Tuesday, June 21, 2016

Penyutradaraan Teater : Fungsi dan Ruang Lingkup Kerja Sutradara



Pementasan drama suatu kegiatan berkesenian yang melibatkan banyak orang. Para pemain, petugas-petugas panggung dan mungkin juga sponsor dan penyandang dana. Di samping itu, dalam kegiatan ini ditemui pula berbagai jenis seni seperti, seni sastra, seni peran, seni rupa, seni musik, tari dan sebagainya. Semudia tenaga yang terdapat di arahkan pada suatu tujuan, yaitu suksesnya pementasan. Begitu pula unsur seni yang ada, semua itu di pandu menjadi suatu bentu penampilan yang serasi di pentas.

Kemudian, orang yang bertanggungjawab atas kelancaran kerja kolektif ini adalah sutradara. Pada kemampuannya terdapat kunci kesuksesan kelompok ini, karena ua adalah pemimpin dalam kelompok kerja ini.

Dalam lingkup sutradara disebutkan bahwa, setelah sutradara memiliki naskah (memahami dan menafsirkan ) langkah selanjutnya yang harus dikerjakan oleh sutradara adalah membuat rancngan pementasan yang biasa disebut konsep atau buku kerja sutradara. Konsep ini berisi semua hasil pemikiran sutradara tentang pementasan yang akan dilakukan.

Konsep ini merupakan pegangan utama bagi sutradara untuk kelancaran kerjanya. Perubahan dapat saja terjadi selama proses kerja berlangsung, tetapi kemungkinan itu hanya terjadi pada bagian yang tidak merusak konsep secara keseluruhan. Perubahan ini terjadi disebabkan sutradara menginginkan kesempurnaan. Datangnya ide tambahan itu, biasa saja dari sutradara itu sendiri maupun pemain atau penanta pentas teknis. Siapa yang dimaksud sutradara? Apa fungsi sutradara tersebut, apa ruang lingkup kerja dan mitra sutradara?

Sutradara adalah seorang seniman teater yang mewujudkan naskah secara menyeluruh di pentas" dan karyanya adalah sebuah pementasan, bersarakan kutipan konsep yang dilahirkan oleh orang-orang teater dalam Lokakarya Terater tahun 1977 di Ambarawa (Arifin, 1980 : 31).

Oleh sebab itu, seorang sutradara dituntut untuk melangkapi dirinya dengan barbagai ilmu, meliputi pengetahui masalah kebudayaan (aspek cultuwal), masalah seni (aspek artistik), masalah pentas (aspek teatral) dalam maslah kesusastraan (aspek literer).

Masalah kemudayaan yang harus dikuasai adalah berkaitan dengan adat istiadat suatu daerah atau suatu bangsa. Keseiannya maupun nilai-nilai norma yang berlaku pada kelompok budaya tertentu. Disamping itu perlu juga melengkapi diri dengan pengetahuan tentang jiwa, berkaitan dengan masalah perwatakan suatu kelompok budaya tertentu.

Pengetahuan tentang aspek artistik diperlukan untuk membuat kemasan yang tepat. Musik misalnya dikaitkan dengan penggunaannya sebagai selingan atau bangunan suasana. Bagitu pula seni rupa, tata rias, tata busana atau pemunculan perwatakan. Kemudian, pengetahuan seni rupa berguna untuk membentuk komposisi dan latau atau setting.

Selanjutnya, pengetahuan tentang aspek teatral dikaitkan dengan masalah pentas, dekorasi, hukum pementasan dan akting. Sedangkan aspek literer dikaitkan dengan pengetahuan tentang naskah drama sebagai hasil sastra.

Sementara itu, naskah bagi sutradara adalah sumbar karyanya. Oleh sebab itu, seorang sutradara harus mengenal satra dengan benar, baik masalah intrinsik maupun ekstrinsik atau berasal dari luar, bukan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sesuatu. Begitu pula mengenai jenis sastra seperti novel, cerpen, puisi dan naskah sebagai satra drama. Seperti ilmu pendidikan, sejarah, filsafat, sosiologi, atropologi, psikologis dan sebagainya.

Selanjutnya, sutradara adalah seniman yang mengkoordisir segala anasir teater dengan paham, kecakapan, sastra daya khayal yang intelegen sehingga mencapai suatu pertunjukan yang berhasil. Maka, dengan demikian, Haryawan (1976 : 44 ) mengatakan bahwa sutradara adalah seorang seniman dan juga koordinator. Sementara itu, kaitan kegiatan sutradara itu dapat dilihat dalam hubungan segi tiga antara pengarang (sastrawan), pemeran (aktor/pemain/lakon) dan penonton. Untuk menjelaskan hal tersebut, maka perlu di ingat kembali tentang apa yang disebut seni drama (teater) tersebut.

Drama (teater) adalah suatu bentuk kesenian yang menyampaikan cerita dalam bentuk dialog dan laku di depan penonton. Defenisi memperlihatkan bahwa seni drama melibatkan beberapa unsur seni sastra (cerita) ada pemeran (unsur peraga) yang menyampaikan dan ada unsur penonton yang menyaksikan.

Sutradara menjadikan naskah karya pengarang sebagai media pementasannya. Naskah ditafsirkan untuk sebuah rancangan pementasan. Sutradara memilih dan mengarahkan pemain. Sutradara pulalah yang mempersembahkan karyannya untuk penonton. Hungan di jalin dengan memperhatikan norma tertentu yang telah dijadikan hukum di kalangan seniman. Intinya saling menghormati keberadaan masing-masing.

Sutradara menghormati pengarang dengan cara tidak mengobrak-abrik naskahnya, sehingga tidak dapat lagi dikenal siapa pemilik cerita. Setradara menghormati pemain dengan cara memberi peluang bagi pemain untuk mengekpresikan kemampuan pribadinya, idenya, tidak hanya sekedar alat bagi sutradara. Sutradara menghormati penonton, dengan menganggap penonton bodoh dengan menggurui yang berlebihan. Sebaliknya pengarang, pemain dan penonton menghargai sutradara dengan menjaga posisi masing-masing.

Fungsi sutradara sebagaimana dijelaskan Arifin (1980 : 32) dikatakan bahwa sutradara adalah mengkoordinasikan kerja ensambel dan pencita kondiri kerja. Sedangkan ruang lingkup kerja adalah memilih naskah, memilih dan menentukan pemeran (lakon/aktor), merancang dan melaksanakan latihan dan pementasan.

Kemudian, fungsi sebagai koordinator kerja ensambel terlihat daru cara sutradara menghimpun dan menyatukan keinginan anggota kelompok untuk mencapai tujuan. Menugkin saja terjadi dalam proses kerja tersebut ada pribadi-pribadi yang membuat resah kawan-kawannya, bisa juga kurang disiplin, atau terlalu memaksakan kehendak dan mungkin juga mengada-ada sehingga merusak nuansa kerja. Pada kondisi seperti inilah pesan sutradara sangat dibutuhkan.

Selain itu, fungsi sutradara adalah melayani dan sekaligus memimpin pertunjukan atau pementasan di bidang artistik. Namun, jika dilihat dari persoalan manajemen, seorang pimpinan produksi atau production managerlah yang melaksanakan fungsinya ini. Secara ideal, fungsi seorang sutradara adalah merencanakan, memutuskan, mengarahkan, mewujudkan dan bertanggungjawab secara artistik dari pertunjukan atau pementasan yang dilaksanakan. Fungsi ini diembangkan dan dijalanan serempak dalam suatu ketika (bersama-sama) atau kolektif. Tetapi seorang sutradara tidak dapat berjalan sendiri, ia harus sadar akan kemampuan yang dimilikinya dan serba memiliki kekurangan. Oleh karena itu, ia membutuhkan orang lain yang dipilih dan diputuskannya (otoritas penuh) untuk bekerja sama dalam menjalankan kedua fungsi tersebut.

Mereka dipilih berdasarkan kebutuhan akan bidang-bidang khusus. Mereka terdiri dari dua kelompok besar yakni, pertama, kelompok pemain atau penari. Kelompok ini sudah jelas adalah orang-orang yang memiliki bakat atau keahlian berbain atau menari. Kedua kelompok artistik adalam orang-orang yang memiliki keahlian atau bakat dibidang perencanaan dan pelaksanaan untuk set/dekor/proprerti, desain tata cahaya ( lampu ), komposisi musik dan gerak, busa ( kostum ), rias wajah/rambut, aturan teta cara peralatan pentas (disebut : pemimpin panggung atau stage manager), dan pendamping penyutradaraan ( disebut : asisten sutradara ).

Sementara itu, penjabaran dari kedua fungsi sutradara tersebut adalah memilih naskah atau memilih naskan sesuai dengan tema yang diberikan. Manfsirkan naskah yang di pilih, jika sutradara sendiri yang menulis naskahnya, maka tingkat kesulitannya akan lebih kecil. Menentukan batang pokok penafsiran dari naskah. Memilih dan menentukan pemain dengan peran (casting) dan pekerja artistik yang dibutuhkan. Memberikan batang pokok penafsiran naskah kepada seluruh personil yang telah terpilih untuk terlibat.


Kemudian membicarakan dan menyetujui rencana atau desain set, dekor, cahaya, busana, rias wajah dan rambut, komposisi musik dan gerak (tari). Membuat rencana pembiayaan yang dibutuhkan, melatih pemain dengan baik dan jujur sesuai dengan batang pokok penafsiran naskah yang sudah di pilih. Mengembangkan gagasannya dan mengacu pada batang pokok penafsiran naskah yang sudah di pilih. Mengamati pertunjukan atau pementasan dan memberikan dorongan moril kepada pemainnya.

Ruang Lingkup Kerja Sutradara itu sendiri memilih, mendalami, menghayati dan menafsirkan naskah. Memilih dan menentukan peran (casting) kerja sama dengan menulis naskah, penata pentas serta kerja pekerja teater lainnya. Merencanakan dan melaksanakan latihan serta persiapan kerja pentas.

Sementara itu, mitra kerja sutradara bekerja sama dengan kelompok, pelaku, pekerja teater dan pelaksana. Para pelaku ( aktor/pemeran ) adalah kelompok orang ( artis ) yang telah dipilih ( casting ) untuk memainkan peran tertentu dalam cerita. Mereka dapat digolongkan menjadi pemeran utama, seperti protagonis dan natagonis. Dapat pula digolongkan sebagai peran pembantu dan figuran. Kelompok ini disebut pemeran tambahan.

Para pekerja teater adalah sekelompok orang ( ahli ) yang membantu melancarkan tugas sutradara mereka adalah : pemimpin panggung ( stage manage, koordinator waktu pementasan ) penata pentas, busana, rias, cahaya, musik, bidang dekorasi, pelengkapan dan petugas-petugas pentas. Kelompok pelaksan antara lain adalah produser, biasanya disebut penyandang dana. Pimpinan produksi ( manager ). Humas yang mempublikasikan pementasan dan seksi tamu yang mengatur tamu-tamu dan tempat.

Penyutradaraan, ada dua tipe kepemimpinan diterapkan oleh sutradara, tipe diktator dan tipe bebas. Tipe diktator berciri sutradara yang mengatur semmuanya, tidak ada masukan dari yang lain. Tipe bebas, sutradara memberikan kepada pemerannya untuk berkreasi. Tetapi tidak ada tipe ideal, lalu muncul tipe gabungan. Muncul-lah tipe yang mengatur, tetapi memberi kebebasan yang terbatas. Kelebihan tipe gabungan ini adalah menculnya iklim kerja yang kondusif.

Harymawan mengemukanan bahwa beberapa hal tentang pembinaan kerja sutradara, seperti bagaimana menemukan nada dasar, merencanakan tata teknik pentas, menentukan casting, menyusun mese en scene, menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek laku dan mempengarusi jika (psike) pemain.

Kemudian, Kerja sutradara dapat dikelompokan menjadi, memilih memahami dan menafsirkan naskah. Sutradara perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum mengambil keputusan, antara lain yang menjadi bahan pertimbangan adalah kondisi internal kelompok, faktor eksternal dan kemampuan sutradara sendiri. Faktor internal yang perlu diperhatikan adalah sumber daya masuian. Bagaimana kondisi kelompok yang akan dimainkan drama tersebut. Setelah semua kemungkinan itu dipertimbangkan berulah sutradara mengambil keputusan untuk memilih naskah. Kemudian, faktor eksternal yang perlu diperhatikan sutradara adalah faktor kondisi dan situasi sarana penunjung.

Merancang konsep pementasan. Konsep ini adalah hasil tafsiran sutradara terhadap naskah yang dipilihnya. Memilih pemain, disebut juga melakukan casting, serta memilih mitra kerja, seperti para penata pentas dan sebagainya. Melatih para pemain, kemudian mementaskan.

Selanjutnya, dasar-dasar penyusunan konsep sutradara dengan memperhatikan berbagai faktor keserasian penataan unsur teater. Serasi berarti adanya kesearasan ( keharmonisan ) antara unsur yang tampak di pentas dengan tuntutan naskah. Kemudian, apa yang dikehendaki naskah dapat diperoleh dengan menghayati naskah.

Sementara itu, penghayatan itu bertujuan menemukan ide, bagaimana mendukung unsur-unsur teater secara baik sehingga tampak di pentas betul-betul bisa menyampaikan makna naskah kepada penonton. Kemudian, langkah kerja yang dilakukan adalah membaca naskah, menafsirkan naskah, menghayati dan mengekpresikan konsep pentas.

Konsep selanjutnya adalah analisa berdasarkan berdasarkan langkah kerja dengan cara kutipan naskah ini menceritakan tentang keadaan hati memelalui pembicaraan beberapa orang. Kemudian Interpretasi terhadap naskah berdasarkan susana dalam cerita tersebut. Selanjutnya, menata pentas berarti menampakan atau menampilkan suatu suasana tertentu yang ada dalam naskah pentas. Artinya apa yang terlihat dipentas ( bentuk visual ) selalu ada kaitannya dengan cerita ( naskah ). Tentu saja konsep yang dipakai adalah konsep sutradara, karena sutradaralah yang menafsirkan naskah.

Tafsiran tersebut meliputi usaha-usaha seperti merencanakan dekorasi atau riset. Apakah yang diperhatikan itu sebuah taman, ruang tunggu di stasiun kereta api, ruang tempat raja menerima menteri-menterinya menghadap, atau daerah perbukitan, kemudian bagaimana mengatur peralatan tersebut. Menentukan make-up ( tata rias ) dengan cara melukis wajah pemain sesuai dengan perannya. Seroang tua, seorang pelacur, orang berwatak keras, wajah cina atau melayu, semua itu dilakukan dengan konsep. Kemudian menata pakaian menentukan apakaian yang akan akan di pakai dalam pementsan, baik pemain utama atau pemain pembantu. Perlu di ingat bahwa dalam pementasan pakaian ini harus terkoordinir, baik kenisnya ( modelnya ) maupun warnanya.

Tata cahaya ( lighting ) pun agaknya diperlakukan sama bahwa penataan cahaya itu perlu diperhatikan adalah bagaimana pemanfaatan cahaya itu sesuai dengan cerita. Bagaimana di pentas yang perlu terang atau gelap, kemudian kapan seluruh pentas harus jelas oleh penonton. Warna apa yang harus dipakai untuk menjukan waktu sore hari dan seterusnya.

Selanjutnya, penempatan pemain di atas penaggung berfungsi untuk menghidupkan suasana di pentas. Oelh sebab itu, bagaimana dan dimana posisi pemain harus diatur sedemikian rupa sesuai dengan teori pemain, teori komposisi. Kemudian, perencanaan semua komponen penataan pentas ini harus disesuaikan dengan nada dasar cerita. Misalnya, kalau tragedi didominir oleh warga gelap, sedangkan komedi lebih menonjolkan warna cerah baik dalam pilihan warna setting pakaian meupun tata rias dan tata cahaya.

No comments:

Post a Comment