Wednesday, December 30, 2015

Musik Tradisi Sakral Sarompak

Parewa Limo Suku menampilkan Komposisi musik berjudul Dekgarah Cakak Tumbuah Komposer Irmun Krisman, pada Kaba Festival 2 di Gedung pertunjukan Manti Manuik Ladang Tari Nan Jombang, Balai Baru Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, Sabtu, 12 Desember 2015 malam.

Laporan : Julnadi Inderapura, Padang

Parewa Limo Suku
Sorak-sorai MC di sela-sela lagu minang itu menginformasikan penonton agar masuk dalam gedung pertunjukan Manti Manuik Ladang tari nan Jombang. Pertunjukan akan dimulai. Calon penonton masih berpangku tangan berdiri diluar gedung karena baju mereka lembab akibat hujan rinai.

Jarum jam menunjukan pukul 19.50. Penonton berbondong-bondong masuk gedung pertunjukan. Sebab, sebentar lagi pertunjukan dimulai. Setelah semua penonton masuk dan duduk ditempat masing-masing, lampu ruangan dimatikan satu persatu. Sehingga ruangan gedung pertunjukan gelap gulita.

Pertunjukan Parewa Limo Suku menampilkan Komposisi musik berjudul Dek garah Cakak Tumbuah Komposer Irmun Krisman dimulai. Sesaat setelah MC menyebutkan "selamat menyaksikan".

Lampu panggung perlahan menyala seiring bunyian alat musik kecapi Payakumbuh. Pandangan penonton mengarah ke panggung menyaksikan pemain memainkan alat masik. Selanjutnya, musik saluang pun perlahan mengisi iringan kecapi. Sehingga, pendengaran harmonisasi mulai muncul di atas pentas.

Hati penonton mulai terketuk. Imajinasi penonton terhanyut saat mendengarkan musik. Ada ruang lain yang hadir saat mendengarkan komposisi musik tersebut. Selang-seling bunyi talempong dan dendang yang mendayu-dayu membuai emosi penonton. Rasa takut dan cemas saat sarat terasa saat pertunjukan berlangsung. Sebab sair dendang yang disampaikan pun terasa komunikatif serta mudah dimengarti.

Campur aduk segala emosi, bahagia, riang, sedih, sakit muncul pada pertunjukan musik Parewa Limo Suku. Sebab, musik tradisi Sarompak memang disiapkan untuk itu.

Komposer Irmun Krisman dalam komposisi musiknya mencoba mengangkat salah satu pertunjukan musik tradisional Minangkabau. Musik tersebut keberadaannya di daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Payakumbuh yakni kesenian Sarompak.

Sarompak itu sendiri merupakan musik tradisi sakral untuk yang dimaikan oleh masyarak untuk kepentingan tertentu. Sarompak tersebut terdapat unsur megik didalamnya. Sarompak biasanya digunakan masyarakat minang untuk menguna-gunai seseorang terutama bagi kaum perempuan. Hal itulah yang menjadi inspirasi bagi Komposer Irmun Krisman untuk memulai karyanya.

Komposisi musik tersebut mengisahkan tentang pergaulan anak muda yang penuh senda gurau dalam kesehariannya. Kemudian dalam pergaulan tersebut ada hasrat ini memiliki dan dicintai oleh lawan jenisnya. Namun, rasa suka dan cinta seseorang ditolak, malahan dibalas dengan cacian, hinaan yang didapatkan.

Hal itulah yang kemudian menjadi dendam dan kebencian. Sehingga ada keinginan seorang lelaki untuk memiliki dan sencintai seorang perempuan tersebut dengan mengguna-gunai untuk mendapatkan perempuan tersebut. Begitu pula seorang perempuan, jika tidak ada "sesuatu hal" yang ada pada lelaki, perempuan juga tidak akan tertarik pada laki-laki untuk mencintainya.

Irmun Krisman menyebutkan sebelumnya, sarompak ini dimainkan oleh tradisi, menggunakan alat musik saluang sebagai media, dendang sebagai penyampaian rastra. Jadi, dendang tersebut merupakan sebagai jampi-jampi atau mantra. Hal itulah dalam penyampaian sastranya mengundang jin dalam dendang. Sarompak tersebut dimainkan dengan saluang sebagai media serta dendang.

Komposisi musik Irmun Krisman menambahkan beberapa unsur yang akan muncul didalamnya. Sebab, komposisi musik tersebut adalah perpaduan. Pertunjukan sarompak menjadi benang merah sebagai dasar, tetapi tidak tertutup kemungkinan apabila hanya Sarompak yang dimainkan, tentu tidak akan lahir kreativitas didalam komposisi musik pada garapan. Maka, totonan pun menjadi tidak bagus dan tidak enak untuk di nikmati.

Sebab, serompak dulu-kala tidak untuk dipertontonkan. Karena serompak dipergunakan untuk ritual-ritual tertentu saja. Sesungguhnya serompak tersebut tidak boleh dikembangkan. Apalagi ditiru. Makanya dalam karya tersebut tidak untuk meniru dan ditiru. Namun begitulah adanya.

Pertunjukan komposisi musik tersebut memberikan pesan mendalam bagi penonton terutapa kamum perempuan agar lebih hati-hati dalam bersikap dan pergaulan sehari-hari. Meskipun saat ini teknologi ilmu pengetahuan telah berkembang dan lebih maju, perlu juga menjaga etika dan tingkah-laku cara bergaul.

Menurut Irmun Krisman, terjadinya pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan saat ini, berawal dari pergaulan. Misalkan dalam cara berpakaian seorang perempuan semestinya tidak mengundang hal tegatif. Maka, akan timbul keingin untuk memiliki dan menikmati. Sebab, saat ini kehidupan lebih berbeda dibandingkan zaman dulu-kala. Saat ini jika ingin memiliki banyak unsur paksaan dan kekerasan.

Namun, jika dibandingka dizaman dulu-kala esensinya sama. Hanya saja zaman dulu caranya lebih halus dengan menggunakan sarompak. Saat ini, lebih banyak paksaan dengan menodong dan munutup mulut serta terjadi pemerkosaan.

Irmun Krisman mengakui para pemain musik merupakan anak SMK7/SMKI. Mereka merupakan memain pemula, siswa kelas 10 yang belum mengenal alat-alat musik minang. Namun, kemampuan serta talentanya dan keinginan keras untuk maju, akhirnya siswa tersebut bisa mentas di Kaba Festival 2 ini. Pemain musik tersebut adalah Hasan Basri Durin, Maidio Saputra, M Findo Ramadeno, Septrizal, Muharamzam Putra, Nadya putri, Mella Aprillia.

Penonton, Pemain Taklangsung



Pertunjukan Komunitas Seni nan Tumpah berjudul Lomba Keharmonisan Rumah Tangga Naskah Karta Kusumah Sutradara Andre Pratama mentas Gedung Teater Utama UPTD Taman Budaya Sumbar pada Rabu, 23 desember 2015 malam.

Laporan : Julnadi Inderapura

Pertunjukan yang melibatkan penonton secara langsung dan tak langsung untuk menjadi pemain dalam pertunjukan tersebut. Tata cahaya mengarah pada penonton sehingga penonton terlibat sebagai pemain tak langsung di atas pentas. Tata cahaya yang dikonsep ini memberikan ruang imajinasi bagi penonton untuk berlibat secara langsung dalam ruang pertunjukan.

Ketika cahaya lampu pentas diarahkan pada penonton yang menyilaukan mata. Dalam kesempatan tersebut pertunjukan yang dibagi dalam beberapa babak. Pemisahan babak satu ke babak selanjutnya pada pertunjukan itu disisipkan dengan tanda lampu penonton dinyalakan. Hal ini menjadi tata konsep cahaya baru bagi pertunjukan bagi Komunitas Seni nan Tumpah sepanjang perjalananya.

Sesuatu yang menarik dalam pertunjukan dipentaskan Komunitas Seni nan Tumpah. Sebab tidak ada pembatasan ruang pemisah antara pemain dan penonton pertunjukan. Penonton secara sadar menjadi pemain yang dibutuhkan dalam pertunjukan. Penonton menjadi lingkungan sosial yang ikut serta mendukung pertunjukan. Keberadaan penonton tidak hanya menjadi penonton masif, namun keterlibatan dari tata cahaya yang dihadapkan pada penonton, sehingga penonton menjadi pemain tak langsung dalam pertunjukan tersebut.

Penonton secara sadar datang menyaksikan pertunjukan, sehingga penonton berupaya mencari tempat duduk yang ideal menurut perspektif ruang diinginkan untuk menyaksikan pertunjukan. Namun situasi menjadi berubah saat peralihan adegan bagi pertunjukan oleh pemain (aktor) di pentas. Penonton pun keterlibatannya menjadi sesuatu hal yang diperhitungkan.

Penonton pada dasarnya menjadi kebutuhan bagi sebuah pertunjukan. Sebab, adanya penonton dipastikan saat itu sedang perlangsung peristiwa pertunjukan. Kadangkala, jika pertunjukan sedang berlangsung tanpa adanya penonton maka, hal itu masih dalam tatanan konsep proses kreatif. Artinya peristiwa pertunjukan tersebut masih dalam jenjang latihan, untuk menuju peristiwa pertunjukan lebih utuh yang dilengkapi oleh penonton.

Penonton menjadi pemain saat pertunjukan berlangsung. Penonton menjadi aktor sembari duduk di kursi penonton yang telah tersedia. Penonton menjadi pelaku pada arahan lampu panggung yang menyala mengarah pada penonton. Penonton menjadi aktor aktif saat lampu penggung menyala dan diarahkan pada penonton. Keterlibatan penonton sebagai pemain menghadirkan suasana seperti berada ditengah pasar. Bisikan serta suara-suara pun bermunculan pada penonton.

Kemudian, setting panggung minimalis fungsional itu, terus mengalami perkembangan. Proporti yang ada di atas penggung hadir lebih sederhana. Berbeda dengan pertunjukan Komunitas Seni nan Tumpah sebelumnya dalam penggarapan naskah-naskah Arifin C Noer. Pertunjukan realis itu, dilengkapi dengan setting panggung yang realis pula.

Namun, pertunjukan Komunitas Seni nan Tumpah berjudul Lomba Keharmonisan Rumah Tangga Naskah Karta Kusumah Sutradara Andre Pratama, telah 'keluar' dari konsep yang di bangun Komunitas Seni nan Tumpah sebelumnya. Komonitas Nan Tumpah telah baju dan berkembang konsep setting panggungnya.

Komunitas Seni Nan Tumpah ini terus mengalami pergeseran konsep dalam setting panggung. Pertunjukan yang berlangsung dengan setting panggung minimalis. Setting penggung multi fungsi yang beberapa boks berbahan kayu. Boks menjadi identitas lokalitas kehidupan yang keras.

Penjabaran dari boks tersebut telah difisualkan dalam pertunjukan. Boks tersebut berubah-rubah dari fungsi sesungguhnya. Boks itu diinterpretasikan menjadi susuatu yang lebih hidup diatas pentas. Boks tersebut penggunaan lebih kreatif oleh para aktor. Boks tersebut dipragakan berupa permainan puzzle. Penyusunan boks itu menjadi setting panggung yang selalu berubah-rubah. Sehingga boks tersebut menjadi lebih multi fungsi.

Penyusunan boks tersebut terkadang menjadi perabotan rumah tangga. Menjadi dipan (tempat tidur), televisi, meja kerja, pustaka dan segala macam jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan pertunjukan. Kesederhaan itu menjadi konflik bagi keluarga demi pekerjaan. Konflik mendasar suami yang sibuk dengan pekerjaan, sementara istri sibuk pula dengan karir. Kesibukan pekerjaan masing-masing menjadi pemicu konflik rumah tangga itu terjadi. Tambah pula tidak didukung dengan pendapatan yang tidak berimbang. Hal itu sepertinya menjadi perseteruan jender.

Karena sibuk bekerja, sehingga ada yang telupakan. Pekerjaan itu tentu telah disesuaikan dengan hasil. Namun hasil dari sebuah pernikahan adalah keturuanan. Karena suami pekerja keras, istri menjadi wanita karir sehingga belum sempat memikirkan keturunan, sebagai hasil dari sebuah pernikahan. Konflik yang tak berujung itu danpa ada penyelsaian. Sutradara pun tidak menghadirkan spektakel dari konflik yang dibangun dalam pertunjukannya.

Sutradara belum memaksimalkan pertunjukan dalam menata konflik dalam alur naskah digarap. Pertunjukan menjadi anti klimaks dan terkesan hambar, sehingga pertunjukan yang dipentaskan tanpa menyelipkan lakudramatik kongkrit di atas pentas. Puncak konflik yang ingin dihadirkan tenggelam oleh permanian para aktor membahas keluarga masing-masing.

Kemudian, menggabaran tokoh dalam naskah "Lomba Keharmonisan Rumah Tangga" Naskah Karta Kusumah. Setiap hari disibukan dengan pekerjaan. Dunia yang semakin kapitalis yang hedonis. Sehingga untuk peluang memikirkan keluarga pun terabaikan. Dunia pekerjaan yang semakin sibuk sehingga keharmonisan rumah tangga perlahan di kuras oleh pekerjaan. Waktu bersama yang seharus dengan keluarga telah diambil oleh dunia kerja. Konflik pun terjadi antara istri dan suami, karena kesibukan bekerja sehingga perasaan cinta pun harus terbagi dengan pekerjaan.

Konsep pertunjukan realis itu dengan setting peristiwa tahun 1990-an. Sutradara Andre Pratama menginginkan gambaran terhadap apa yang di amati dan dicermati. Sehingga pendekatan sosial kemasyaratan kekinian diangkat ke atas pentas. Dunia pekerjaan yang semakin pelik telah mulai menghukum ruang kebersamaan.

Kesibukan dunia pekerjaan telah memberikan jarak yang teramat jauh antara keluarga dan pekerjaan demi terjalinnya kasih sayang antar sesama. Terutama istri pada suami atau sebaliknya, suami kepada istri. Sehingga kedua keluarga pelakon dalam pertunjukan tersebut, cinta-kasih sayang hanya sebuah permainan. Sehingga untuk melengkapai hari bahagia mereka menghabiskannya dengan cara bermai-main serta candaan. Dalam kepura-puraan cinta kasih sayang itu seakan ciptakan masing-masing keluarga. Namun sesungguhnya cinta dan kasih sayang itu lebih tinggi pada dunia pekerjaan.

Menafsirkan Rindu Dalam Bentuk Musik Langkok Goup Tampil Kaba Festival

Langkok Grup menampilkan Komposisi Musik berjudul "Dendang Rindu dan Dalam Doa Rindu Dikirimkan" komposer Hasanawi pada Kaba Festival 2 di Gedung pertunjukan Manti Manuik Ladang Tarinan Jombang Balai Baru pada Jumat, 11 Desember 2015 malam.

Lapora: Julnadi Inderapura, Padang

Malam itu, tiba-tiba lampu gedung dimatikan. Penonton pemula merasa terkejut dan heran kenapa lampu gedung dimatikan. Sementara penonton yang lain sedang menyiapkan diri untuk menyaksikan dan mendengarkan komposisi musik tersebut. Ada dua komposisi musik yang dimainkan Langkok Grup.

Lampu panggung perlahan-lahan menyala. Seorang yang bergerak sembari memaikan musik perkusi. Bunya hang dihasilkan seperti bunyi lonceng. Sementara itu, bunyi rabab dan berpadu dengan bunyi saluang yang saling mengengkapi sehingga melahirkan musik yang dinamis.

"... Yo sulik manahan rindu, bak lauik di hoyak topan, co bumi di goncang gampo, antah pabilo samo surang.."

Dendang pembuka yang disampaikan dalam komposisi Langkok Grup. Musik tersebut mampu memikat ratusan penonton yang menyaksikan music tradrisi yang posmo. Music yang dinamis tampak sekeriusan penonton yang menyaksikan dan dinikmati. Meskipun hujan deras-namun gedung pertunjukan Manti Manuik di padati penonton.

Alat musik yang dimaikan dalam komposisi musik tersebut adalah gendang hoyak, bansi, jimbe, rabab, saluang. Komposer Hasanawi mamadukan alat musik tiup, alat musik gesek dan perkusi. Sehingga lebih dinamis terdengar.

Komposer Langkok Grup Hasanawi mengisahkan komposisi musik 'Rindu Baguman' merupakan cerita antara bapak kepada anak yang telah tiada. Angan-angan seorang bapak membayangkan tumbuh dan berkembang. Kemudian komposisi musik ke dua berjudul 'Dalam doa, rindi dikirimkan' merupakan bentuknya semi selawat dulang dan bernuasa islami. Sebab, materi penggarapan musik tersebut pada zikir dan doa. Doa tersebut tentang angan-angan seorang ayah yang tidak sampai pada anak, kemudian menjadi utang.

Ratu Selvia Agnesia mengakui bahwa Ini merupakan pertamakali melihat karya Hasanawi. Ia biasanya di Jakarta lebih sering melihat karya-karya musik kontemporer. Tatapi ini justru menarik, terutama penggunaan alat musik yang menggunakan perkakas perabotan rumah tangga (dulang) pada komposisi pusik ke dua 'Dalam Doa, Rindi Dikirimkan'.

Menurutnya, komposisi musik tersebut menjadi menarik, karena tema yang sesuai dengan kultur budaya minang itu sendiri. Bagaimana sebuah kerinduan itu di tafsir dalam bentuk musik. Hal itu menjadi bagian dari tradisi kebudayaan minang, bahwa pada akhirnya lelaki minang itu adalah lelaki yang kesepian. Tidak hanya seorang lelaki yang merantau saja yang merasa kesepian, tapi sebenarnya keluarganya juga merasakan hal yang serupa.

Ratu Selvi Agnesia mengakui hal tersebut berdasarkan tafsiran esensi musik yang disampaikan komposer. Namun, pada bagian musik yang kedua, berdasarkan latar belakang pemusik itu sendiri yang sarat dengan agama. Ataupun surau sendiripun apakah masih kontekstual. Tema agama itu untuk budaya minang dalam musik yang ditampilkan. Hal inilah manjadi pertanyaan apakah demikian adanya? Karena begitu sangat digit ayat-ayat agama disampaikan pada pragmen yang kedua 'Dalam Doa, Rindi Dikirimkan'. Tetapi dalam pertunjukan musik yang kedua, tema ini menurutnya telah mewakili karakter kultur kebudayaan minang itu sendiri.

Salawat dulang dengan mencapaian minang, sesungguhnya yang lebih memahami budayanya adalah masyarakat minang sendiri. Namun, pada dasarnya Jika penontonnya orang minang akan lebih paham, sebagian besar apa yang ingin disampaikan komposer melalui musik.

Ratu Selvia Agnesia mempertanyakan untuk memyampaikan kerinduan tersebut dengan ayat-ayat dan tahlilan. Hal itu, menurutnya adalah upaya pendekatan lebih lanjut untuk membangkitkan persoalan pritual. Bagaimana jika kita hendak berbicara langsung terhadap orang yang telah meninggal. Salah satu media untuk menyampaikannya adalah kepada tuhan melalui tahlil dan doa tersebut. "Dan dimensi spritualnya sangat kental pada pragmeg kedua komposisi musik 'Dalam Doa, Rindu Dikirimkan'.

Ratu Selvi Agensia menyebutkan koposisi musik tersebut pendekatannya tidak sama dengan sufistik. Sebab, sufistik penelaahannya lebih mendalam karena penelaahannya tidak hanya pada ayat-ayat tetapi makna kehidupan atau makna kematian itu terlebih.

Wednesday, December 16, 2015

Semua Pihak Berperan Pencegahan HIV/AIDS



Impessa Dance Company berjudul 9 Perjanjian Darah Koreografer Joni Andra, tampil Kaba Festival 2 Ladang Tari Nan Jombang. Pertunjukan berlangsung gedung Manti Manuik Balaibaru pada Jumat, 11 Desember 2015 malam.

Laporan: Julnadi Inderapura, Padang

Menyimak Kaba Festival tahun lalu, Impessa Dance Company mengangkat tema yang sama dalam pertunjukannya malam ini. Koreografer Impessa Dance Company Joni Andra pada pertunjukannya tahun lalu, dukungan artistiknya menggunakan kursi goyang.

Kursi tersebut untuk di ekplorasi dalam pertunjukan sebuah tarian yang berlangsung di gedung pertunjukan Manti Manuik Ladang Tari nan Jombang pada tahun silam. Maka, personifikasi kursi goyang tersebut menjadi simbol dari kasih sayang. Penggambaran tokoh Giyan, seseorang yang mengidap penyakit HIV/AIDS terkucilkan di tengah lingkungan beradanya. Padahal penyakit tersebut tentu tidak diharapkan oleh Giyan.

Namun, penyakit HIV/AIDS tersebut didapatkan Giyan sejak dalam kandungan. Ibu Giyan lah menurutkan penyakit tersebut. Giyan menanggung akibatnya sehingga harus berjuang melawan penyakit. Sebab, Giyan anak yang tidak berdosa karena masih kecil itu sangat membutuhkan kasih sayang. Namun, karena alasan penyakit HIV/AIDS tersebut Giyan kucilkan. Koreografer Impessa Dance Combani menjabarkan dalam tariannya dengan dukungan metafor kursi goyang sebagai simbol kasih sayang.

Konsistensi Joni Andra untuk mengangkat tema yang lebih urban dalam tariannya itu, mampu menggugah mainset penonton pada tatanan nilai. Bahwa, Joni Andra membuka diri untuk memperjuangkan penderita HIV/AIDS dengan pemberlakuan yang sama, sehigga tidak ada perbedaan, intimidasi terhadap HIV/AIDS. Sebab, penderita HIV/AIDS juga butuh kasih sayang serta perhatian yang sama di tengah kehidupan sehari-hari. Sehingga, perhatian dan kasih sayang itulah penderita HIV/AIDS bisa berumur lebih panjang, karena ada motivasi dilingkungannya sendiri.

Selanjutnya, Kaba Festival 2, Jumat, 11 Desember 2015 Impessa Dance Company kembali mengangkatkan tema HIV/AIDS. Tema yang sama dengan tahun lalu. Hal ini tentu menarik untuk di simak dari segi artistiknya, baik dari musik, tata cahaya serta alur tarina serta properti dalam pertunjukan "9 Perjanjian Darah" tersebut.

Kaba Festival tahun ini, dukungan artistik Joni Andra terus mengalami perkembangan. Joni Andra memperketat penguatan dukungan artistik dalam pertunjukannya dengan menghadirkan tiga buah tong (drum) di pentas. Tiga buah drum di atas panggung tersebut terselip pesan, ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai harus berperan dalam upaya pencagahan HIV/AIDS. Tiga buah drum tersebut disimbolkan dalam petatah petitih minang "tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan,".

Joni Andara dalam peristiwa tariannya telah membuka ruang imajinasi penonton untuk menelaah astistik yang dimainkan. Personifikasi tong yang dipukul oleh penari untuk melahirkan musik perkusi di atas pentas. Namun, pukulan itu seperti bulan tabuh sebagai penanda. Bahwa, persoalan HIV/AIDS juga harus menjadi pembahasan dan Kajian oleh Alim Ulama, Cadiak Pandai serta Ninik Mamak.

Kemudian tong tersebut juga memberikan penada pekaba bahaya seperti kentongan pos jaga di kampung-kampung. Selanjutkan, eksplorasi musik dengan melahirkan bunyi musikalitas yang sunyi di atas pentas. Musikalitas dan tarian itu seakan mengisahkan tungku tigo sajarangan yang tidak lagi bersuara dalam pencegahan HIV/AIDS di tengah masyarakat. Joni Andra begitu rapi  menjaga dan menata artistik pertunjukan yang di rancangnya itu. Sehingga kegamangannya dan kegelisahannya melihat budaya minang hari ini tergambar dalam pertunjukan tersebut.

Ratu Selvi Agnesia seorang pengamat teater menyebutkan pertunjukan Impessa Dance Company Koregrafer Joni Andra ini gagasannya sungguh menarik dan mengejutkan. Karena tema yang berhubungan dengan HIV/AIDS itu merupakan tema lebih dikenal oleh masyarakat. Kemudian, hubungan homosek sual dengan lawan jenis juga persolaan lebih dekat dalam kehidupan sehari-hari. 

Ratu Selvi Agnesia memberikan penggambaran terhadap pertunjukan Joni Andra. Ratu Selvi Agnesia memberikan sebuah tafsiran terhadap tong tersebut dimetaforakan sebagai kondom atau (alat kontrasepsi). Ratu Selvi Agnesia menilai bahwa potensi tarian tersebut tidak hanya didasari sebagai semua penarinya Impessa Dance Company adalah laki-laki. Namun, hubungan lawan jenis tersebut telah tercermin dalam gerakan-gerakan tarian Koreografer Joni Andra.

Pertunjukan tersebut menurut Ratu Selvi Agnesia sangat "mengejutkan". Sebab mereka (penari) menggunakan teknik-tenik tari yang cukup mengejutkan dengan gerakan yang energik. Karena, pertunjukan tari di Jakarta sendiri, bagi Ratu Selvi Agnesia tidak ditemukan teknik tari dengan energi yang luar biasa tersebut. Meskipun latar belakang penari-penari yang dimiliki Joni Andra tersebut beragam. Penarinya bukan berasal dari akademisi tari. Tapi, mereka adalah orang seperti masyarakat umumnya, seorang pekerja, pedagang kaki lima. Namun sangat menarik sekali dengan teknik tariannya begitu bagus. Apalagi mereka mengangkat tema yang dekat dengan masyarakat kehidupan masyarakat, yakni tema urban tetang HIV/AIDS. Hal tersebut menjadi kelebihan dalam pertunjukan yang baru saja berlangsung.

Disamping itu, Ratu Selvi Agnesia juga mengurai sisi kelemahan pertunjukan "9 perjanjian darah" Koreografer Joni Andra tersebut. Ratu Selvi Agnesia berpandangan bahwa pertunjukan tersebut masih terdapat kekurangan. Ratu Selvi Agnesia melihat kekuran tersebut pada perpindahan dari peristiwa atau penyampaian pesan dari pragmen satu ke pragmen yang lain tidak jelas. Sehingga mempengaruhi terhadap drama turgi tarian yang ingin disampaikan oleh Koreografer, termasuk pola lantai yang masih kacau. Kemudian ditambah pula dengan insiden lampu yang mati, sehingga tata cahaya pertunjukan pun mati.

Ratu Selvi Agnesia mengakui bahwa pertunjukan ini sesungguhnya menjadi pertunjukan yang menarik untuk sebuah tontonan. Pertunjukan tersebut menurutnya sebuah konsep lokal sangat menarik untuk di cermati. Tatapi juga akhirnya tidak terlalu jelas apa yang akan disampaikan dalam tarian tersebut.

Sesunggunya yang paling menarik adalah potensi Kaba Festival ini. Bagaimana kita memaknai tradiri tersebut sebuah sadisme. Tradisi tersebut selalu mengalami perkembangan, dalam arti persoalan-persoalan minang yang sangat tradisi itu dibahas kepermukaan. Bagaimana ABS-SBK tersebut sebagai acuan. Kemudia, bagaimana masyarat minang selalu beraspora, sehingga orang minang yang menjadi kosmopolitan berfikiran luas dan lebih terbuka.

Menurut Ratu Selvi Agnesia, bahwa Kaba Festival ini menariknya adalah mempunyai potensi untuk membongkar persoalan minang yang kosmopolitan.

Sementara itu, Budayawan Sumbar Darman Moenir menyebutkan bahwa diminang kabau ada ungkapan, 'adat dipakai baru, kain di pakai urang'. Nah, inilah sebuah kreatifitas. Pencapaian-pencapaian koreografer tersebut susuai dengan falsafah minangkabau itu sendiri.

Dia menilai selama ini gerakan silat dan gerakan randai telah dimodifikasi sedemikian rupa. Sehingga jadihlah wujud tarian yang manarik untuk di mikmati. Hal itu merupakan capaian-capaia yang luar biasa dari kreator seni. Pertunjukan yang patut di apresiasi.

Melihat perkembangan musik dan tari saat ini, perkembangannya dimasa depan akan lebih pesat lagi. Jika dibandingkan dengan musik Ipsi di timur tengah, atau tari apece di Amerika Serikat. Hal itu di garap oleh koreografer dan musisi sangat luar biasa. Hal itu, telah ada di minangkabau dan sangat luar biasa pertumbuhan serta perkembangannya.

Kaba Festival ini telah menjadi inven Internasional. Impessa Dance Company dengan umurnya yang masih muda dengan penari-penari, sebelumnya mencintai tari brigdenc barat. Saat ini Joni Andra telah menemukan penarinya dengan tubuh lokal minang itu sendiri. Sehingga dalam pertunjukan mencerminkan gerkan tradisi minang itu sendiri.

Meskipun Kaba festival, bersentuhan secara langsung antara Joni Andra dengan Efi Mefri. Namun, kedua koreografer ini memiliki ciri Khas masing-masing. "Joni Andra adalah Joni Andra. Eri Mefri adalah Eri Mefri," tegasnya

Pertunjukan Posmo Tradisi Tanpa Kata Ranah Performing Art Compeny



Pertunjukan Ranah Performing Art Compeny berjudul Mite Kudeta Direktur Artistik S Metron Masdison, Kaba Festival 2 pada Sabtu, 12 Desember 2015 malam di Gedung Pertunjukan Manti Manuik Ladang Tari Nan Jombang, Balai Baru Kuranji Padang. 

Laporan: Julnadi Inderapura, Padang

S Metron Pimpinan Ranah Performing Art Company
...Apuang-ampuang si tinjau lauik, tampak nagari mudiak si gudang garam, hiduik bak namo si limau hanyuik, indak tantu tampek diam...

Begitulah dedang disampaikan pekaba dalam pertunjukan Ranah Performing Art Compeny. Pertunjukan yang berdurasi kurang lebih 45 menit itu sungguh menguras tenaga para pemain. Pertunjukan yang minim kata itu, dieksplorasi pada musik. Interpretasi kata dan dialog telah diwakilkan pada musik. Kata dan lialog tidak dimunculkan melainkan melalui musik serta gerak tubuh para pemain di atas pentas.

Setelah semua lampu ruangan pertunjukan mati, lalu tiba-tiba muncul sebilah cahaya. Panguatan simbol yang dipakai saat pertunjukan berlangsung dengan menghidupkan lilin. Direktur Artistik S Metron Masdison memulai pertunjukannya pada sebuah cahaya kecil dari lilin.

Ada metafor baru dari menghidupkan lilin, bahwa kehidupan baru saja dimulai. Cahaya kehidupan baru saja berlangsung jika di tilik dari perjunjukan Ranah Performing Art Compeny. Seperti kembali pada masa lampau saat listik belum ada. Satu persatu lilin dinyalakan sebagai penerang ruangan saat malam hari.

Sementara itu, disisi kanan panggung, seorang pelakon duduk di kursi. Ia menjadi simbol dari penghulu rajo yang menyaksikan anak-kamanakan belajar randai. Randai sendiri merupakan pamainan anak nagari dalam kehidupan bermasyarakat minangkabau.

Namun, dalam pertunjukan S Metron Masdison berjudul Mite Kudeta seolah-olah randai menjadi lain. S Metron Masdison mencoba menggambarkan sesuatu yang lebih "maju" terhadap randai. Artinya, randai dimainkan tidak lagi dalam sebuah lingkaran. Namun tetap pada konsep randai itu sendiri didalamnya ada unsur dendang, musik dan tari. Kemudian tapuak galembong "dipindahkan" pada properti pendungkung permainan seperti kursi-kursi panjang dari bambu. Sehingga muncul perkusi musik yang dinamis.

S Metron Mardison menginginkan bentuk randai yang tidak menjadi tradisi. Jika melirik dari perkembangan seni teater saat ini tidak hanya terpatok kedalam kata saja. Namun, telah melingkup seni seutuhnya seperti teater, musik, tari. Menurut S Metron Mardison, pertunjukan tersebut sesungguhnya merupakan randai. Tetapi tidak mengikuti randai pada umumnya seperti yang dikenal sayarakat. Jika mengikuti tradisi tersebut, maka pertunjukan malam ini akan menjadi randai tradisi. S Metron Masdison menggambarkan pertunjukannya sebagai randai  Postradisi, sesuatu yang berangkat dari tradisi kemudian berangkat dan bergerak maju.

S Metron Masdison mencoba menjadikan narasi sejarah yang dicoba untuk postradisi. Sebab, kaba yang merupakan sastra lisan harus dilanjutkan pula oleh pekaba selanjutnya. Kemudian bagaiman cara pandang masyarakat minang terhadap narasi kaba tersebut. Apakah kaba sebagai pedoman hidup, kaba sebagai jalan kehidupan, atau justru kaba hanya sekadar igau saja, bahwa kaba menjadi pedoman hidup dan tempat belajar dalam kehidupan sehari-hari. Sastra lisan, kaba ini tetap dipertahankan di tengah masyarakat minang.

S Metron Mardison menginginkan farian terbaru terhadap randai, sebagai sumbangsih terhadap kaba itu sendiri. Sebab, menurut S Metron sebagai seniman hari ini, dirinya telah membaca kaba, inilah kaba saat ini yang harus disampaikan dalam pertunjukan tersebut.

Namun pada dasarnya pertunjukan tersebut tetap dipengaruhi oleh pertunjukan sebelumnya "Sandiwara Pekaba". Pertunjukan "Sandiwara Pekaba" sebelumnya juga beranjak dari tradisi, artinya tradisi yang posmo. Makanya pertunjukan "Mite Kudeta" ini sesungguhnya berakar dari "Sandiwara Pekaba" bukan dari tradisi tulen, sehingga ada kemiripan dan kesamaan.

Selanjutnya dalam pertunjukan "Mite Kudeta" juga syarat dengan metafor. Sehingga ruang perak pertunjukan serta ekplorasi melalui gerakan menghadirkan persepsi baru. S Metron Mardison melalui pemainnya di atas pentas mencoba mengagret perdebatan tentang kekuasaan. Eksplorasi yang diangkatkan dalam peristiwa pertunjukan disampaikan melalui musik saat pertunjukan. Musik tersebut hanya dapat dinikmati. Namun tidak dalam pesan yang ingin disampaikan kepada penonton.
Hal itu, terlihat dari cara pergantian teks dialog kepada musik. Meskipun musik itu menjadi sebuah cara komunikasi, karena saat mendengarkan musik, emosi kita akan berubah saat mendengarkannya. Artinya musik merupakan alat komunikasi, sehingga pada saat mendengarkan musik hati terkadang pilu, bahagia, sedih. Berbagai ekspresi dimunculkan oleh kekuatan musik pada saat mendengar. Namun, pencapaian terhadap musik sebagai dialog penganti yang diinginkan oleh S Metron Mardison tidak sampai kepada penonton.

S Metron sejatinya harus mendalami kembali musik tersebut agar pesan yang ingin disampaikan dapat terpahami oleh penonton melalui musik. Musik yang dihadirkan tidak hanya tapuak galembong yang "dipindahkan" (musik) atau terkesan tempelan kepada pendukung artistik yang lain. jika bahasa teks dialog digantikan tentu harus menyesuaikan dengan musik. Apabila marah, kecenderungan musiknya seperti apa.

Pertunjukan "Mite Kudeta" merupakan pertunjukan yang berat dengan memindahkan teks dialog ke pada musik perkusi. Sebab dalam pertunjukan tersebut tidak ada dialog. Antar pemain hanya mengandalkan musik perkusi dengan memukul properti yang ada didepan mereka masing-masing. Properti sebagai pendukung atistik juga melahirkan musik. Pertunjukan "Mite Kudeta" akan lebih menarik lagi apabila menghadirkan ekpresi dan ekplorasi musik sesuai kebutuhan pertunjukan. Termasuk kebutuhan tesk menjadi musik. Sebab, pada teks dialog juga terdapat emosi. Apalagi teks dialog "dialihkan" pada musik. Antara teks dialog dan musik, keduanya sama-sama memiliki emosi. 

Misalnya, seorang utusan memberikan sebuah "kotak" kepada Cindua Mato. Kemudian kota tersebut di interpretasikan sebagai bayi Dang Tuanku dan Puti Bunsi. Sejatinya "kotak" yang menjadi simbol bayi tersebut adalah diberikan kasih sayang. Apa padanan musik yang lebih dekat terhadap "kasih sayang". Namun, "kotak" tersebut justru dipukul dengan keras. Hal, ini contoh kecil yang harus dipertimbangkan lagi Ranah Performing Art Compeny.