Tuesday, June 7, 2016

Warisan Budaya Minangkabau : Takwil Gempa Penguatan Sinergi Peran Masyarakat dalam Memenej Bencana



Diskusi "Takwil Gempa" warisan budaya Minangkabau dalam menghadapi bencana gempa, dimuseum adityawarman pada Rabu, 19 Mei 2016. Dikusi tersebut dihadari oleh guru-guru sejarah, mahasiswa sejarah dan akademisi dengan tujuan Masyarakat kembali melihat catatan-catatan sejarah, sebab maseium merupakan tempat edukasi dan banyak hal yang dapat di pelajari. Diskusi menghadirkan empat orang diskusi Yulizal Yunus, Firdaus dan Syamsurizal.
Yulizal Yunus Dt Rajo Bagindo menyebutkan pada pemaparan makalah 'Penguatan Sinergi Peran Masyarakat dalam Memenej Bencana' dikatakan bahwa masyarakat (Adat Minang) peduli bencana dan tegar terhadap fenomena (peristiwa) termasuk bencana gempa. Peduli ini secara asksiologis adalah akhlak (perilaku) teladan.

Selanjutnya, dijelaskan bahwa bukti kepedulian tersebut apabila masyarakat (adat Minang) berjumpa, selalu yang terucap dimunutnya adalah pertanyaan, tentang kabar seseorang. 'Ba a kaba?' dalam artian haus informasi untuk mengetahui kabar saudaranya baik dan buruk.

Menurutnya, masyarakat (adat Minang) mampu meretas purba wasangka dan perang persepsi. Kemudian, masyarakat Minang punya potensi daya tahan (resilience) tergar terhadap bencana. Penguatan sinergi masyarakat sudah punya kepedulian bencana, punya ketahanan bencana.

"Potensi tersebut harus dikembangkan dalam bentuk manjemen terpadu penggulangan bencana. Dimungkinkan, sinergi masyarakat, pemerintah, swasta dan aktor pembangunan lainnya sebagai stakholders utama dan pendukung," katanya Ketua Pembina Pusat Studi Islam dan Adat Minangkabau ketua V LKAA Sumatera Barat (2010-2016).

Ia melanjutkan pembentukan sinergi kuat itu perlu pembedayaan peran masyarakat ada beberapa hal yakni perlu adanya penyadaran kepada masyarat seperti sarasehan, diskusi, lokakarya yang berkenaan dengan tema bencana. Kemudian masyarakat perlu adanya pembekalan seperti penataran, training. Selanjutnya masyarakat perlu pendampingan seperti konsultasi kebijakan termasuk kebencanaan termasuk rencana aksi dan pasilitas dalam hal memenej bendana, mulai dari pra bencana, pengurangan resiko, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi dengan akuntabilitas dan transparansi peranan.

"Memposisikan masyarakat berperan dalam proses penanggulangan bencana dengan menjelaskan sinergi program sesuai dengan rencana aksi serta mempertimbangkan kondisi sosial budaya masyarakat dan karakteristik. Kapasits sumberdaya lokal dan kearifan lokal," katanya.

Dr. H. Firdaus, M.Ag dalam pemaparan makalahnya Takwil Gempa Dalam Naskah Minangkabar, refleksi agama masyarakat Sumatera Barat terhadap fenomena alam dikatakan bahwa gempa dan tsunami bukanlah hal baru bagi masyarakat minang. Sehingga kondisi alam tersebut telah melekat dalam memori kolektif masyarakat yang sering dimunculkan dalam petuah adat, nasehat, tamsil, hikayat, manuskrip atau prosa bernuansa ramalan dan takwil merupakan pertanda.

Ia menyebutkan bahwa di sumatera barat sendiri telah tercatat gempa bumi yang terjadi dalam skala besar seperti pada tahun 1833, tahun 1861, dan tahun 1926. Dalam keadaan itu, ulama justru hadir sebagai penafsir yang sedikit banyak membawa ketenangan pada masyarakat. Kemudian, penafsiran-penafsiran terhadap gempa tersebut kemudian tertulis dalam korpus naskah yang dikenal dengan takwil gempa.

"Naskah takwil gempa menjadi bukti bahwa masyarakat membutuhkan kearifan lokal terhadap apa yang mereka alami, dalam hal ini yang bersumber dari ulama. Takwil dalam pengertian disini ialan pertanda dengan asumsi bahwa segala yang terjadi mempunyai hikmah antara lain sebagai pertanda baik atau pertanda buruk," katanya dosen sejarah kebudayaan islam, Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Imambonjol.

Ia menjelaskan sebagai manuskrip yang bersifat informatif, naskah takwil gempa dapat menjadi jendela untuk mengetahui keadaan sosial keagamaan masyarakat minangkabau ketika teks tersebut di produksi. Identifikasi naskah takwil gempa di minangkabau ditemukan ada empat teks takwil gempa ditemukan daerek yakni naskah di surau Malalo Kabupaten Tanah Datar, Naskah Biaro, naskah Mungka dan naskah Padangpanjang.

Sementara itu, ada beberapa naskah dari Surau Ulakan seperti Ms Takwil gempa ulakan, Ms Takwil Gempa Biaro, Ms Takwil Gempa Mungka dan Ms Takwil Takwil Gempa Padangpanjang. Surau, Ulama dan Naskah Takwil Gempa di pakai dua ordo sufi di Minangkabau. Nilai-nilai keagamaan dalam naskah takwil gempa pada gempa mempunyai dimensi agam.

"Ada tiga hal yang dilihat dari takwil gempa, terutama teks Ms Padangpanjang yaitu tentang kosmologi, shalat dan alamat baik dan buruk," katanya.

Syamsurizal, makna nilai dan fungsi, makna nilai merupakan realitas abstrak dan terdapat dalam kehidupan manusia benruknya, norma sebagai landasan manusian dalam bertindak, misalnya keberanian merupakan landasan untuk ingin maju dan tak menyerah dengan keadaan.

Sifat nilai absrak tidak dapat di indra, hanya dapat diindra objek yang bernilai itu, umpanya orang itu bersemangat, berani, tidak tinggal diam, nilainya tidak bisa diamati, tetapi pemilik sifat ini terlihat bernilai berkarakter. Normatif maknanya nilai memiliki cita-cita harapan, ideal (das sollen) berbeda das sain (kenyataan) atau realitas.

Fungsi nilai adalah daya dorong, motivator bagi orang yang menganut nilai itu. Orang berfikir, bersikap dan bertindak didorong nilai yang di yakini dan dianutnya. Misalnya korban gempa yakin bagian perubahan dalam diatur oleh tuhan, a pun harus berubah dari korban bangkit kembali melanjutkan kehidupan. Karena nilai yang dianutnya itu berfungsi. Memberi arah berfikir, bersikap dan bertindak, memotifasinya terus berperan dan tidak mati gaya, sebut Kepala Dinas Pendidikan dan kebudayaan Provinsi Sumatera Barat.

Noviyanty kapala Musium Aditiawarman mengatakan bahwa musium merupa rohnya adalah koleksi dan mengangkat manuskrip filologi dan naskah kuno. Jadi kegiatan diskusi ini merupakan mengangkat salah satu jenis koleksi museum. Sementara itu, manuskrip yang kita milik adalah Takwil Gempa diangkat menjadi topik diskusi. Sebab, sumatera barat terjacat sebagai daerah rawan gempa.

Hal tersebut yang melatar belakangi sebagai lembaga edukasi informal yang mempelajari sejarah masalalu. Sejarah tersebut tidak bisa dilupakan terutama dalam hal catatan penting dari peristiwa dan masalalu dalam sejarah. catatan-catatan sejarah atas kehancuran, catatan sikis dan kejiwaan, rasa takut, tidak nyaman, cemas dan sejenisnya.

"Ilmu tersebut ada pada sejarah, sebab telah adanya catatan-catatan dan penarsiran tentang gempa. Dalam hal ini, kita bekerjasama dengan IAIN Imam Bonjol mengambil sedikit stanslet-stranslet dari naskah tersebut. Ternyata dari beberapa naskah tersebut telah ada penulisan dan penulisan serta penafsiran tentang gempa," katanya.

No comments:

Post a Comment