Kota Sawahlunto memiliki
luas 273,45 km² yang terdiri dari empat kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 56.000 jiwa. Pada
masa pemerintah Hindia Belanda, kota
Sawalunto dikenal sebagai kota tambang batu bara. Kota ini sempat mati, setelah penambangan batu bara
dihentikan.
Pada masa Pemerintah Hindia
Belanda, kota Sawahlunto dikenal sebagai kota tambang batu-bara. Saat ini kota
Sawahlunto berkembang menjadi Kota Wisata Tua yang multi etnik sehingga menjadi
salah satu kota tua terbaik di Indonesia. Kota yang didirikan tahun 1888 ini
banyak berdiri bangunan-bangunan tua peninggalan Kolonial Belanda. Sebagian
bangunan tua tersebut telah ditetapkan sebagai cakar budaya oleh pemerintah
setempat dalam rangka mendorong pariwisata dan mencanangkan Sawahlunto sebagai
"Kota Wisata Tambang Berbudaya".
Selain bangunan tua, Wisata tambang memang trade maraknya kota Sawahlunto. Lubang tambang tersebut mulai
digali pada tahun 1898 oleh orang rantai dan pekerja tambang. Lobang tambang
Mbah Soero merupakan lobang tambang pertama dipatahan Soegar, ditutup sebelum
tahun 1930, kemudian dibuka kembali tahun 2007 dan dijadikan objek wisata
dengan nama Lobang Tambang Mbah Soero lengkap dengan Gedung Galeri Info Box
yang berisi foto sejarah tambang di Sawahlunto.
Kemudia, dikota Wisata
Tambang tersebut juga terdapat museum Goedang Ransoem merupakan dapur untuk
memasak makan para pekerja. Goedang Ransoem ini dihadirkan untuk mempragakan
menyajikan koleksi peralatan masak dengan ukuran raksasa. Sebab Goedang Ransoem
ini pernah digunakan sebagai Dapur Umum yang dibangun pada tahun 1918, Mueum
Gudang Ransoem merupakan cerminan sejarah masa lalu yang direpresentasikan
melalui beberapa geleri, diantaranya galeri etnigrafi, galeri foto tempo dulu,
iptek center dan galeri malaka sebagai bentuk kerjsama Kota Sawahlunto dengan
Negeri Malaka (twin city).
Bangunan yang dulunya
merupakan Stasiun Kereta Api dibangun pada tahun 1912. Namun sejak Desember
2003 ketika pengangkutan batu-bara ke Padang tidak lagi menggunakan kereta api
maka stasiun kereta apai ini tidak lagi difungsikan dan pada tanggal 17
Desember 2005 bangunan ini diresmikan sebagai Museum Kereta Api. Kembalinya
kereta uap E 1060 "mak itam" yang diresmikan tanggal 21 Februari
2009, akan menambah lengkapnya keleksi museum dengan nuasa nostalgia yang kental.
Museum Tambang, menyadari
potensi dan dalam rangka menyongsong satu abad gedung kantor unit pertambangan
Ombilin. PT. Bukit Asam melalui unit tambang batu-bara membuka Museum Tambang
sebagai pusata dokumentasi serta arsip di kota Sawahlunto. Tersedia berbagai
dokumentasi dan material serta alat pertambangan yang telah dipergunakan satu
seperempat abad lebih dari masa pemerintahan era Belanda sebagai himpunan
kekayaan nusantara untuk kehidupan hari ini dan masa depan.
Jika melihat sejarah, pasca
revolusi tahun 1952 pada bekas bangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap itu,
dibangun tempat peribadatan umat muslim, mesjid Agung Nurul Imam Kota
Sawahlunto. Sedangkan bekas menara cerobong asap Pembangkit Listrik Tenaga
Uapnya yang berketinggian lebih dari 75 meter ini dijadikan menara masjid.
Hotel Ombilin merupakan
penginapan yang disediakan untuk para ahli tambang didatangkan oleh pemerintah
kolonial Belanda, dengan nuasa arsitektur bagunan yang masih kental. Hotel
tersebut dibangun pada tahun 1918, berada persis didepan gedung societeit.
Wisma ini pernah menjadi camp tentara Belanda pada masa revolusi 1945-1947.
Pemerintah Hindia Belanda
juga menyiapkan sarana pendidikan untuk kecerdasan anak-anak Belanda yang
tinggal di kota Sawahlunto. Pemerintah Hindia Belanda membangun Sekolah Santa
Lucia dipusat kota berdampingan dengan rumah ibadah bagi umat Kristiani, Gereja
Santa Barbara.
Selain hotel, pendidikan,
tempat ibadah, pemerintah Hindia pun membangun sarana hiburan Rumah Pek Sin Kek
pada tahun 1906. Rumah Pek Sin Kek dipergunakan sebagai Gedung Teater, tempat
perhimpunan masyarakat Melayu dan sebagi pabrik es. Setelah direvitalisasi
tahun 2005-2006, bangunan khas berarsitektur cina ini menjadi salah satu
kekayaan warisan masa lampau.
Selanjutnya, Gedung Pusat
Kebudayaan lebih dikenal dengan Gedung Societeit atau Gluck Auf ini dibangun
pada tahun 1910. Gedung ini disebut juga Rumah Bola karena merupakan tempat
bermain Bowling dan Billiard oleh para pejabat Belanda di Sawahlunto. Setelah
dilakukan revitalisasi pada 1 Desember 2006 gedung ini difungsikan sebagai
Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto.
Gedung Koperasi Ombilin
dibagun tahun 1920-an dengan nama Koperasi Ons Belang. Koperasi ini dibuat
untuk memenuhi melayani kebutuhan orang-orang Belanda dan Indo-Belanda yang ada
di Sawahlunto. Hingga saat ini masih menjadi gedung koperasi Ombilin Kota
Sawahlunto.
Silo merupakan tempat
penyimpanan batu-bara. Bangunan yang berbentuk tiga buah tabung raksasa ini
masih berdiri dengan kokoh seolah ingin menyimbolkan kejayaan masa lalu dan
sekaligus menjadi Landmark Kota Sawahlunto.
No comments:
Post a Comment