Lapora: Julnadi Inderapura, Padang
Malam itu, tiba-tiba lampu gedung
dimatikan. Penonton pemula merasa terkejut dan heran kenapa lampu gedung
dimatikan. Sementara penonton yang lain sedang menyiapkan diri untuk
menyaksikan dan mendengarkan komposisi musik tersebut. Ada dua komposisi musik
yang dimainkan Langkok Grup.
Lampu panggung perlahan-lahan
menyala. Seorang yang bergerak sembari memaikan musik perkusi. Bunya hang
dihasilkan seperti bunyi lonceng. Sementara itu, bunyi rabab dan berpadu dengan
bunyi saluang yang saling mengengkapi sehingga melahirkan musik yang dinamis.
"... Yo sulik manahan rindu, bak lauik di hoyak topan, co bumi di
goncang gampo, antah pabilo samo surang.."
Dendang pembuka yang disampaikan
dalam komposisi Langkok Grup. Musik tersebut mampu memikat ratusan penonton yang
menyaksikan music tradrisi yang posmo. Music yang dinamis tampak sekeriusan
penonton yang menyaksikan dan dinikmati. Meskipun hujan deras-namun gedung
pertunjukan Manti Manuik di padati penonton.
Alat musik yang dimaikan dalam
komposisi musik tersebut adalah gendang hoyak, bansi, jimbe, rabab, saluang.
Komposer Hasanawi mamadukan alat musik tiup, alat musik gesek dan perkusi. Sehingga
lebih dinamis terdengar.
Komposer Langkok Grup Hasanawi
mengisahkan komposisi musik 'Rindu Baguman' merupakan cerita antara bapak
kepada anak yang telah tiada. Angan-angan seorang bapak membayangkan tumbuh dan
berkembang. Kemudian komposisi musik ke dua berjudul 'Dalam doa, rindi
dikirimkan' merupakan bentuknya semi selawat dulang dan bernuasa islami. Sebab,
materi penggarapan musik tersebut pada zikir dan doa. Doa tersebut tentang
angan-angan seorang ayah yang tidak sampai pada anak, kemudian menjadi utang.
Ratu Selvia Agnesia mengakui
bahwa Ini merupakan pertamakali melihat karya Hasanawi. Ia biasanya di Jakarta lebih
sering melihat karya-karya musik kontemporer. Tatapi ini justru menarik,
terutama penggunaan alat musik yang menggunakan perkakas perabotan rumah tangga
(dulang) pada komposisi pusik ke dua 'Dalam Doa, Rindi Dikirimkan'.
Menurutnya, komposisi musik
tersebut menjadi menarik, karena tema yang sesuai dengan kultur budaya minang
itu sendiri. Bagaimana sebuah kerinduan itu di tafsir dalam bentuk musik. Hal
itu menjadi bagian dari tradisi kebudayaan minang, bahwa pada akhirnya lelaki
minang itu adalah lelaki yang kesepian. Tidak hanya seorang lelaki yang
merantau saja yang merasa kesepian, tapi sebenarnya keluarganya juga merasakan
hal yang serupa.
Ratu Selvi Agnesia mengakui hal
tersebut berdasarkan tafsiran esensi musik yang disampaikan komposer. Namun,
pada bagian musik yang kedua, berdasarkan latar belakang pemusik itu sendiri
yang sarat dengan agama. Ataupun surau sendiripun apakah masih kontekstual.
Tema agama itu untuk budaya minang dalam musik yang ditampilkan. Hal inilah
manjadi pertanyaan apakah demikian adanya? Karena begitu sangat digit ayat-ayat
agama disampaikan pada pragmen yang kedua 'Dalam Doa, Rindi Dikirimkan'. Tetapi
dalam pertunjukan musik yang kedua, tema ini menurutnya telah mewakili karakter
kultur kebudayaan minang itu sendiri.
Salawat dulang dengan mencapaian
minang, sesungguhnya yang lebih memahami budayanya adalah masyarakat minang
sendiri. Namun, pada dasarnya Jika penontonnya orang minang akan lebih paham,
sebagian besar apa yang ingin disampaikan komposer melalui musik.
Ratu Selvia Agnesia
mempertanyakan untuk memyampaikan kerinduan tersebut dengan ayat-ayat dan
tahlilan. Hal itu, menurutnya adalah upaya pendekatan lebih lanjut untuk
membangkitkan persoalan pritual. Bagaimana jika kita hendak berbicara langsung
terhadap orang yang telah meninggal. Salah satu media untuk menyampaikannya
adalah kepada tuhan melalui tahlil dan doa tersebut. "Dan dimensi
spritualnya sangat kental pada pragmeg kedua komposisi musik 'Dalam Doa, Rindu
Dikirimkan'.
Ratu Selvi Agensia menyebutkan
koposisi musik tersebut pendekatannya tidak sama dengan sufistik. Sebab,
sufistik penelaahannya lebih mendalam karena penelaahannya tidak hanya pada
ayat-ayat tetapi makna kehidupan atau makna kematian itu terlebih.
No comments:
Post a Comment