Pementasan drama suatu kegiatan
berkesenian yang melibatkan banyak orang. Para pemain, petugas-petugas panggung
dan mungkin juga sponsor dan penyandang dana. Di samping itu, dalam kegiatan ini
ditemui pula berbagai jenis seni seperti, seni sastra, seni peran, seni rupa,
seni musik, tari dan sebagainya. Semudia tenaga yang terdapat di arahkan pada
suatu tujuan, yaitu suksesnya pementasan. Begitu pula unsur seni yang ada,
semua itu di pandu menjadi suatu bentu penampilan yang serasi di pentas.
Kemudian, orang yang bertanggungjawab
atas kelancaran kerja kolektif ini adalah sutradara. Pada kemampuannya terdapat
kunci kesuksesan kelompok ini, karena ua adalah pemimpin dalam kelompok kerja
ini.
Dalam lingkup sutradara disebutkan
bahwa, setelah sutradara memiliki naskah (memahami dan menafsirkan ) langkah
selanjutnya yang harus dikerjakan oleh sutradara adalah membuat rancngan
pementasan yang biasa disebut konsep atau buku kerja sutradara. Konsep ini
berisi semua hasil pemikiran sutradara tentang pementasan yang akan dilakukan.
Konsep ini merupakan pegangan utama
bagi sutradara untuk kelancaran kerjanya. Perubahan dapat saja terjadi selama
proses kerja berlangsung, tetapi kemungkinan itu hanya terjadi pada bagian yang
tidak merusak konsep secara keseluruhan. Perubahan ini terjadi disebabkan
sutradara menginginkan kesempurnaan. Datangnya ide tambahan itu, biasa saja
dari sutradara itu sendiri maupun pemain atau penanta pentas teknis. Siapa yang
dimaksud sutradara? Apa fungsi sutradara tersebut, apa ruang lingkup kerja dan
mitra sutradara?
Sutradara adalah seorang seniman teater
yang mewujudkan naskah secara menyeluruh di pentas" dan karyanya adalah
sebuah pementasan, bersarakan kutipan konsep yang dilahirkan oleh orang-orang
teater dalam Lokakarya Terater tahun 1977 di Ambarawa (Arifin, 1980 : 31).
Oleh sebab itu, seorang sutradara
dituntut untuk melangkapi dirinya dengan barbagai ilmu, meliputi pengetahui
masalah kebudayaan (aspek cultuwal), masalah seni (aspek artistik), masalah
pentas (aspek teatral) dalam maslah kesusastraan (aspek literer).
Masalah kemudayaan yang harus dikuasai
adalah berkaitan dengan adat istiadat suatu daerah atau suatu bangsa.
Keseiannya maupun nilai-nilai norma yang berlaku pada kelompok budaya tertentu.
Disamping itu perlu juga melengkapi diri dengan pengetahuan tentang jiwa,
berkaitan dengan masalah perwatakan suatu kelompok budaya tertentu.
Pengetahuan tentang aspek artistik
diperlukan untuk membuat kemasan yang tepat. Musik misalnya dikaitkan dengan
penggunaannya sebagai selingan atau bangunan suasana. Bagitu pula seni rupa,
tata rias, tata busana atau pemunculan perwatakan. Kemudian, pengetahuan seni
rupa berguna untuk membentuk komposisi dan latau atau setting.
Selanjutnya, pengetahuan tentang aspek
teatral dikaitkan dengan masalah pentas, dekorasi, hukum pementasan dan akting.
Sedangkan aspek literer dikaitkan dengan pengetahuan tentang naskah drama
sebagai hasil sastra.
Sementara itu, naskah bagi sutradara
adalah sumbar karyanya. Oleh sebab itu, seorang sutradara harus mengenal satra
dengan benar, baik masalah intrinsik maupun ekstrinsik atau berasal dari luar,
bukan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sesuatu. Begitu pula
mengenai jenis sastra seperti novel, cerpen, puisi dan naskah sebagai satra
drama. Seperti ilmu pendidikan, sejarah, filsafat, sosiologi, atropologi,
psikologis dan sebagainya.
Selanjutnya, sutradara adalah seniman
yang mengkoordisir segala anasir teater dengan paham, kecakapan, sastra daya
khayal yang intelegen sehingga mencapai suatu pertunjukan yang berhasil. Maka,
dengan demikian, Haryawan (1976 : 44 ) mengatakan bahwa sutradara adalah
seorang seniman dan juga koordinator. Sementara itu, kaitan kegiatan sutradara
itu dapat dilihat dalam hubungan segi tiga antara pengarang (sastrawan),
pemeran (aktor/pemain/lakon) dan penonton. Untuk menjelaskan hal tersebut, maka
perlu di ingat kembali tentang apa yang disebut seni drama (teater) tersebut.
Drama (teater) adalah suatu bentuk
kesenian yang menyampaikan cerita dalam bentuk dialog dan laku di depan
penonton. Defenisi memperlihatkan bahwa seni drama melibatkan beberapa unsur
seni sastra (cerita) ada pemeran (unsur peraga) yang menyampaikan dan ada unsur
penonton yang menyaksikan.
Sutradara menjadikan naskah karya
pengarang sebagai media pementasannya. Naskah ditafsirkan untuk sebuah
rancangan pementasan. Sutradara memilih dan mengarahkan pemain. Sutradara
pulalah yang mempersembahkan karyannya untuk penonton. Hungan di jalin dengan
memperhatikan norma tertentu yang telah dijadikan hukum di kalangan seniman.
Intinya saling menghormati keberadaan masing-masing.
Sutradara menghormati pengarang dengan
cara tidak mengobrak-abrik naskahnya, sehingga tidak dapat lagi dikenal siapa
pemilik cerita. Setradara menghormati pemain dengan cara memberi peluang bagi
pemain untuk mengekpresikan kemampuan pribadinya, idenya, tidak hanya sekedar
alat bagi sutradara. Sutradara menghormati penonton, dengan menganggap penonton
bodoh dengan menggurui yang berlebihan. Sebaliknya pengarang, pemain dan
penonton menghargai sutradara dengan menjaga posisi masing-masing.
Fungsi sutradara sebagaimana dijelaskan
Arifin (1980 : 32) dikatakan bahwa sutradara adalah mengkoordinasikan kerja
ensambel dan pencita kondiri kerja. Sedangkan ruang lingkup kerja adalah
memilih naskah, memilih dan menentukan pemeran (lakon/aktor), merancang dan
melaksanakan latihan dan pementasan.
Kemudian, fungsi sebagai koordinator
kerja ensambel terlihat daru cara sutradara menghimpun dan menyatukan keinginan
anggota kelompok untuk mencapai tujuan. Menugkin saja terjadi dalam proses
kerja tersebut ada pribadi-pribadi yang membuat resah kawan-kawannya, bisa juga
kurang disiplin, atau terlalu memaksakan kehendak dan mungkin juga mengada-ada
sehingga merusak nuansa kerja. Pada kondisi seperti inilah pesan sutradara
sangat dibutuhkan.
Selain itu, fungsi sutradara adalah
melayani dan sekaligus memimpin pertunjukan atau pementasan di bidang artistik.
Namun, jika dilihat dari persoalan manajemen, seorang pimpinan produksi atau
production managerlah yang melaksanakan fungsinya ini. Secara ideal, fungsi
seorang sutradara adalah merencanakan, memutuskan, mengarahkan, mewujudkan dan
bertanggungjawab secara artistik dari pertunjukan atau pementasan yang dilaksanakan.
Fungsi ini diembangkan dan dijalanan serempak dalam suatu ketika (bersama-sama)
atau kolektif. Tetapi seorang sutradara tidak dapat berjalan sendiri, ia harus
sadar akan kemampuan yang dimilikinya dan serba memiliki kekurangan. Oleh
karena itu, ia membutuhkan orang lain yang dipilih dan diputuskannya (otoritas
penuh) untuk bekerja sama dalam menjalankan kedua fungsi tersebut.
Mereka dipilih berdasarkan kebutuhan
akan bidang-bidang khusus. Mereka terdiri dari dua kelompok besar yakni,
pertama, kelompok pemain atau penari. Kelompok ini sudah jelas adalah
orang-orang yang memiliki bakat atau keahlian berbain atau menari. Kedua
kelompok artistik adalam orang-orang yang memiliki keahlian atau bakat dibidang
perencanaan dan pelaksanaan untuk set/dekor/proprerti, desain tata cahaya (
lampu ), komposisi musik dan gerak, busa ( kostum ), rias wajah/rambut, aturan
teta cara peralatan pentas (disebut : pemimpin panggung atau stage manager),
dan pendamping penyutradaraan ( disebut : asisten sutradara ).
Sementara itu, penjabaran dari kedua
fungsi sutradara tersebut adalah memilih naskah atau memilih naskan sesuai
dengan tema yang diberikan. Manfsirkan naskah yang di pilih, jika sutradara
sendiri yang menulis naskahnya, maka tingkat kesulitannya akan lebih kecil. Menentukan
batang pokok penafsiran dari naskah. Memilih dan menentukan pemain dengan peran
(casting) dan pekerja artistik yang dibutuhkan. Memberikan batang pokok
penafsiran naskah kepada seluruh personil yang telah terpilih untuk terlibat.
Kemudian membicarakan dan menyetujui
rencana atau desain set, dekor, cahaya, busana, rias wajah dan rambut,
komposisi musik dan gerak (tari). Membuat rencana pembiayaan yang dibutuhkan,
melatih pemain dengan baik dan jujur sesuai dengan batang pokok penafsiran
naskah yang sudah di pilih. Mengembangkan gagasannya dan mengacu pada batang
pokok penafsiran naskah yang sudah di pilih. Mengamati pertunjukan atau
pementasan dan memberikan dorongan moril kepada pemainnya.
Ruang Lingkup Kerja Sutradara itu
sendiri memilih, mendalami, menghayati dan menafsirkan naskah. Memilih dan
menentukan peran (casting) kerja sama dengan menulis naskah, penata pentas
serta kerja pekerja teater lainnya. Merencanakan dan melaksanakan latihan serta
persiapan kerja pentas.
Sementara itu, mitra kerja sutradara
bekerja sama dengan kelompok, pelaku, pekerja teater dan pelaksana. Para pelaku
( aktor/pemeran ) adalah kelompok orang ( artis ) yang telah dipilih ( casting
) untuk memainkan peran tertentu dalam cerita. Mereka dapat digolongkan menjadi
pemeran utama, seperti protagonis dan natagonis. Dapat pula digolongkan sebagai
peran pembantu dan figuran. Kelompok ini disebut pemeran tambahan.
Para pekerja teater adalah sekelompok
orang ( ahli ) yang membantu melancarkan tugas sutradara mereka adalah : pemimpin
panggung ( stage manage, koordinator waktu pementasan ) penata pentas, busana,
rias, cahaya, musik, bidang dekorasi, pelengkapan dan petugas-petugas pentas.
Kelompok pelaksan antara lain adalah produser, biasanya disebut penyandang
dana. Pimpinan produksi ( manager ). Humas yang mempublikasikan pementasan dan
seksi tamu yang mengatur tamu-tamu dan tempat.
Penyutradaraan, ada dua tipe
kepemimpinan diterapkan oleh sutradara, tipe diktator dan tipe bebas. Tipe
diktator berciri sutradara yang mengatur semmuanya, tidak ada masukan dari yang
lain. Tipe bebas, sutradara memberikan kepada pemerannya untuk berkreasi.
Tetapi tidak ada tipe ideal, lalu muncul tipe gabungan. Muncul-lah tipe yang
mengatur, tetapi memberi kebebasan yang terbatas. Kelebihan tipe gabungan ini
adalah menculnya iklim kerja yang kondusif.
Harymawan mengemukanan bahwa beberapa
hal tentang pembinaan kerja sutradara, seperti bagaimana menemukan nada dasar,
merencanakan tata teknik pentas, menentukan casting, menyusun mese en scene,
menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek laku dan mempengarusi jika
(psike) pemain.
Kemudian, Kerja sutradara dapat
dikelompokan menjadi, memilih memahami dan menafsirkan naskah. Sutradara perlu
mempertimbangkan beberapa hal sebelum mengambil keputusan, antara lain yang
menjadi bahan pertimbangan adalah kondisi internal kelompok, faktor eksternal
dan kemampuan sutradara sendiri. Faktor internal yang perlu diperhatikan adalah
sumber daya masuian. Bagaimana kondisi kelompok yang akan dimainkan drama tersebut.
Setelah semua kemungkinan itu dipertimbangkan berulah sutradara mengambil
keputusan untuk memilih naskah. Kemudian, faktor eksternal yang perlu
diperhatikan sutradara adalah faktor kondisi dan situasi sarana penunjung.
Merancang konsep pementasan. Konsep ini
adalah hasil tafsiran sutradara terhadap naskah yang dipilihnya. Memilih
pemain, disebut juga melakukan casting, serta memilih mitra kerja, seperti para
penata pentas dan sebagainya. Melatih para pemain, kemudian mementaskan.
Selanjutnya, dasar-dasar penyusunan
konsep sutradara dengan memperhatikan berbagai faktor keserasian penataan unsur
teater. Serasi berarti adanya kesearasan ( keharmonisan ) antara unsur yang
tampak di pentas dengan tuntutan naskah. Kemudian, apa yang dikehendaki naskah
dapat diperoleh dengan menghayati naskah.
Sementara itu, penghayatan itu
bertujuan menemukan ide, bagaimana mendukung unsur-unsur teater secara baik
sehingga tampak di pentas betul-betul bisa menyampaikan makna naskah kepada
penonton. Kemudian, langkah kerja yang dilakukan adalah membaca naskah,
menafsirkan naskah, menghayati dan mengekpresikan konsep pentas.
Konsep selanjutnya adalah analisa
berdasarkan berdasarkan langkah kerja dengan cara kutipan naskah ini
menceritakan tentang keadaan hati memelalui pembicaraan beberapa orang.
Kemudian Interpretasi terhadap naskah berdasarkan susana dalam cerita tersebut.
Selanjutnya, menata pentas berarti menampakan atau menampilkan suatu suasana
tertentu yang ada dalam naskah pentas. Artinya apa yang terlihat dipentas ( bentuk
visual ) selalu ada kaitannya dengan cerita ( naskah ). Tentu saja konsep yang
dipakai adalah konsep sutradara, karena sutradaralah yang menafsirkan naskah.
Tafsiran tersebut meliputi usaha-usaha
seperti merencanakan dekorasi atau riset. Apakah yang diperhatikan itu sebuah
taman, ruang tunggu di stasiun kereta api, ruang tempat raja menerima
menteri-menterinya menghadap, atau daerah perbukitan, kemudian bagaimana
mengatur peralatan tersebut. Menentukan make-up ( tata rias ) dengan cara
melukis wajah pemain sesuai dengan perannya. Seroang tua, seorang pelacur,
orang berwatak keras, wajah cina atau melayu, semua itu dilakukan dengan
konsep. Kemudian menata pakaian menentukan apakaian yang akan akan di pakai
dalam pementsan, baik pemain utama atau pemain pembantu. Perlu di ingat bahwa
dalam pementasan pakaian ini harus terkoordinir, baik kenisnya ( modelnya )
maupun warnanya.
Tata cahaya ( lighting ) pun agaknya
diperlakukan sama bahwa penataan cahaya itu perlu diperhatikan adalah bagaimana
pemanfaatan cahaya itu sesuai dengan cerita. Bagaimana di pentas yang perlu
terang atau gelap, kemudian kapan seluruh pentas harus jelas oleh penonton.
Warna apa yang harus dipakai untuk menjukan waktu sore hari dan seterusnya.
Selanjutnya, penempatan pemain di atas penaggung
berfungsi untuk menghidupkan suasana di pentas. Oelh sebab itu, bagaimana dan
dimana posisi pemain harus diatur sedemikian rupa sesuai dengan teori pemain,
teori komposisi. Kemudian, perencanaan semua komponen penataan pentas ini harus
disesuaikan dengan nada dasar cerita. Misalnya, kalau tragedi didominir oleh
warga gelap, sedangkan komedi lebih menonjolkan warna cerah baik dalam pilihan
warna setting pakaian meupun tata rias dan tata cahaya.
No comments:
Post a Comment