Friday, December 1, 2017

Paguyuban Warga Sunda Tampilkan Singa Depok Pada Multikultural Festival

"Orang saling mengenal dan saling mencintai melalui budaya. Meskipun tumbuh dan berkembang di perantauan identitas budaya tetap dipertahankan serta dilestarikan. Agar budaya tidak hilang dan harus dilestarikan, terkadang dikampung sendiri budaya tersebut sudah hilang, justru berkembangnya di daerah perantauan"


Bunyi musik Calung tradisional Sunda mengiringi tarian Singa Depok pada Selasa, 28 November 2017 malam mengugah para penonton yang menyaksikan. Calung merupakan alat musik yang terbuat dari bambu dimainkan dengan cara dipukul mengiringi tarian Singa Depok yang di tampilkan Paguyuban Warga Sunda. Serta diiringi sorak sorai penari di pentas mengangkat tandu beserta singa yang disebut Singa Depok. Ada dua ekor singa yang di pragakan sembari menari di Panggung Multikultural Festival Sawahlunto. 

Kemudian Singa Depok merupakan seni tradisi khas Subang Jawa Barat diiringi musik Calung, Gong, Gendang Sunda serta ada pula disi dengan musik angklung. Angklung merupakan alat alat musik yang berbahan bambu, namun dimainkan dengan digoyangkan. Seni tradisi Singa Depok kerap dimainkan untuk penyambutan tamu kebesaran seperti bupati/walikota untuk acara besar. Kemudian tamu tersebut di silakan duduk di punggung Singa Depok untuk di arak keliling sebagai penghormatan pada tamu. 

Selanjutnya, seni tradisi Singa Depok juga di gunakan untuk acara pesta sunatan. Biasanya anak yang akan sunatan tersebut disilakan naik punggung Singa diarak keliling kampung. Paguyuban Warga Sunda yang ada di Sumatera Barat sudah memiliki bermacam-macam kesenian tradisi seperti kesenian Singa Depok, Calung, Angklung, Mapag Kendang, Mapag Penganten dengan menjemput penganten dengan musik dan tarian, kemudian ada Saweran. 

Kemudian, untuk bisa memainkan seni tradisi musik, tari serta Singa Depok tersebut dibutuhkan latihan dan keahlian. Latihan dan keahlian didukung oleh peralatan musik. Ada keahlian tetapi tidak ada alat musik juga tidak bisa latihan untuk melatih seni Tradkak Depok. Sehingga, keinginan bersama agar kesenian tradisional tetap dilestarikan. Kemudian, keinginan untuk melestarikan seni tradisi tersebut bermula dari perkumpulan yang kerap bernyanyi bersama. 

Lalu ada keinginan untuk membuat Calung alat musik dari bambu dan latihan secara bersama sehingga bisa tampil di panggung Multikultural Festival. Kesenian yang ditampilka dari PWS Alahan Panjang Kabupaten Solok dan bergabung dengan Kota Sawahlunto untuk memeriahkan ulang tahun kota Sawahlunto ke 129. PWS pada tahun depan jika ada kesempatan lagi untuk tampil akan ditampilkan bentuk kesenian tradisional lainnya yang ada di Jawa Barat. 

Sebab, kesenian tradisional asal Jawa Barat tidak hanya Calung dan Singa Depok saja, namun masih banyak lagi kesenian tradisi yang perlu diketahui orang banyak. Kemudian melalui Multikultural Festival menjadi momen untuk silaturrahmi antar sesama warga Sunda dan masyarakat Minang. Selanjutnya Multikultural Festival sekaligus wadah untuk membudayakan seni tradisi Sunda setelah dilakukan pembinaan. Sehingga budaya kesenian Sunda tidak hilang meskipun di perantauan. 

Selain itu, budaya agar tidak hilang dan tergerua oleh perkembangan zaman, maka perlu ada perhatian untuk terus menjaga dan dilestarikan. Terkadang dikampung daerah asal sendiri budaya itu lahir justru sudah mulai menghilang. Masahan sebaliknya, justru seni tradisi itu berkembangnya di daerah perantauan. Makanya orang saling mengenal dan saling cinta melalui budaya yang saling mengikat. Sebab, budaya adalah alat perekat bangsa. 

Biasanya di daerah perantauan untuk mempertahankan budaya biasanya lebih gigih meskipun ada anggapan keseniannya kurang menarik. Namun, tetap yakin dan semangat meskipun ada anggapan bahwa kirang menarik tetap dengan tujuan utamanya adalah melestarikan budaya Sunda. Meskipun demikian kesenian tradisi Sunda mendapatkan tempat di Sumatera Barat sehingga Paguyuban Warga Sunda beserta seni budaya di undang tampil pada Ivent peringatan hari jadi kota.

Kesenian Sunda di undang tampil pada peringatan ulang tahun kota, seperti di Solok, Bukittinggi, Padang dan Darmasraya. Kabupaten Dharmasraya sendiri sudah ada Paguyuban dan sudah sering tampil. Artinya setiap ulang tahun kota Paguyuban Warga Sunda ikut andil memeriahkan ulang tahun kota domisili termasuk Sawahlunto yang diundang oleh Dinas Pariwisata. Artinya dimana bumi di pijak di situ langit di junjung dan ikut memeriahkan iven tersebut.

Aji Lukmana, akrab di sapa Kang Aji Lengser, Ketua DPW Paguyuban Warga Sunda Sumatera Barat menyebutkan bahwa Paguyuban Warga Sunda (PWS) sudah ada di 17 Kabupaten/kota se Sumatera Barat dan telah melantik Bupati/walikota sebagai 'Mang' atau orang yang dituakan. 'Mang' tersebut perumpamaannya sama dengan Mamak bagi masyarakat Minang. 

"Sebelumnya Paguyuban Sunda bernama Ikatan Keluarga Jawa Barat, pada tahun 2006 Banten berpisah dengan Jawa Barat. Sehingga di ubah namanya menjadi Paguyuban Warga Sunda (PWS) yang belamat di Jalan Wahidin II nomor 5A Padang," katanya.  

Ia melanjutkan bahwa warga Sunda untuk di Sumatera Barat ada sebanyak 40 ribu Kepala Keluarga (KK) warga Sunda yang tersebar di setiap kabupaten/kota yang masuk pada data bes PWS. Penyebarannya paling banyah berada di Kabupaten Dharmasraya karena kebanyakan transmigrasi sebagai pendatang sebanyak 13 ribu KK.

"Sementara warga Sunda di kota Sawahlunto ada sebanyak 50 KK lebih di Ketua DPD Paguyuban Warga Sunda Sawahlunto, Alit Mardianti. Belum lagi masuk warga Sunda yang musiman ke Sumatera Barat, karena selain bekerja di instansi pemerintahan juga ada sebagai pedagan dan buruh bangunan," tuturnya.*

No comments:

Post a Comment