Diskusi "Takwil Gempa" warisan budaya Minangkabau dalam menghadapi bencana gempa, dimuseum
adityawarman pada Rabu, 19 Mei 2016. Dikusi tersebut dihadari oleh guru-guru sejarah,
mahasiswa sejarah dan akademisi dengan tujuan Masyarakat kembali melihat
catatan-catatan sejarah, sebab maseium merupakan tempat edukasi dan banyak hal
yang dapat di pelajari. Diskusi menghadirkan empat orang diskusi Yulizal Yunus,
Firdaus dan Syamsurizal.
Yulizal Yunus Dt Rajo Bagindo
menyebutkan pada pemaparan makalah 'Penguatan Sinergi Peran Masyarakat dalam
Memenej Bencana' dikatakan bahwa masyarakat (Adat Minang) peduli bencana dan
tegar terhadap fenomena (peristiwa) termasuk bencana gempa. Peduli ini secara
asksiologis adalah akhlak (perilaku) teladan.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa
bukti kepedulian tersebut apabila masyarakat (adat Minang) berjumpa, selalu
yang terucap dimunutnya adalah pertanyaan, tentang kabar seseorang. 'Ba a
kaba?' dalam artian haus informasi untuk mengetahui kabar saudaranya baik dan
buruk.
Menurutnya, masyarakat (adat
Minang) mampu meretas purba wasangka dan perang persepsi. Kemudian, masyarakat
Minang punya potensi daya tahan (resilience) tergar terhadap bencana. Penguatan
sinergi masyarakat sudah punya kepedulian bencana, punya ketahanan bencana.
"Potensi tersebut harus dikembangkan dalam bentuk manjemen terpadu penggulangan bencana. Dimungkinkan, sinergi masyarakat, pemerintah, swasta dan aktor pembangunan lainnya sebagai stakholders utama dan pendukung," katanya Ketua Pembina Pusat Studi Islam dan Adat Minangkabau ketua V LKAA Sumatera Barat (2010-2016).
Ia melanjutkan pembentukan
sinergi kuat itu perlu pembedayaan peran masyarakat ada beberapa hal yakni
perlu adanya penyadaran kepada masyarat seperti sarasehan, diskusi, lokakarya
yang berkenaan dengan tema bencana. Kemudian masyarakat perlu adanya pembekalan
seperti penataran, training. Selanjutnya masyarakat perlu pendampingan seperti
konsultasi kebijakan termasuk kebencanaan termasuk rencana aksi dan pasilitas
dalam hal memenej bendana, mulai dari pra bencana, pengurangan resiko, tanggap
darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi dengan akuntabilitas dan transparansi
peranan.
"Memposisikan masyarakat
berperan dalam proses penanggulangan bencana dengan menjelaskan sinergi program
sesuai dengan rencana aksi serta mempertimbangkan kondisi sosial budaya
masyarakat dan karakteristik. Kapasits sumberdaya lokal dan kearifan
lokal," katanya.
Dr. H. Firdaus, M.Ag dalam
pemaparan makalahnya Takwil Gempa Dalam Naskah Minangkabar, refleksi agama
masyarakat Sumatera Barat terhadap fenomena alam dikatakan bahwa gempa dan
tsunami bukanlah hal baru bagi masyarakat minang. Sehingga kondisi alam
tersebut telah melekat dalam memori kolektif masyarakat yang sering dimunculkan
dalam petuah adat, nasehat, tamsil, hikayat, manuskrip atau prosa bernuansa
ramalan dan takwil merupakan pertanda.
Ia menyebutkan bahwa di sumatera
barat sendiri telah tercatat gempa bumi yang terjadi dalam skala besar seperti
pada tahun 1833, tahun 1861, dan tahun 1926. Dalam keadaan itu, ulama justru
hadir sebagai penafsir yang sedikit banyak membawa ketenangan pada masyarakat.
Kemudian, penafsiran-penafsiran terhadap gempa tersebut kemudian tertulis dalam
korpus naskah yang dikenal dengan takwil gempa.
"Naskah takwil gempa menjadi
bukti bahwa masyarakat membutuhkan kearifan lokal terhadap apa yang mereka
alami, dalam hal ini yang bersumber dari ulama. Takwil dalam pengertian disini
ialan pertanda dengan asumsi bahwa segala yang terjadi mempunyai hikmah antara
lain sebagai pertanda baik atau pertanda buruk," katanya dosen sejarah
kebudayaan islam, Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Imambonjol.
Ia menjelaskan sebagai manuskrip
yang bersifat informatif, naskah takwil gempa dapat menjadi jendela untuk
mengetahui keadaan sosial keagamaan masyarakat minangkabau ketika teks tersebut
di produksi. Identifikasi naskah takwil gempa di minangkabau ditemukan ada
empat teks takwil gempa ditemukan daerek yakni naskah di surau Malalo Kabupaten
Tanah Datar, Naskah Biaro, naskah Mungka dan naskah Padangpanjang.
Sementara itu, ada beberapa
naskah dari Surau Ulakan seperti Ms Takwil gempa ulakan, Ms Takwil Gempa Biaro,
Ms Takwil Gempa Mungka dan Ms Takwil Takwil Gempa Padangpanjang. Surau, Ulama
dan Naskah Takwil Gempa di pakai dua ordo sufi di Minangkabau. Nilai-nilai
keagamaan dalam naskah takwil gempa pada gempa mempunyai dimensi agam.
"Ada tiga hal yang dilihat
dari takwil gempa, terutama teks Ms Padangpanjang yaitu tentang kosmologi,
shalat dan alamat baik dan buruk," katanya.
Syamsurizal, makna nilai dan
fungsi, makna nilai merupakan realitas abstrak dan terdapat dalam kehidupan
manusia benruknya, norma sebagai landasan manusian dalam bertindak, misalnya
keberanian merupakan landasan untuk ingin maju dan tak menyerah dengan keadaan.
Sifat nilai absrak tidak dapat di
indra, hanya dapat diindra objek yang bernilai itu, umpanya orang itu
bersemangat, berani, tidak tinggal diam, nilainya tidak bisa diamati, tetapi
pemilik sifat ini terlihat bernilai berkarakter. Normatif maknanya nilai
memiliki cita-cita harapan, ideal (das sollen) berbeda das sain (kenyataan)
atau realitas.
Fungsi nilai adalah daya dorong,
motivator bagi orang yang menganut nilai itu. Orang berfikir, bersikap dan
bertindak didorong nilai yang di yakini dan dianutnya. Misalnya korban gempa
yakin bagian perubahan dalam diatur oleh tuhan, a pun harus berubah dari korban
bangkit kembali melanjutkan kehidupan. Karena nilai yang dianutnya itu
berfungsi. Memberi arah berfikir, bersikap dan bertindak, memotifasinya terus
berperan dan tidak mati gaya, sebut Kepala Dinas Pendidikan dan kebudayaan
Provinsi Sumatera Barat.
Noviyanty kapala Musium
Aditiawarman mengatakan bahwa musium merupa rohnya adalah koleksi dan
mengangkat manuskrip filologi dan naskah kuno. Jadi kegiatan diskusi ini
merupakan mengangkat salah satu jenis koleksi museum. Sementara itu, manuskrip
yang kita milik adalah Takwil Gempa diangkat menjadi topik diskusi. Sebab,
sumatera barat terjacat sebagai daerah rawan gempa.
Hal tersebut yang melatar
belakangi sebagai lembaga edukasi informal yang mempelajari sejarah masalalu.
Sejarah tersebut tidak bisa dilupakan terutama dalam hal catatan penting dari
peristiwa dan masalalu dalam sejarah. catatan-catatan sejarah atas kehancuran,
catatan sikis dan kejiwaan, rasa takut, tidak nyaman, cemas dan sejenisnya.
"Ilmu tersebut ada pada
sejarah, sebab telah adanya catatan-catatan dan penarsiran tentang gempa. Dalam
hal ini, kita bekerjasama dengan IAIN Imam Bonjol mengambil sedikit
stanslet-stranslet dari naskah tersebut. Ternyata dari beberapa naskah tersebut
telah ada penulisan dan penulisan serta penafsiran tentang gempa," katanya.
No comments:
Post a Comment