Thursday, September 29, 2016

Jamur Tiram Angkat Ekonomi Masyarakat



Jamur Tiram menjadi salah satu jenis jamur yang banyak dikonsumsi dan diolah oleh masyarakat Indonesia. Sehingga banyak dijumpai pemasarannya di tengah masyarakat. Untuk itu, Kota Sawahlunto tepatnya di Desa Kolok Nantuo Kecamatan Barangin kembali kembangkan Jamur Tiram. Meskipun sebelumnya pernah dikembangkan dengan mengemas berbagai pengolahan jamur Tiram tersebut.

Adeks Rossyie Mukri, Kepala Desa Kolok Nantuo Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto, saat ditemui Rabu, 28 September 2016 mengatakan bahwa pada tahun 2009 hingga 2013 pernah dibudidayakan Jamur Tiram tersebut. Namun karena masih sulitnya untuk dipasarkan sehingga petani Jamur Tiram tidak lagi memproduksi Jamur.

"Masyarakat kita sebelumnya hanya bisa menanam, kemudian memanen jamur tersebut. Tetapi untuk olahan dan pemasaran mereka belum bisa. Akibatnya, saat ini tidak ada lagi masyarakt yang membudidayakan jamur tersebut," ungkapnya.

Ia melanjutkan bahwa karena Jamur Tiram sebelumnya pernah ada di Desa Kolok Nantuo maka pemerintah desa kembali dorong budidaya jamur tiram dari petani dengan membektuk kelompok. Program ini bertujuan untuk dikembangkan dengan memperluas pangsa pasar, seperti perhotelan di Bukittinggi, Batam dan Pakanbaru. "Kita telah menyiapkan pangsa pasar tersebut, namun harus menyiapkan produksi jamur 1 ton dalam seminggu. Maka, untuk menyiapkan hal tersebut maka diperlukan pelatihan," ungkapnya.

Kemudian, terang dia, sosialisasi tersebut berupa pelatihan teknis terhadap bududaya Jamur. Pelatihan akan diberikan oleh UPTD Balai Penyuluhan Pertanian (UPTD-BPP). Selanjutnya, masing-masing kelompok juga akan diberbantukan permodalan dengan Alokasi Dana Desa (ADD). Untuk tahap awal masing-masing kelompok akan diberikan modal Rp10 juta. Namun, jika prospeknya bagus dan terus mengalami perkembangan serta bahan olahan home idustri berupa sanara dan prasarana maka diberbantukan hingga Rp100 juta dari ADD.

"Saat ini ada dua kelompok yang telah bersedia untuk membudidayakan Jamur Tiram tersebut. Masing-masing kelompok beranggota sepuluh orang. Maka, pengembangan budidaya Jamur Tiram ini akan dilalukan sosialisasi kepada kelompok. Sosialisasi akan dilakukan pada minggu pertama di bulan Oktober," tuturnya.

Selanjutnya, kata dia, Jamur Tiram ini sebelumnya pernah  dibangun oleh industri rumah tangga (home industri) yang mengatasnamakan koperasi. "Koperasai tersebut beranggotakan keluarga artinya pribadi. Maka, koperasi tersebut bergerak sendiri dan jalan sendiri sampai mencari pangsa pasarnya. Lama kelamaan tutup dan tidak lagi berproduksi dibarengi dengan pangsa pasar yang sulit," sebutnya.

Ia melanjutkan, meskipun Jamur Tiram tersebut pernah dipasarkan di swalayan di Padang dengan kemasannya masih standar berbungkus plastik. Jamur Tiram tersebut di jual berupa jamur olahan seperti krispi, seperti makan kering. Namun, hingga saat ini petani Jamur Tiram tidak lagi memproduksi jamur tersebut karena sulitnya memasarkan Jamur Tiram setelah panen.

"Maka, potensi tersebut perlu dikembangkan kembali menjadi home industi bagi masyarakat untuk meningkatkan hasil pendapatan. Potensi tersebut perlu didukung dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat," ungkapnya

Semalam di Soedut Kampoeng Ajarkan Generasi Muda Membuat Janur



Suprianto, (tengah) Ajarkan Generasi Membuat Janur
Suara anak berlarian di halaman komplek Goedang Ransoem membawa anyaman daun kelapa muda (pucuk daun kelapa) dalam bahasa Jawa disebut Janur. Disela- sela tamu undangan untuk lesehan diatas tikar pandan itu lah anak-anak berlarian sembari tertawa ngekeh diiringi musik Orkesra Keroncong Buana Lestari (OK Buana Lestari) tampil diatas pentas.

Pada setiap sudut, dipasang lampu togok yang menyilang diketinggian, memper-lihatkan suasana malam yang sakral. Pelestarian sejarah dan kebudayaan semalam di Soedut Kampoeng menampilkan seni tradisi, Kuda Kepang, Orkesra Keroncong Buana Lestari, Silek Tuo, Randai. Selanjutnya, komplek tersebut juga menjual jajanan tempo doelu, dan bandek untuk sajian ke pengunjung.

Acara pojok kampoeng tersebut bertujuan agar masyarakat sekitar bisa bersilaturrahmi menampilkan kebudayaan yang ada di Kota Sawahlunto dengan cara bergantian. Rutinitas, menampilkan Silek, randai, keroncong, tari, baik dari etnis Jawa, Batak, Minang yang bergantian ditampilkan. Sesuai dengan fisi dan misi kota mewujutkan kota tambang menjadi kota wisata yang berbudaya. Sehingga seni dan budaya yang ada di Sumatera Barat pada umumnya, kota Sawahlunto khususnya. Kegiatan ini diadakan setiap bulan pada hari Sabtu diminggu pertama.

Kegiatan malam itu, apapun seni tradisi yang ada di kota Sawahlunto ditampilkan, termasuk kerajinan tangan seperti membuat Janur. Karena janur merupakan salah satu bagian dari adat istiadat Jawa, khususnya dalam pesta pernikahan. Karena Tansi merupakan kampung seni, sehingga diajarkan kepada generasi agar kerajinan tangan seperti anyaman (Janur) tidak hilang begitu saja ditelan jaman atau telan masa.

Tokoh Masyarakat Suprianto,56, warga Tansi Baru, RT04 RW02, menyebutkan bahwa yang lebih spesifik dari keseluruhan seni yang ada kerajinan tangan atau anyaman (janur) diajarkan cara pembuatannya kepada generasi muda. Khususnya kepada kenerasi mudah yang hadir pada malam ini, dalam artian menjemput bola dan terjun langsung ketengah masyarakat.

Janur untuk saat ini susah orang mencari untuk kepentingan adat Jawa. Karena tidak ada pengrajin untuk membuat Janur secara umum di kota Sawahlunto, banyak pesanan sehingga tidak terkafer oleh kita. Makanya, saat ini diadakan latihan secara langsung untuk pembuatan Janur tersebut. Kita melihat respon masyarakat untuk belajar pembuatan Janur. Ternyata masyarakat sangat antusias untuk belajar membuat Janur, khususnya genersasi muda.

"Saya sendiri untuk satu hari ada yang membutuhkan Janur empat buah. Maka pembuatan janur tersebut tidak terkejar. Sebab, pembuatan janur itu kerjanya ringan namun membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena Janur itu sendiri pada akhirnya berbentuk suatu bangun, berbentuk bulat, meruncing ke atas dengan falsafah menghadap pada yang satu atau sang khalik," ungkapnya kepada penulis, Jumat 23 September 2016 sembari membuat burung dari anyaman daun kelapa muda.

Ia mengaku untuk membuat satu buah Janur bisa memakan makan waktu empat sampai enam jam. Maka, untuk satu satu buah Janur dijual Rp 200 ribu. Berbeda dengan Janur kreasi mengarah pada rangkaian bunga. Kita juga bangaimana bisa mengembangkan rangkain bunga untuk kota Sawahlunto.

Ia menyebutkan bagian dari Janur tersebut digunakan dalam adat Jawa, khususnya dalam acara temu pengantin. Maka, dalam adat Jawa harus memakai Janur yang dinamakan 'Kembar Mayang'. Jadi, tradisi adat dan istiadat Jawa yang sarat dengan makna dan falsafah. Sebab Budaya adalah Tradisi yang terpola dari sekelompok orang atau masyarakat.

"Jadi, 'Kembar Mayang' dalam adat istiadat Jawa dilambangkan dengan 'Janur' yang diartikan dengan 'Jan Manusia yang diberikan Nur Ilahi'. Maka 'kembar mayang' atau dinamakan dengan pengantin pada acara pengantin. Artinya, pengantin adalah pasangan (lelaki dan perempuan). Maka 'Janur' tersebut maknya manusia itu telah menemukan pasangannya," katanya.

Makanya dikatakan bahwa 'Kembar Mayang' adalah 'kembar' artinya sepasang, yakni laki-laki dan perempuan (pengantin). Jadi, dua anak manusia menemukan pasangannya. Selanjutnya, dalam adat istiadat Jawa disebut 'Temu Manten' dalam istilah Minang disebut juga menjemput 'Marapulai' atau mempertemukan 'Anak daro jo marapulai'. Maka, dalam kegiatan mempertemukan 'anak daro jo marapulai' tersebut disambut dengan tarian galombang serta petatah petitihnya dan seterusnya sampai 'anak daro jo mara pulai' duduk di pelaminan. Kemudian, dalam adat istiadat Jawa digunakan 'Janur' sebagai simbol 'manusia yang ditemukan pasangannya.

Selanjutnya, 'temu manten' tersebut ada tatacara yang disebut 'Pawiwahan Panggeh Temu Manten' artinya antara pengantin pria dan wanita di pertemukan. Setelah mereka menikah dan masuk pada prosesi 'Temu Manten' untuk duduk di pelaminan, tentu melewati rangkaian atau prosesinya. Maka, disana dibutuhkan, karena adat istiada, adat yang diadatkan dipakailah yang namannya 'kembar mayang'.

'kembar mayang' itu sendiri dibutuhkan adalah simbol dari mempertemukan manusia dengan manusia atau pasangan atara pria dan wanita. Tetapi dalam pembuatan 'kembar mayang' itu sendiri dalam adat pada 'Janur' terbuat dari daun kelapa yang muda dilengkapi dengan Keris, Walang, Pecut (cambuk) dan Burung.

"Keempat simbol tersebut menjadi penting dan dilengkapi dengan hiasan lain seperti daun-daun dan bunga. Karena ada tumbuh-tumbuhan yang dianggap memiliki nilai 'megis' dan memiliki kekuatan. Maka janur itu sendiri syarat akan falsafah seperti Keris merupakan sejata yang pada umumnya digunakan untuk membunuh. Namun, pada Janur ini keris menjadi simbol dari  dari pertahanan diri. Jika diartikan lebih luas, senjara itu sendiri diartikan adalah sebuah ilmu. Maka, manusia harus memiliki ilmu dan dalam agama pun dijelaskan bahwa setiap orang Islam memiliki ilmu," ungkapnya sembari mengiris daun dengan pisau.

Selanjutnya orang yang ber-ilmu sering diasumsikan dengan orang yang memiliki kekuatan gaib. Maka, dalah hal ini keris menjadi simbol sebagai ilmu pengetahuan untuk melangkah pada kehidupan 'baru' (setelah menikah) dibutuhkan pengetahuan dalam membina rumah tangga. Sehingga apapun kebutuhan dalam membina rumah tangga dalam berjalan dengan baik.

Sekalipun simbol yang harus dipertahankan serta diperjuangkan harus tetap dipelihara oleh individu, sosial bermasyarakat dan bernegara. Maka, dalam hal ini dibutuhkan 'senjata' (keris) atau ilmu pengetahuan untuk membina rumah tangga.

Kemudian, Walang atau Bilalang, merupakan simbol dari pekerja keras. Sehingga dalam membina rumah tangga harus bekerja keras. Cambuk, merupakan simbol dari pantang menyerah dan tidak mudah putus asa. Maka, cabuk adalah spirit yang lahir dari seseorang untuk terus bergerak maju. Sebab, dalam membina rumah tangga dalam adat Jawa dikatakan bahwa memenuhi Sandang (pakaian), Pangan (makanan), Papan (rumah).

Burung merupakan simbol dari pelambangan cinta-kasih yang penuh kesetiaan dan pantang menyerah serta setia. Meskipun secara sifikasi tidak disebutkan jenis burungnya apa. Burung tersebut meskipun terbang kemana-kemari untuk mencari makan namun tetap kembali pulang kepada anak-anaknya. Karena ada rasa tanggungjawab terhadap kaluarga dan tidak gampang menyerah.

Maka, jika dibolehkan berandai-andai simbol burung yang banyak digunakan adalah merpati, sebab merpati tidak pernah ingkar janji. Suprianto, menganalogikan kisah sepasang burung dara (merpati) pasangannya meninggal. Lalu, merpati tersebut berbang kehutan hingga pada dahan pohon. Setiap saat perpati tersebut selalu hinggap pada dahan pohon tersebut. Tanpa disadari dahan pohon tersebut berdekatan dengan mawar putih. Karena merpati berduka ditanyakan oleh mawar putih. Lalu, merpati menceritakan bahwa ia telah kehilangan pasangannya.

Karena, selalu dan selalu bersama dan berdekatan sehingga perpati pun jatuh cinta keada mawar. Mawar dengan berat hati menerima cinta merpati. Namun, karena selalu didesak menikah oleh merpati tersebut, akhirmanya mawar membuat syarat. Jikalau merpati mencintai aku kata mawar, bisa tidak menjadikan aku menjadi merah. Maka disanggupi oleh merpati sehingga merpati melukai tubuhnya dan lakukan untuk mawar sehingga mawar tersebut merah oleh darah merpati. Artinya, untuk menunjukan merpati rela berkorban hingga mati karena kehabisan darah.

"Maka, makna yang dapat diambil adalah merpati memperlihatkan kesetiaannya, sehingga ia rela berkorban meskipun nyawanya diambil," tuturnya.

Ia menyebutkan bahwa kegiatan Semalam di soedoet Kampoeng tersebut merupakan kegiatan sosial. Sehingga peserta penampil pun tidak dalam kegiatan tersebut tidak dibayar. Sehingga kegiatan tersebut dari masyarakat untuk masyarakat. "Kegiatan ini adalah bentuk memupuk dan menjaga keakraban dan silaturrahmi antar sesama. Sehingga siapa pun dan dari group lain pun boleh tampil di panggung pada kegiatan selama di soedout kampoeng karena tidak membayar dan tidak pula dibayarkan oleh penyelenggara. Ini murni semangat bersama dan kebersamaan," katanya.

Pelestarian Sejarah dan Kebudayaan Semalam di Soedut Kampoeng Ajarkan Seni Tradisi Ke Generasi Muda

Semalam di Soedoet Kampoeng Pelatihan Membuat Janur
Acara Semalam di Soedoet Kampoeng berangkat dari sebuah ide dari Komunitas Heritage Sawahlunto. Sehingga terbesit untuk menggagas kegiatan tersebut dijadikan sebuah iven bulanan.

Kegiatan tersebut, dilaksanakan karena melihat dari kurangnya dan daya minat remaja akan budaya seperti keahlian dan keterampilan dimasa lalu, namun sekarang telah menurun. Remaja telah mulai menurun semangatnya untuk memper-tahankan seni budaya yang ada di sawahlunto.

"Maka, timbulkan keinginan untuk membentuk komunitas beranggotakan remaja, desawa dan tua dengan tujuan bersama melestarian segala kekayaan, meliputi seni budaya, sosial, permainan anak nagari termasuk berbagaimacam makanan dan sebagainya yang ada di kota sawahlunto," ungkap Yopi Sagit Darmizi Ketua Komunitas Haritage.

Maka, dirangkul remaja (anggota) untuk bergabung dalam suatu komunitas heritage. Selanjutnya, remaja tersebut dibekali dengan semangat pelestarian budaya seperti Janur, bentuk makanan, kesenian berupa musik tradisional dan keahlian silat. Kemudian, kuliner yang ada kue talam, lamang baluo, wedang jahe, teh jahe dan semua itu di produksi oleh masyarakat sekitar untuk menyertakan diri sebagai peserta iven semalam di soedut kampoeng. Sehingga melihat fenomena tersebut akan keinginan untuk membuat komunitas yang fokus pada pelestarian budaya berbagai etnis di kota Sawahlunto. Kemudian, melakukan kegiatan-kegiatan sosial, muali dari permainan, dan kuliner dan sebagainya. Maka, dirangkulah generasi muda untuk menjadi anggota Komunitas Heritege. Sehingga kegiatan ini dapat diarahkan generasi muda.

"Kegiatan semalam di soedoet kampoen tersebut diharapkan akan terus bermunculan generasi baru dengan ketertarikan budaya dengan mempelajarinya. Jadi, jika ada generasi muda bisa melestarikan dan memahami serta melaksanakan apa yang diprogramkan sehingga budaya akan tetap berlanjut sampai kedepan. Sebab, ada generasi muda yang handal dan siap sebagai promotor berjalannya seni budaya di kota tua ini," kata promotor kegiatan Semalam di Soedut Kampoeng.

Kemudian, untuk kegiatan ini juga melibatkan budayawan dan pelaku seni, baik berupa keterampilan, kuliner jajanan khas tempo doelu dengan melibatkan 'pelaku' (orang tua) untuk membantu dan mengajarkan kepada generasi muda. Atau memberikan sedikit ilmu yang dimiliki berkenaan dengan seni budaya serta kerajinan lainnya. Para pelaku dan seniman tersebut bersedia berbagi tampa bayaran, sebab, kegiatan ini bersifat sosial.

Kemudian, untuk sanggar dan komunitas yang tampil tidak pada iven semalam di soedut kampoeng ini mereka tidak dibayar. Komunitas tersebut dengan sukarela dantang dan mengisi acara pada tersebut. Mereka berlatih dan menampilkan kesenian yang dimiliki pada kegiatan semalam disudut kampung tersebut.

Hal itu dilakukan dengan kerjasama dengan komunitas lain untuk saling mengisi dan melengkapi iven semalam di soedut kampoeng tersebut. Mereka mau datang pada kegiatan tersebut, sebeb untuk membayar mereka, sebagai menyelenggara tidaklah sanggup sebagai komunitas yang baru muncul.

"Komunitas helitege lahir pada 1 April 2016. Kegiatan pada malam ini merupakan kegiatan yang ke tiga kali berjalan. Insya allah kegiatan ini akan ada setiap bulan dan kegiatan ini disuppor oleh pemerintah kota Sawahlunto," katanya.

Kedepan diharapkan untuk jangka pendeknya semakin banyaknya peminat generasi muda untuk mendalami dan mempelajari apa kebudayaan kita dimasa lalu. Begitupun kebudayaan dan kearifan lokal yang ada di kota Sawahlunto di masa lalu agar mereka bisa berkembang.
"Malam ini yang berkesempatan hadir untuk melakukan aktifitas pada kegiatan semalam di soedut kampong tampil dari komunitas OK Buana Lestari Kota Sawahlunto, Perguruan Silek Tuo Gunung Timbago, Komunitas Kuali, kuda kepang," katanya.

Pemerintah Kota Sawahlunto mendorong Pelestarian sejarah dan kebudayaan semalam di Soedut Kampoeng menampilkan seni tradisi yang di gagas oleh Komunitas Halitage. Kegiatan semalam di Soedoet Kampoeng akan menjadi brand bagi masyarakat kota sawahlunto dan masyarakat Tansi Baru. Sebab, kegiatan semangatnya untuk mempertahankan seni budaya yang ada di Sawahlunto.

Efriyanto, Dinas Pariwisata Kota Sawahlunto menyebutkan bahwa Pelestarian sejarah dan kebudayaan yang bertajuk semalam di Soedut Kampoeng menampilkan seni tradisi bertujuan untuk mengangkat dan memperkenalkan kembali kepada remaja seni tradisi. Kegitan yang digagas oleh komunitas Halitage merupakan kegiatan positif yang bersifat sosial.

"Pemerintah kota tentunya mendukung serta mensuport agar kegiatan tersebut terus berjalan setiap bulan, sehingga menjadi brand dan ekon bagi masyarakat kota Sawahlunto khususnya di Tansi Baru," katanya.

Ia melanjutkan, agar kegitan tersebut terus memerus diselenggarakan maka pemerintah kota mensupor dengan penyediaan tempat dan listrik seperti Goedang Ransoem. Kemudian dari dinas pariwisata membantu dengan peminjaman peralatan berupa soundsystem. "Kita juga mensupor dengan membatu kegiatan semalam di soedoet kampoeng dengan publikasi agar kegiatan tersebut diketahui oleh masyarakat manyak," ungkapnya.

Ia berharap kegiatan semalam di soedut kampoeng yang digagas oleh komunitas Haritage berjalan dengan lancar mampu mandiri. Sebab kemandirian komunitas haritage diharapkan terus mengangkat seni tradisi yang selama ini dijauhi oleh generasi muda karena sasaran kegiatan tersebut adalah remaja.

"Selama ini, permainan anak nagari telah banyak ditinggalkan oleh generasi karena perkembangan teknologi. Makanya komunitas halitage kembali mengangkat dan memperkenalkan pada generasi muda seni tradisi, seperti membuat anyaman. Seperti membuat ketupat, janur, memperkenalkan makanan tradisional lainnya kepada generasi," katanya.

Monday, September 26, 2016

Menelusuri Danau Biru di Sawahlunto Bikin Penasaran, Keluhkan Pungutan

Danau Biru Kota Tambang Sawahlunto
Lewat postingan di media sosial (medsos) objek wisata Danau Biru di kawasan Parambahan, Kecamatan Talawi, Sawahlunto jadi booming. Kini objek wisata tersebunyi ini menjadi incaran wisatawan lokal maupun luar daerah. Bagaimana kondisinya?

Jalan menuju Danau Biru yang terjal dan berbukitan serta berliku-liku. Jalan tanah kuning yang berdebu dengan jarak tempuh dari Simpang Napa, Desa Tumpuak Tangah Kecamatan Talawi menuju Danau Biru memakan waktu sekitar 30 menit. Jalan yang berbatuan itu merupakan jalan mobil fuso mengangkut batu bara. Akibatnya rumput dan pepohonan yang ada disepanjang jalan telah menguning di baluti debu.

Danau Biru telah menjadi incaran dari masyarakat, baik kota maupun di luar kota Sawahlunto. Meskipun jalan menuju danau biru tersebut melewati pendakian dan bebatuan serta licin, apalagi saat musim hujan jalan akan menjadi becek tentunya.

Meskupun untuk masuk ke lokasi Danau Biru, terdapat tiga kali pungutan diantaranya pada pintu satu ada pungutan berupa sumbangan dari pemuda setempat. Kemudian, pintu dua retribusi dengan tiket per orang dikenakan Rp5000. Selanjutnya, sesampai dilokasi, pengunjung juga akan dikenakan biaya parkir kendaraan roda dua sebanayak Rp5000, kendaraan roda empat Rp10.000 tampa karcis.

Hal itu akan tergantikan jika sampai di puncak bukit timbunan penambang. Sementara, dibawah lereng bukit pengunjung dapat melihat danau berwarna biru. Pengunjung bisa melihat secara keseluruhan danau biru tersebut. Untuk sampai ke bibir danai buru, pengunjung harus menuruni anak tangga yang yang dipagar dengan kayu seadanya untuk bergantungan. Sebab, untuk sampai ke bibir danau pengunjung turun sejauh 50 mebawah.

Asrul, 45, pengunjung asal Solok mengatakan bahwa dirinya sengaja datang dari Solok untuk datang, melihat objek bisata danau biru yang banyak diperbincangkan orang. "Saya penasaran saja dengan danau biru ini. Saya mengetahui danau biru ini melalui media sosial. Kemudian, anak-anak juga mengajak datang menyaksikan langsung danau biru ini, karena mereka telah mengetahui lebih duluan tentang danau biru melalui medsos. Karena jarak Solok dengan Sawahlunto dekat, maka kita datang kesini rame-rame beserta anak dan istri," katanya.

Ia menyebutkan bahwa, objek wisata yang bagus tersebut masih terdapat kekurangan seperti kamar kecil. Selain itu tidak adanya perhatian dari pemerintah baik tata kelola objek wisata danau biru, termasuk malah tiket masuk dan pengelola parkir. "Akses jalan menuju kesini pun juga tidak mendukung, karena berkabut. Kemudian, parkir tidak ada karcis. Bibir danau biru yang curam dan tidak ada pembatas juga sangat mengancam keselamatan. Jika ini dikelola dengan baik tentu harapannya dapat dinikmati oleh semua kalangan. Karena saat ini kesannya hanya di nikmati oleh muda-mudi dan remaja. Kemudian yang hibby atventur dan tantangan saja," ungkapnya.

Sementara itu, ungkapan senada juga disampaikan oleh Deswi, 23, Asal Darmasraya mengatakan bahwa datang bersama tiga temannya yang lain karena penasaran dengan danau biru. "Saya penasaran aja dengan danau biru karena banyak di perbincangkan orang baik yang telah pernah datang ke sini, maupun mereka yang hanya mendapatkan informasi dari sosmed seperti facebook, twiter dan lainnya," katanya.

Ia menyebutkan bahwa pemandangan yang indah dan alamnya sejuh karena berada diketinggian sehingga dapat menikmati hembusan angin yang kecang. "Danaunya indah dan bagus. Cocok untuk selfi bersama teman-teman. Tapi, saya kapok. Saya tidak ingin lagi datang ke sini, karena jalannya yang jauh dan terjal, berliku-liku serta berkelok. Bebatuan yang besar sehingga mengocok perut. Makanya, moment ini harus di abadikan. Masuk, kesini banyak pula pungutan," ungkapnya.

Pedagang dikawasan Tambang, Tika, 23, warga Desa Tumpuk Tangah, Dusun Bukik obang, mengatakan bahwa ia berjualan di lokasi danau biru orang menyebutnya Batu Taye, sejak sembilan bulan lalu. Galian tambang ini telah berlangsung sejak tahun 1984 dan sampai tahun 1998 dan telah dihentikan penggalian. Sebab, meskipun batu bara masih banyak terdapat di penggalian tersebut namun penggalian tidak dapat dilanjutkan karena ada mata air. Sehingga air tidak dapat di kendalikan, kemudian penggalian ditinggalkan.

"Sebetulnya dulu danau galian tambang ini sangat luas, namun sebagian telah ditimbun untuk membangun jalan. Karena galian melanjutkan galian disebelahnya, maka danau ini menjadi lebih kecil," ungkap Tika Pedagang dilokasi Danau Biru kepada penulis, Sabtu, 17 September 2016.

Ia menyebutkan bahwa Danau Biru telah menjadi incaran dari masyarakat, baik kota maupun di luar kota Sawahlunto. "Banyak pengunjung yang datang dari luar kota dan bahkan di luar Sumatera barat. Pengunjung datang ke danau biru karena mereka penasaran dan ingin melihat secara langsung danau biru tersebut," ungkapnya.

Ia menjelaskan bahwa pengunjung banyak datang pada saat libur kerja dan akhir pekan. Sabtu dan minggu banyak pengunjung yang datang dari dalam dan luar kota untuk menikmati keindahan danau biru. "Kalau hari lebaran bisa jual beli per hari mencapai Rp 900 ribu, kalau hari biasa sabtu minggu berkisar Rp500 ribu perhari. Jadi, sejak berjualan ditempat ini bisa menambah penghasilan keluarga. Yang berjualan disini sebetulnya mama, saya cuma membantu," ungkapnya.

Ia mengaku berjualan dilokasi danau biru tersebut tidak ada larangan dari pihak pengelola tambang. Namun ada batas-batas tertentu yang tidak dibolehkan oleh pihak PT seperti membawa kendaraan melewati jalan menuju bibir danau. Karena kendaraan penambang melewati jalan tersebut. Kecuali dengan berjalan kaki.

"Hingga saat ini belum ada larangan dari pihak PT untuk berjualan di sekitaran danau biru. Berjualan di kawasan ini pula tidak ada pungutan biaya dari pengelola tambang. Karena lokasi ini merupakan tanah ulayat masyarakat," katanya.

Zulkifli, Kepada Desa Tumpuk Tangah Kecamatan Talawi mengatakan bahwa saat ini danau biru merupakan suatu obejek wisata baru. Lokasi Danau Biru bekas galian tambang tersebut merupakan isin usaha pertambangan PT AIied Indo Coal (AIC) Jaya. "Karena masih dalam IUP PT AIC pemda tidak bisa mengelola danau biru tersebut menjadi objek wisata baru di Kota Sawahlunto. Kemudian, jika ada pungutan untuk masuk kelokasi wisata tambang tersebut merupakan pungutan ilegal," katanya.

Ia menyebutkan bahwa danau tersebut terbentuk karena bekas galian tambang batu bara dan telah ditinggalkan pada tahun 1998 lalu. "Berdasarkan informasi yang kita terima IUP PT AIC telah diperpanjang hingga tahun 2021. Jadi pemda tidak bisa mengelola danau biru tersebut menjadi objek wisata. Disamping itu, tanah tersebut merupakan tanah kehutanan. Jadi apabila IUP PT tersebut habis tanah tersebut kembali kekehutanan. Belum bisa langsung di kelola oleh pemda, baru dari kehutanan kepada pemda. Masih jauh prosesnya lagi, jika pemda ingin mengelola danau biru tersebut menjadi obejek wisata," terangnya.

Bekas galian tambang batubara PT AIC Jaya berubah menjadi danau berwarna biru. Bekas tambang batubara tersebut saat ini masih dalam lingkup IUP PT AIC yang telah ditinggalkan karena tidak lagi memproduksi batubara di kawasan tersebut.

Termpisah Jepri, Pimpinan PT AIC Jaya saat dihubungi Selasa, 20 September 2016 mengatakan bahwa pihaknya telah memasang batas-batas dan pelarangan untuk tidak masuk ke lokasi tambang. "Pengunjung diperbolehkan melihat lokasi danau biru, namun tidak dibenarkan masuk ke areal tambang khususnya danau biru. Maka dari itu, pihaknya telah memasang plang larangan untuk tidak masuk ke areal tambang," ungkapnya.

Ia mengatakan bahwa pengunjung sebetulnya tidak dibenarkan masuk ke areal tambang khususnya danau biru. "Karena banyak pengunjung yang membandel dan masuk ke areal tambang makanya plang pemberitahuan dipasang disekitaran lokasi. Kerena, areal tambang tersebut juga membahayakan bagi keselamatan pengunjung," katanya.

Selanjutnya, untuk pengembangan dan revitalisasi tambang tersebut menjadi objek wisata, kebijakannya langsung dari pusat. "Kita tidak berani untuk melakukan revitalisasi danau biru tersebut menjadi tempat wisata. Jika pemerintah daerah ingin mengelola danau biru tersebut untuk direvitalisasi maka, pengurusannya langsung ke pusat," katanya.

Ia mengaku belum mengetahui secara untuk detail bekastambang tersebut. Karena keberadaannya di kota Sawahlunto baru, sehingga belum mengetahui berapa luas dan kedalaman danau bekas tambang tersebut. "Lokasi danau biru memang masih dalam IUP PT AIC Jaya sebagian. Tetapi untuk revitalisasi kita belum mengetahui, karena bergantung pada kebijakan pusat," katanya.

Sementara itu, Meddy Azhar Manager ADM, mengatakan bahwa danau Biru yang menjadi incaran banyak wisatawan baik dalam maupun luar kota. "danau biru yang disebut masyarakat, sebenarnya kami menamakan Kolam. Nah, kolam ini sendiri telah ada sejak bekerja. Namum yang lebih mengetahui diteilnya adalah Kepala Teknis Tambang (KTT)," akunya.

Galian Tambang Batubara PT AIC Jaya, menjadi danau karena galian tersebut dipenuhi air saat hujan sehingga berbentuk danau. Karena pengaruh endapan air saat hujan dan kadar asam air yang tinggi, sehingga berpengaruh pada cahaya pantulan matahari terhadap warna danau tersebut berubah menjadi biru. Sehingga masyarakat sekitar menyebutnya sebagai danau biru.

"Danau biru tersebut saat ini telah menjadi ikon dan obejek wisata bagi kota Sawahlunto. Wisata danau biru tersebut telah menjadi incaran masyarakat kota Sawahlunto dan bahkan di luar sumatera barat untuk datang berkunjung ke objek wisata baru tersebut. Meskipun demikian, obejek wisata baru tersebut tidak didukung sepenuhnya oleh pemerintah kota Sawahlunto karena sekaitan dengan izin IUP pertambangan PT AIC," ungkap Rovanly Abdam, Sekda Kota Sawahlunto.

Ia menjelaskan bahwa untuk revitalisasi dan upaya pendukungan pemerintah untuk menjadikan wisata baru danau biru dikembangkan menjadi wisata yang representataif dan potensial. Pemerintah sebetulnya ingin mengembangkan objek wisata danau biru tersebut, namun lokasi danau biru tersebut berada dalam wilayah izin pertambangan PT AIC. Sehingga pemerintah kota tidak menyembangkan objek wisata danau biru tersebut karena masih dalam IUP PT AIC. Maka, untuk melakukan revitalisasi terhadap danau biru tersebut maka IUP PT AIC harus dilepaskan terlebih dahulu.

Meskipun saat dikawasan Danau Biru tersebut tidak ada lagi aktifitas menambang, namum secara hukum danau biru tersebut berada dalam IUP PT AIC. Jadi, tentu pemda belum bisa mengembangkan lansung kawasan wisata Danau Biru tersebut. Walaupun manyak masyarakat yang datang berkunjung menyaksikan langsung danau biru tersebut.

Meskipun demikian, kedepan pemerintah kota akan menciutkan wilayah pertambangan tersebut khususnya dilokasi Danau Biru untuk direvitalisasi. Hal itu bergantung pada kapan masa berlaku dan habis masa izin PT AIC tersebut. Maka, untuk perizinan pertambangan saat ini dikeluarkan langsung dari provinsi sehingga pemko belum mengetahui kapan izin PT AIC tersebut habis.

"Untuk dilakukan revitalisasi tersebut terkendala izin usaha pertambangan PT AIC. Karena danau biru tersebut berada di wilayah izin PT AIC tersebut," terangnya.

Sementara itu, sejak izin PT AIC dikeluarkan maka kawasan tersebut menjadi wilayah PT AIC tersebut. Namun, saat ini barangkali ditinggalkan atau justru tidak dipakai lagi, sehingga terjadi tumpukan air dan terlihat eseperti danau. Tetapi jika diciutkan izinnya nanti tentu pemko bisa melakukan perbaikan dan pembenahan terhadap lokasi wisata danau biru tersebut.

Saat ini telah banyak masyarakat yang berdatangan ke danau biru tersebut untuk berwisata, meskipun jalannya berdebu namun pengunjung tetap saja ramai. Jalan menuju lokasi danau biru tersebut dibangun oleh PT AIC untuk pengangkut batu bara dimuali dari Simpang Bukit Bual sampai Bukit Napa dengan jalur yang besar.

Kemudian, jalan tersaat ini dilakukan pembenahan dan pengaspalan oleh Pemprov, karena jalan tersebut merupakan jalan Provinsi. Maka, saat ini jalan tersebut akan di aspal sampai ke Bukit Bual Tanjung Palu Sijunjung.


"Makanya, pemda belum bisa mengekpos wisata baru Danau Biru tersebut karena masih dalam kawasan izin usaha pertambangan PT AIC. Jika, masyarakat yang datang berwisata maka ke danau biru tersebut adanya punyutan dan segalamacamnya akan menjadi tanggung jawab PT AIC. Jika wisata datang berkunjung, maka adalah ilegal yang dilakukan karena masih dalam izin PT tersebut," katanya.