Lewat
postingan di media sosial (medsos) objek wisata Danau Biru di kawasan Parambahan, Kecamatan Talawi, Sawahlunto jadi booming. Kini objek wisata
tersebunyi ini menjadi incaran wisatawan lokal maupun luar daerah. Bagaimana
kondisinya?
Jalan menuju Danau Biru yang terjal dan berbukitan serta berliku-liku. Jalan tanah kuning yang berdebu dengan jarak tempuh dari Simpang Napa, Desa Tumpuak Tangah Kecamatan Talawi menuju Danau Biru memakan waktu sekitar 30 menit. Jalan yang berbatuan itu merupakan jalan mobil fuso mengangkut batu bara. Akibatnya rumput dan pepohonan yang ada disepanjang jalan telah menguning di baluti debu.
Jalan menuju Danau Biru yang terjal dan berbukitan serta berliku-liku. Jalan tanah kuning yang berdebu dengan jarak tempuh dari Simpang Napa, Desa Tumpuak Tangah Kecamatan Talawi menuju Danau Biru memakan waktu sekitar 30 menit. Jalan yang berbatuan itu merupakan jalan mobil fuso mengangkut batu bara. Akibatnya rumput dan pepohonan yang ada disepanjang jalan telah menguning di baluti debu.
Danau Biru
telah menjadi incaran dari masyarakat, baik kota maupun di luar kota
Sawahlunto. Meskipun jalan menuju danau biru tersebut melewati pendakian dan
bebatuan serta licin, apalagi saat musim hujan jalan akan menjadi becek
tentunya.
Meskupun untuk
masuk ke lokasi Danau Biru, terdapat tiga kali pungutan diantaranya pada pintu
satu ada pungutan berupa sumbangan dari pemuda setempat. Kemudian, pintu dua
retribusi dengan tiket per orang dikenakan Rp5000. Selanjutnya, sesampai
dilokasi, pengunjung juga akan dikenakan biaya parkir kendaraan roda dua
sebanayak Rp5000, kendaraan roda empat Rp10.000 tampa karcis.
Hal itu akan
tergantikan jika sampai di puncak bukit timbunan penambang. Sementara, dibawah
lereng bukit pengunjung dapat melihat danau berwarna biru. Pengunjung bisa
melihat secara keseluruhan danau biru tersebut. Untuk sampai ke bibir danai
buru, pengunjung harus menuruni anak tangga yang yang dipagar dengan kayu
seadanya untuk bergantungan. Sebab, untuk sampai ke bibir danau pengunjung
turun sejauh 50 mebawah.
Asrul, 45,
pengunjung asal Solok mengatakan bahwa dirinya sengaja datang dari Solok untuk
datang, melihat objek bisata danau biru yang banyak diperbincangkan orang.
"Saya penasaran saja dengan danau biru ini. Saya mengetahui danau biru ini
melalui media sosial. Kemudian, anak-anak juga mengajak datang menyaksikan
langsung danau biru ini, karena mereka telah mengetahui lebih duluan tentang
danau biru melalui medsos. Karena jarak Solok dengan Sawahlunto dekat, maka
kita datang kesini rame-rame beserta anak dan istri," katanya.
Ia menyebutkan
bahwa, objek wisata yang bagus tersebut masih terdapat kekurangan seperti kamar
kecil. Selain itu tidak adanya perhatian dari pemerintah baik tata kelola objek
wisata danau biru, termasuk malah tiket masuk dan pengelola parkir. "Akses
jalan menuju kesini pun juga tidak mendukung, karena berkabut. Kemudian, parkir
tidak ada karcis. Bibir danau biru yang curam dan tidak ada pembatas juga
sangat mengancam keselamatan. Jika ini dikelola dengan baik tentu harapannya
dapat dinikmati oleh semua kalangan. Karena saat ini kesannya hanya di nikmati
oleh muda-mudi dan remaja. Kemudian yang hibby atventur dan tantangan
saja," ungkapnya.
Sementara itu,
ungkapan senada juga disampaikan oleh Deswi, 23, Asal Darmasraya mengatakan
bahwa datang bersama tiga temannya yang lain karena penasaran dengan danau
biru. "Saya penasaran aja dengan danau biru karena banyak di perbincangkan
orang baik yang telah pernah datang ke sini, maupun mereka yang hanya
mendapatkan informasi dari sosmed seperti facebook, twiter dan lainnya,"
katanya.
Ia menyebutkan
bahwa pemandangan yang indah dan alamnya sejuh karena berada diketinggian
sehingga dapat menikmati hembusan angin yang kecang. "Danaunya indah dan
bagus. Cocok untuk selfi bersama teman-teman. Tapi, saya kapok. Saya tidak
ingin lagi datang ke sini, karena jalannya yang jauh dan terjal, berliku-liku
serta berkelok. Bebatuan yang besar sehingga mengocok perut. Makanya, moment
ini harus di abadikan. Masuk, kesini banyak pula pungutan," ungkapnya.
"Sebetulnya
dulu danau galian tambang ini sangat luas, namun sebagian telah ditimbun untuk
membangun jalan. Karena galian melanjutkan galian disebelahnya, maka danau ini
menjadi lebih kecil," ungkap Tika Pedagang dilokasi Danau Biru kepada
penulis, Sabtu, 17 September 2016.
Ia menyebutkan
bahwa Danau Biru telah menjadi incaran dari masyarakat, baik kota maupun di
luar kota Sawahlunto. "Banyak pengunjung yang datang dari luar kota dan
bahkan di luar Sumatera barat. Pengunjung datang ke danau biru karena mereka
penasaran dan ingin melihat secara langsung danau biru tersebut,"
ungkapnya.
Ia menjelaskan
bahwa pengunjung banyak datang pada saat libur kerja dan akhir pekan. Sabtu dan
minggu banyak pengunjung yang datang dari dalam dan luar kota untuk menikmati
keindahan danau biru. "Kalau
hari lebaran bisa jual beli per hari mencapai Rp 900 ribu, kalau hari biasa
sabtu minggu berkisar Rp500 ribu perhari. Jadi, sejak berjualan ditempat ini
bisa menambah penghasilan keluarga. Yang berjualan disini sebetulnya mama, saya
cuma membantu," ungkapnya.
Ia mengaku
berjualan dilokasi danau biru tersebut tidak ada larangan dari pihak pengelola
tambang. Namun ada batas-batas tertentu yang tidak dibolehkan oleh pihak PT
seperti membawa kendaraan melewati jalan menuju bibir danau. Karena kendaraan
penambang melewati jalan tersebut. Kecuali dengan berjalan kaki.
"Hingga
saat ini belum ada larangan dari pihak PT untuk berjualan di sekitaran danau
biru. Berjualan di kawasan ini pula tidak ada pungutan biaya dari pengelola
tambang. Karena lokasi ini merupakan tanah ulayat masyarakat," katanya.
Zulkifli,
Kepada Desa Tumpuk Tangah Kecamatan Talawi mengatakan bahwa saat ini danau biru
merupakan suatu obejek wisata baru. Lokasi Danau Biru bekas galian tambang
tersebut merupakan isin usaha pertambangan PT AIied Indo Coal (AIC) Jaya. "Karena masih
dalam IUP PT AIC pemda tidak bisa mengelola danau biru tersebut menjadi objek
wisata baru di Kota Sawahlunto. Kemudian, jika ada pungutan untuk masuk
kelokasi wisata tambang tersebut merupakan pungutan ilegal," katanya.
Ia menyebutkan
bahwa danau tersebut terbentuk karena bekas galian tambang batu bara dan telah
ditinggalkan pada tahun 1998 lalu. "Berdasarkan informasi yang kita terima
IUP PT AIC telah diperpanjang hingga tahun 2021. Jadi pemda tidak bisa
mengelola danau biru tersebut menjadi objek wisata. Disamping itu, tanah
tersebut merupakan tanah kehutanan. Jadi apabila IUP PT tersebut habis tanah
tersebut kembali kekehutanan. Belum bisa langsung di kelola oleh pemda, baru
dari kehutanan kepada pemda. Masih jauh prosesnya lagi, jika pemda ingin
mengelola danau biru tersebut menjadi obejek wisata," terangnya.
Bekas galian
tambang batubara PT AIC Jaya berubah menjadi danau berwarna biru. Bekas tambang
batubara tersebut saat ini masih dalam lingkup IUP PT AIC yang telah
ditinggalkan karena tidak lagi memproduksi batubara di kawasan tersebut.
Termpisah
Jepri, Pimpinan PT AIC Jaya saat dihubungi Selasa, 20 September 2016 mengatakan
bahwa pihaknya telah memasang batas-batas dan pelarangan untuk tidak masuk ke
lokasi tambang. "Pengunjung diperbolehkan melihat lokasi danau biru, namun
tidak dibenarkan masuk ke areal tambang khususnya danau biru. Maka dari itu,
pihaknya telah memasang plang larangan untuk tidak masuk ke areal
tambang," ungkapnya.
Ia mengatakan
bahwa pengunjung sebetulnya tidak dibenarkan masuk ke areal tambang khususnya
danau biru. "Karena banyak pengunjung yang membandel dan masuk ke areal
tambang makanya plang pemberitahuan dipasang disekitaran lokasi. Kerena, areal
tambang tersebut juga membahayakan bagi keselamatan pengunjung," katanya.
Selanjutnya,
untuk pengembangan dan revitalisasi tambang tersebut menjadi objek wisata,
kebijakannya langsung dari pusat. "Kita tidak berani untuk melakukan
revitalisasi danau biru tersebut menjadi tempat wisata. Jika pemerintah daerah
ingin mengelola danau biru tersebut untuk direvitalisasi maka, pengurusannya
langsung ke pusat," katanya.
Ia mengaku
belum mengetahui secara untuk detail bekastambang tersebut. Karena
keberadaannya di kota Sawahlunto baru, sehingga belum mengetahui berapa luas
dan kedalaman danau bekas tambang tersebut. "Lokasi danau biru memang
masih dalam IUP PT AIC Jaya sebagian. Tetapi untuk revitalisasi kita belum
mengetahui, karena bergantung pada kebijakan pusat," katanya.
Sementara itu,
Meddy Azhar Manager ADM, mengatakan bahwa danau Biru yang menjadi incaran
banyak wisatawan baik dalam maupun luar kota. "danau biru yang disebut
masyarakat, sebenarnya kami menamakan Kolam. Nah, kolam ini sendiri telah ada
sejak bekerja. Namum yang lebih mengetahui diteilnya adalah Kepala Teknis
Tambang (KTT)," akunya.
Galian Tambang
Batubara PT AIC Jaya, menjadi danau karena galian tersebut dipenuhi air saat
hujan sehingga berbentuk danau. Karena pengaruh endapan air saat hujan dan
kadar asam air yang tinggi, sehingga berpengaruh pada cahaya pantulan matahari
terhadap warna danau tersebut berubah menjadi biru. Sehingga masyarakat sekitar
menyebutnya sebagai danau biru.
"Danau
biru tersebut saat ini telah menjadi ikon dan obejek wisata bagi kota
Sawahlunto. Wisata danau biru tersebut telah menjadi incaran masyarakat kota
Sawahlunto dan bahkan di luar sumatera barat untuk datang berkunjung ke objek
wisata baru tersebut. Meskipun demikian, obejek wisata baru tersebut tidak
didukung sepenuhnya oleh pemerintah kota Sawahlunto karena sekaitan dengan izin
IUP pertambangan PT AIC," ungkap Rovanly Abdam, Sekda Kota Sawahlunto.
Ia menjelaskan
bahwa untuk revitalisasi dan upaya pendukungan pemerintah untuk menjadikan
wisata baru danau biru dikembangkan menjadi wisata yang representataif dan
potensial. Pemerintah sebetulnya ingin mengembangkan objek wisata danau biru
tersebut, namun lokasi danau biru tersebut berada dalam wilayah izin
pertambangan PT AIC. Sehingga pemerintah kota tidak menyembangkan objek wisata
danau biru tersebut karena masih dalam IUP PT AIC. Maka, untuk melakukan
revitalisasi terhadap danau biru tersebut maka IUP PT AIC harus dilepaskan
terlebih dahulu.
Meskipun saat
dikawasan Danau Biru tersebut tidak ada lagi aktifitas menambang, namum secara
hukum danau biru tersebut berada dalam IUP PT AIC. Jadi, tentu pemda belum bisa
mengembangkan lansung kawasan wisata Danau Biru tersebut. Walaupun manyak
masyarakat yang datang berkunjung menyaksikan langsung danau biru tersebut.
Meskipun
demikian, kedepan pemerintah kota akan menciutkan wilayah pertambangan tersebut
khususnya dilokasi Danau Biru untuk direvitalisasi. Hal itu bergantung pada
kapan masa berlaku dan habis masa izin PT AIC tersebut. Maka, untuk perizinan
pertambangan saat ini dikeluarkan langsung dari provinsi sehingga pemko belum
mengetahui kapan izin PT AIC tersebut habis.
"Untuk
dilakukan revitalisasi tersebut terkendala izin usaha pertambangan PT AIC.
Karena danau biru tersebut berada di wilayah izin PT AIC tersebut,"
terangnya.
Sementara itu,
sejak izin PT AIC dikeluarkan maka kawasan tersebut menjadi wilayah PT AIC
tersebut. Namun, saat ini barangkali ditinggalkan atau justru tidak dipakai
lagi, sehingga terjadi tumpukan air dan terlihat eseperti danau. Tetapi jika
diciutkan izinnya nanti tentu pemko bisa melakukan perbaikan dan pembenahan
terhadap lokasi wisata danau biru tersebut.
Saat ini telah
banyak masyarakat yang berdatangan ke danau biru tersebut untuk berwisata,
meskipun jalannya berdebu namun pengunjung tetap saja ramai. Jalan menuju
lokasi danau biru tersebut dibangun oleh PT AIC untuk pengangkut batu bara
dimuali dari Simpang Bukit Bual sampai Bukit Napa dengan jalur yang besar.
Kemudian,
jalan tersaat ini dilakukan pembenahan dan pengaspalan oleh Pemprov, karena
jalan tersebut merupakan jalan Provinsi. Maka, saat ini jalan tersebut akan di
aspal sampai ke Bukit Bual Tanjung Palu Sijunjung.
"Makanya,
pemda belum bisa mengekpos wisata baru Danau Biru tersebut karena masih dalam
kawasan izin usaha pertambangan PT AIC. Jika, masyarakat yang datang berwisata
maka ke danau biru tersebut adanya punyutan dan segalamacamnya akan menjadi
tanggung jawab PT AIC. Jika wisata datang berkunjung, maka adalah ilegal yang
dilakukan karena masih dalam izin PT tersebut," katanya.
No comments:
Post a Comment