Wednesday, June 22, 2016

Limbah Medis Bersifat Infeksius dan Kimia Beracun



Pengelolaan sampah medis, yakni sampah infeksius dan non infeksius hingga kini masih belum dikelola dengan baik. Padahal dampak yang ditimbulkan kepada masyarakat sangat membahayakan. Dari sekian banyak rumah sakit, Padang hanya memiliki satu tempat pengelolaan limbah infeksius yang dikenal dengan nama insenerator. 

Limbah medis bersifat infeksius dan kimia beracun. Dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik. Sampah infeksius berupa kasa/verband pembalut luka, jaringan tubuh, kertas tissue bekas, kateter urine bekas, selang infuse, selang drainase, plester, pampers, sarung tangan bekas pakai, kantong darah bekas, botol infus, dan benda yang terkontaminasi cairan tubuh lainnya.

Pejabat pemberi informasi dan dokumentasi RSUP MDjamil Gustafianof mengatakan, pengelolaan sampah infeksius yang dihasilkan oleh RSUP M Djamil Padang sedang mengalami gangguan. Sejak Januari lalu, Insenerator sebagai alat pembakaran sampah medis mengalami kerusakan. Hal itu menjadikan pihak rumah sakit tidak bisa mengelola sampah medis sebagaimana mestinya. Sehingga pihak rumah sakit terpaksa bekerjasama dengan pihak ketiga, yakni PT Multazam yang menyediakan jasa transportasi penangkutan limbah medis dan B3. Sedangkan sampah Non infeksius dikelola oleh petugas kebersihan.

“Untuk satu sampah infeksius dan limbah b3, berhubung insenerator rusak, kami dibantu oleh PT Multazam. Pengambilan dan pemusnahan semua ditanggung oleh PT Multazam,” jelasnya.

Gustafianof menjelaskan, limbah yang dikumpulkan selanjutnya akan dikirim ke Jakarta untuk dilakukan proses pemusnahan. Sedangkan untuk perbaikan insenerator, pihak rumah sakit tengah melakukan perbaikan agar terhindar dari penumpukan sampah.

“Selanjutnya kami akan tetap bekerjasama engan PT. MUltazam untuk pengiriman limbah B3. Mereka kan punya standar, pengawasannya juga ketat,” Jelas Gustafianof.

M Djamil memiliki dua pembagian sampah. Sampah medis yang dihasilkan dalam waktu seminggu sekitar 200 kg per hari. Untuk keamanan, setiap sampah yang akan dikirim, dilakukan pengepakkan/packing menggunakan karton, dan terdapat box khusus untuk menjaga keamanan limbah. 

Marketing PT Multazam, Fahrry Muhardhany membenarkan bahwa PT Multazam sudah bekerjasama dengan RSUP M Djamil Padang sejak akhir Januari lalu. Hal tersebut karena tempat pengelolaan limbah, yakni insenerator rumah sakit tersebut dalam keadaan rusak. Selain RSUP M Djamil, PT Multazam juga bekerjasama dengan 76 rumah sakit lain se-Sumbar. 

Menurut Fahrry, limbah infeksius yang dihasilkan rumah sakit se-Sumbar sekitar 1 ton per minggu. Sedangkan dalam waktu sebulan, limbah infeksius yang dihasilkan mencapai 10 ton. Limah tersebut dikatakannya akan dikirim ke Jakarta, tepatnya ke PT Jasamedivest untuk dikelola. Jasamedivest merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manajemen pengelolaan limbah medis & B3, khususnya jenis padat, dan sudah mendapatkan izin dari kementrian lingkungan hidup. Pengiriman dikemas dengan rapi sesuai standar keamanan yang telah ada.

“Untuk Kota Padang, rumah sakit yang bekerjasama dengan kami adalah RSUP M Djamil, Ibnu Sina, dan Yos Sudarso.” Ungkapnya.

Kepala UPT TPA Sampah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Padang, Azwardi mengatakan, sampah medis tidak boleh dibuang bersamaan dengan sampah domestic lainnya. Hal itu karena sampah medis memiliki tingkat bahaya yang sangat tinggi dan dikhawatirkan bisa membahayakan manusia. Ia mengatakan, sejak dua bulan terakhir sudah dilarang masuknya sampah infeksius ke TPA Air Dingin. Tidak hanya itu, penjemputan sampah medis ke rumah sakit pun sudah dihentikan.

“Sejak adanya larangan dari DPRD mengenai pembuangan sampah medis ke TPA, dari dua bulan lalu kami tidak lagi menerima sampah tersebut. Setahu saya pengelolaannya langsung dilaksanakan di RS Yos Sudarso dan RSUP M Jamil Padang,” paparnya.

Namun Hal berbeda disampaikan oleh Kepala Bapedalda Padang, Edi Hasymi melalui Kepala Bidang Pengawasan Pengendalian, Mairizon bahwa sampah medis masih ditemukan di TPA Air Dingin sekitar satu bulan lalu. Hal ini menandakan bahwa masih banyak pihak rumah sakit yang tidak patuh dan membuang sampah medisnya ke TPA domestic.

Untuk pengelolaan limbah medis Padang, dinilainya masih sangat jauh dari kata baik. Bahkan di rumah sakit negeri saja, pengelolaan limbah medih hanya berjalan 30 persen dari target seharusnya yakni 100 persen. Tidak hanya Padang, untuk pengelolaan limbah medis di Indonesia masih bermasalah. Perlu adanya penambahan tempat pengelolaan limbah sehingga seluruh limbah medis yang dihasilkan bisa dikelola dengan baik. 

Pengankutan sampah medis ber-biaya 40 ribu per kilo. Jika dibandingkan dengan pendapatan yang dihasilkan sebuah rumah sakit, tentu tidaklah seberapa. Namun, masih saja ditemukan alasan-alasan biaya pengangkutan limbah yang mahal dari instansi-instansi kesehatan.

“Harusnya setiap rumah sakit mampu mengelola limbah yang mereka hasilkan. Tidak hanya limbah cair, tapi juga limbah padat. Jangan bisanya cuma mendirikan RS, tapi tidak bisa mengelola limbah yang dihasilkan,” jelasnya.

Dari sekian banyak rumah sakit yang ada di Padang, yang memiliki Insenerator hanya tiga rumah sakit. Namun dua diantaranya dalam keadaan rusak. Ditambah lagi, masih ada rumah sakit yang memiliki insenerator namun tidak punya izin penggunaan dari Kementrian Kesehatan. 

“Mau bagaimana, daripada limbah tidak dikelola dan dibuang disembarang tempat, terpaksa penggunaan insenerator yang belum mengantongi izin tersebut dibiarkan,” paparnya. 

Mairizon menambahkan, bahwa pengelolaan limbah medis sepenuhnya merupakan tanggung jawab rumah sakit. Jika masih ada pihak yang melanggar, akan ada sanksi yang nantinya diterima baik itu dari pihak rumah sakit, maupun tempat pembuangannya. Sanksi terberat yang diterima berupa pencabutan izin dari rumah sakit tersebut

No comments:

Post a Comment