Monday, December 18, 2017

Marsada Band Asal Pulau Samosir Sumatera Utara Perkenalkan Alat Musik Sambo Di Dunia

Marsada Band menciptakan alat musik yang diberi nama 'Sambo' terinspirasi karena bergendang dengan memukul meja di warung Tuak sebagai pengganti Kick Drum. Alat musik yang terbuat dari Kuali peralatan rumah tangga diberi nama 'Samosir Bongko' yang mengantarkannya keliling Dunia


Sabtu, 17 Desember 2017 malam rinai hujan masih turun dilangit kota Sawahlunto. Para pengunjung berduyun-duyun menghampiri panggung Pentas Seni Budaya Paguyuban Batak 'Dos Ni Roha' dilapangan Segitiga Sawahlunto. Kegiatan yang bertajuk Semalam di Bonapasogit atau semalam dikampung halaman menghadirkan group kesenian 'Marsada Band' Pulau Samosir Sumatera Utara. 

Meskipun hujan mengguyur penonton pentas seni budaya Baguyuban Batak masih bertahan menyaksikan pertunjukan musik, tari tor-tor remaja dan dewasa, trio Bhayangkara, solo song. Kemudian pentas seni budaya Paguyuban Batak dimeriahkan oleh Marsada Band yang memukau penonton. Sebab, keberagaman budaya sebagai alat perekat bangsa terpelihara dengan baik di Sawahlunto. Sehingga, setiap pentas seni budaya Paguyuban yang ada di Sawahlunto selalu mendapatkan tempat dan mendapatkan apresiasi dari masyarakat.

Sebagai lagu pembuka Marsada Band, membawa lagu Minang 'Mudiak Arau' dengan instrumen musik etnik Batak. Lagu Minang dimainkan dengan gendang etnik khas Batak dan dipadukan seruling dan Sambo sebagai Kick Drum. Riuh tepuk tangan penonton mengapresiasi jendere musik akustik Marsada Band yang menghidupkan suasan panggung hiburan paguyuban Batak di Sawahlunto. 

Kemudian, bunyi seruling dengan langgam Batak, mengiringi lagu Minang telah memukau penonton, hingga bertahan didalam hujan. Selanjutnya, Marsada Band, mendengakan lagu Minang 'Pulang lah Uda' dimainkan dengan etnik Batak dengan nada vokal satu, vokal dua, vokal tiga. Lokalitas musik etnik Batak sangat padu dan menyatu dalam syair lagu Minang yang dibawakan.

Monang Sidabutar, Ketua Manajemen Marsada Band menyebutkan bahwa awal terbentuk Marsada Band terdiri dari beberapa orang dengan intensitas berkumpul serta sering bertemu di kedai Tuak. Kebiasaan masyarakat di Pulau Samosir Sumatera Utara duduk di kedai Tuak sering nyanyi bersama dengan teman serta siap saja yang duduk di warung tuak tersebut. 

Kemudian, Pulau Samosir pada umumnya kedai tuak untuk menambah daya tarik pengunjung agar betah, pemilik warung Tuak menyediakan peralatan musik etnik yang lengkap di warungnya. Sehingga sembari duduk minum Tuak juga nyanyi bersama sama di warung tuak tersebut. Maka, disitulah dasar group Marsada Band terbentuk dan berproses hingga sekarang. 

Marsada Band terbentuk sejak tahun 2003 dengan personil 7 orang. Marsada Band mengangkat musik etnis batak dengan alat musik yang dimainkan berupa gitar akustik 2 buah, seruling, gendang dan gitar bass. Kemudian pada tahun 2004 Marsada Band di undang ke Inggris United Kingdom (UK) untuk meramaikan dan memeriahkan perhelatan Summer Party Day oleh World Organisation Music Art and Danc (Womad) yang diundang oleh organisasi musik etnik Dunia yang disebut dengan womad tersebut Marsada Band dipercaya untuk mengisi acara tersebut.

Tahun 2004 Marsada Band resmi diundang Meramaikan perhelatan Summer Party  bulan Mei oleh  World Organisation Music Art and Dance dan telah terdaftar sebagai anggota organisasi. Selama 40 hari Marsada Band tour keliling United Kingdom (UK) Wells and Scohtland mengikuti pestival musik dunia. Kemudian tahun 2005 di undang lagi oleh Womad kolaborasi dengan musisi Senegal (Afrika) dan musisi Madagaskar pada musim gugur bulan November selama 30 hari tour UK

Selanjutnya pada tahun 2005, Marsada Band kembali di undang word art untuk berkolaborasi dengan tiga etnis musik dunia yakni Sinegal, Magaskar dan Indonesia (Marsada Band). Kemudian tahun 2014 Marsada Band tour ke Eropa, Belanda, Jerman, Swiss, dan mengunjungi teman kolaborasi musik etnik dunia sewaktu 2005 dengan musisi Sinegal dan Magaskar. Marsada Band tampil keliling Eropa tersebut tetap membawa komposisi musik etnik Batak untuk diperkenalkan di panggung Internasional.

Penampilan yang disuguhkan iven panggung tetap membawakan musik etnik batak dengan Gendang. Kemudian, di Pulau Samosir Gendang Batak Toba terdiri dari enam biji. Selanjutnya Marsada Band juga membawakan dan memperkenalkan alat musik 'Sambo' yang merupakan ciptaan dan karya sendiri. Alat musik yang diberi nama 'Samosir Bongko' disingkat menjadi 'Sambo'. Alat musik Sambo terbilang unik dan tidak dimiliki oleh daerah lain. Alat musik Sambo terbuat dari Kuali merupakan peralatan dapur dengan menggunting kupingnya. Kemudian dibuat kotak untuk peredam bunyi. Alat musik 'Sambo' tersebut dimainkan sebagai pengganti Kick Drum. 

Ide awal pembuatan alat musik 'Sambo' tersebut didasari dengan kebiasaan orang-orang yang duduk warung Tuak. Karena di warung Tuak adalah tempat berkumpul dan sering nyanyi bersama dengan peralatan musik etnik yang ada. Maka sembari bernyanyi bersama-sama dan terbawa asyik sehingga secara spontanitas selalu memukul meja ketika mengikuti ritme musik yang dimainkan. Alunan musik yang dimainkan diwarung tuak tersebut sering memukul meja sebagai pengganti Kick Drum dengan bunyi dum, dum, dum, dum. 

Maka, berdasarkan spontanitas bergendang dimeja atau menciptakan irama ritmix pada meja terjadi irama. Sehingga melalui ritme musik tersebut maka terinspirasi menciptakan alat musik yang diberi nama 'Sambo'. Alat musik 'Sambo' terinspirasi karena bergendang dengan memukul meja sebagai pengganti Kick Drum. Sehingga menjadi inspirasi dibuatlah jenis alat musik yang disebut dengan 'Samosir Bongko'. 

Sebab, kecenderungan jendre musik Marsada Bend adalah full akustik yang menjadi aspirasi dari berkumpul di warung tuak. Sejak jaman dulu akustik sangat identik dengan Batak. Jadi setiap warung tuak yang ada di Pulau Samosir Sumatera Utara selalu ada gitar dan peralatan musik akustik. Kemudian di sekolah yang ada pelajaran seni serta di rumah rumah pasti ada gitarnya. Jadi gitar akustik identik dengan musik etnis Batak yang telah ada sejak zaman dulu kala. 

H Sihotang Ketua Paguyuban Batak Sawahlunto menyatakan bahwa pentas seni budaya batak diisi dengan penampilan tarian atau tor-tor dari sanggar Dos Ni Roha baik dari anak-anak, remaja dan ibu-ibu atau orang dewasa. Untuk group dan solo song dari anggota Sanggar Dos Ni Roha, juga akan menampilkan Trio Bhayangkara dan Trio Resima serta penampilan budaya batak baik Simalungun, batak Karo, Pak-pak, batak toba dan lainnya.

Pentas seni budaya tersebut sebagai wujud untuk melestarikan budaya nusantara serta mempromosikan keberagaman suku dan adat istiadat yang ada dikota ini. Dengan potensi keanekaragaman ini sebagai suatu kekuatan dalam mewujudkan kota ini sebagai salah satu tujuan wisata terkemuka di Sumatera Barat. Kemudian, Paguyuban Batak dapat bersanding bersama dengan etnik lain untuk melestarikan keberagaman ini etnik tersebut. 

disamping Marsada Band dapat interantif menghibur, Ia sangat mengapresiasi penampilan sanggar Dos Ni Roha dengan tor-tor anak-anak, remaja, ibu-ibu serta dimeriahkan penampilan Trio Bhayangkara dan Resima Trio. Sangat terasa sekali apa yang jadi tema Semalam di Bonapasogit yang ada mala mini, karna semua yang hadir ikut bergembira manortor bersama-sama. Meski etnik batak sangatlah minoritas dikota ini. Terlebih sudah mulai bergairahnya group dan solo song dari anggota Sanggar Dos Ni Roha menampilkan budaya batak baik Simalungun, batak Karo, Pak-pak, batak toba dan lainnya.

J Simanjutak, Dewan Penasehat Paguyuban Batak Sawahlunto J Simanjuntak mengatakan bahwa pentas seni budaya ini sebagai wujud untuk melestarikan budaya nusantara serta mempromosikan keberagaman suku dan adat istiadat yang ada dikota ini. Keanekaragaman sebagai suatu kekuatan dalam mewujudkan kota ini sebagai salah satu tujuan wisata terkemuka di Sumatera Barat. Sehingga dapat bersanding bersama dengan etnik lain untuk melestarikan keberagaman baudaya.

"Kami sangat berterima kasih kepada pemko Sawahlunto dan warga kota ini yang memberikan kesempatan dan ruang yang sama dengan etnik lainnya di kota ini," katanya.

Walikota Ali Yusuf berharap potensi yang mulai menampakkan perkembangan baik dari paguyuban batak dos ni roha dikota ini dengan tampilan seni budaya yang juga berlatar belakang berbagai profesi dari anggota paguyuban. “Mari tingkatkan lagi potensi keberagaman yang menjadi kekuatan dalam membangun kota ini, karna etnik dan latar belakang suku apapun pasti menginginkan kotanya membangun dan lebih sejahtera," harapnya. 






No comments:

Post a Comment