dari mamak akan menikah dan akan mengadakan pesta. Maka, mamak yang hadir pada Rapek Gdang tersebut akan badoncek (menyumbang) dana untuk menyukseskan prosesi perkawinan. Rapek Gdang tersebut tidak hanya melihatkan mamak saja tetapi melibatkan masyarakat sekitar untuk berpartisipasi ikut serta badoncek. Masyarakat yang hadir tersebut berdasarkan undangan dari tuan rumah untuk datang menghadiri Rapek Gdang. 

Rapek Kcik dan Rapek Gdang tersebut tidak dilakukan secara bersamaan, melainkan ada rentang waktu yang telah direncanakan sebelumnya. Kemudian, dilanjutkan dengan pernikahan kedua calon mempelai yang tidak bersamaan dengan pesta pernikahan. Namun ada pula yang melaksanakan pernikahan dilanjutkan dengan pesta secara bersamaan. 

Usai pernikahan kedua mempelai tamu atau anak kemenakan mamak dilanjutkan makan bajamba sebagai tanda rasa syukur dan berdoa agar kedua mempelai (Kemenakan) menjadi keluarga Sakinah, Mawahdah, Warahmah. Makan bajamba tersebut didahului dengan petatah petitih adat. 

Untuk mengisi prosesi alek (pesta) dilengkapi dengan hiburan seperti Badiki. Badiki merupakan jenis musik tradisional sebagai penanda ada keramaian. Badiki dimaknai sebagai pemberitahuan kepada masyarakat kampung bahwa ada keramai atau pesta perkawinan kampung tersebut. Sehingga masyarakat kampung boleh datang menghadiri meskipun tanpa diundang. Badiki pada acara alek kerap dilakukan pada siang hari dengan sembari menunggu tamu.

No comments:

Post a Comment