Songket tidak hanya menjadi pakaian dalam ke hidupan seharian masyarakat Sawahlunto. Namun, Songket menjadi sumber pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, Songket tidak hanya dikenal sebagai aksesoris dan tata busana saja, namun songket telah berkembang menjadi sebuah tarian yang berjudul 'Tari Kemilau Songket'. Tarian tersebut guna mendukung promosi songket sebagai kekayaan budaya di Sawahlunto.
Laporan: Julnadi Inderapura, Sawahlunto
Minggu 22 November 2017 malam penonton memfokuskan pandangan ke arah panggung Multikultural Festival. Pandangan penonton seakan terikat oleh pukauan para penari cilik yang dipentas. Penonton ada yang duduk, berdiri dan mulai merapat ke arena panggung menyaksikan pertunjukan tari. Penari cilik tersebut memperagakan 'Tari Kemilau Songket' koreografer Yuliarni, Sanggar Seni Canang Badantiang Sawahlunto. Para penari terlihat lincah dengan gerakan yang terpola setelah mengikuti pembinaan dan latihan selama tiga bulan.
Penari Cilik tampak percaya diri menari dihadapan penonton. Suasana panggung yang menjadi liar akibat lenggok tubuh penari cilik di pentas serta linghting (tata cahaya panggung) memukau serta memperkuat gerak tubuh penari. Iringan musik seirama dengan gerakan penari serta gemulai tangan-tangan mungil penari mengidentifikasi Songket di atas pentas. Sehingga Songket tidak semata pakaian harian tetapi Songket menjadi lebih hidup dalam tarian ketika di eksplorasi ke dalam sebuah tarian dan karya seni.
Yuliarni menyebutkan bahwa ide garapan 'Tari Kemilau Songket' diambil dari kepiawaian masyarakat dalam menenun membuat songket. Songket sebagai kearifan lokal dan identitas masyarakat yang membudayakan Songket di Sawahlunto. Kemudian tarian tersebut mengeksplorasi Songket yang telah dikenal oleh masyarakat Sawahlunto. Songket tidak hanya menjadi pakaian dalam ke hidupan seharian masyarakat Sawahlunto. Namun, Songket menjadi sumber pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Maka, untuk mendukung promosi songket tersebut dilahirkan dalam bentuk garapan Tari Kemilau Songket. Sehingga pengenalan songket secara menyeluruh di tengah masyarakat sebagai identitas lokal Sawahlunto. 'Tari Kemilau Songket' merupakan ide garapan dari kepiawaian masyarakat dalam menenun membuat songket sebagai kearifan lokal dan identitas masyarakat yang membudayakan Songket di Sawahlunto.
Sanggar Canang Badantiang, berdiri sejak 14 April 2015 lalu banyak menggarap tari tradisi, kontemporer dan moderen. Kemudian Sanggar tersebut menggarap tari tradisional dari berbagai etnis Minang, Batak, Jawa, dan Sunda. Sebab, Sawahlunto terdiri dari banyak etnis yang hidup berdampingan dan saling membaur. Sehingga gerakan dasar tarian di ambil dari bentuk lokalitas budaya yang multi etnik di Sawahlunto.
Yuliarni, alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta mengatakan bahwa Sanggar Seni Canang Badantiang tersebut dibentuk untuk menampung aspirasi anak muda serta menyalurkan bakat dibidang seni tradisi. Sanggar tersebut lahir diawali dengan beberapa orang seniman Sawahlunto yang berkumpul, namun memiliki ide dan visi yang sama. Sehingga dibuat wadah tempat berkumpul dan belajar seni atas kesepakatan bersama dibentuklah Sanggar Seni Canang Badantiang.
Sanggar Seni Caniang Badantiang setiap tarian yang ditampilkan tidak sama dengan gerakan tarian sanggar seni lain. Artinya tari yang dimainkan adalah tari kreasi Canang Badantiang yang tidak dimiliki oleh Sanggar lain dengan Koreografer Yuliarni. Melainkan membuat komposisi dan gerakan sendiri untuk dipentaskan tanpa merobah tarian orang lain. Kemudian gerakan yang diambil adalah pencarian gerak tubuh masyarakat Sawahlunto yang multi etnik. Tarian tersebut diciptakan bertujuan untuk merangsang kreatifitas anggota dan mengasah kepekaan anggota terhadap budaya lokal yang ada di Sawahlunto.
Sehingga Sanggar Canang Badantiang memiliki tari yang dipentaskan koreografer Yuliarni seperti Tari Kemilau Songket, Indang Bajelo, Semarak Menyongsong Alek, Tari Pasambahan, dan Tari Ronggeng Sayuik. Kelima judul tari tersebut dipentaskan group Sanggar Seni Canang Badantiang pada Multikultural Festival. Tarian tersebut dibawakan oleh Sanggar Seni Canang Badantiang terdiri dari kelas dan kelompok dasar latihan tari. Kelompok Dasar anak umur 5 hingga 7 tahun.
Kemudian, Sanggar Seni Canang Badantiang terdiri dari kelas Kelompok Pemula A, umur 8 hingga 9 tahun. Kelompok Pemula B berumur 10 hingga 12 tahun. Selanjutnya Kelompok Junior dengan kelompok umur usia SMP-SMA. Kemudian Kelas Senio umur 17 tahun hingga usia dewasa. Kemudian, peserta anggota tari tersebut diberikan pembinaan dan latihan selama tiga bulan untuk diberikan materi.
Setelah berjalan tiga bulan dan semua materi telah diajarkan maka dilakukan evaluasi materi. Tujuannya adalah sejauh mana kemampuan anak menguasai dan menyerap materi yang diberikan. Evaluasi tersebut diberikan wadah pada anak untuk tampil mementaskan tarian yang telah diberikan sekali dalam tiga bulan dan dipertontonkan.
"Hasil evaluasi tersebut diberikan sertifikat penghargaan kepada anggota kelompok tari yang teleh menguasai materi. Program yang disiapkan melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap anggota dengan menggali budaya yang ada di Sawahlunto dalam bentuk Tari dan Musik. Artinya Sanggar Seni Caniang Badantiang tidak hanya fokus pada tari tradisional saja tetapi juga menggarap musik," ujar Yuliarni.
Kemudian, lanjut dia, pada Iven Multikultural Festival dalam rangka ulang tahun kota ke 129 tahun 2017 Sanggar Seni Canang Badantiang diberikan kesempatan tampil dan memiliki jadwal. Maka, kesempatan tersebut menjadi wadah bagi anak Sanggar untuk tampil. Sebab, anak Sanggar juga memiliki hak untuk tampil memeriahkan serta menyemarahkan ulang tahun kota dan difasilitasi.
"Selain menarikan tarian yang diciptakan sendiri, Kita juga menarikan 'Tari Rantak' Koreografer Gusmiati Suid. Tarian ini ditarikan dengan fersi aslinya dan tidak boleh di ubah. Selanjutnya, Kita juga menarikan tarian 'Tari Layuak Batoboh' Koreografer Eri Mefry, tari yang dimiliki pemda Sawahlunto," katanya.
Edi Sartono, Ketua Sanggar Seni Canang Badantiang Sawahlunto didampingi An Mukhtar Wakil Ketua menyebutkan bahwa anggota aktif Sanggar Seni Canang Badantiang lebih dari 100 orang dengan tiga orang pelatih dan seorang koordinator sebagai koreografer tari. Namun, pada Multikultural Festival yang tampil sebanyak 75 orang penari. Sebagian yang lain tidak bisa tampil karena memang ada beberapa yang belum siap untuk tampil. Sanggar Seni Canang Badantiang telah tampil di Padang, Jambi, Pekanbaru, Jakarta.
"Jadwal latihan rutin sekali seminggu untuk kelompok umur junior dan kelompok umur dasar A dan B, latihan Sabtu sore dan Minggu siang. Kemudian Sanggar Seni Canang Badantiang juga menampilkan tari dengan musik live artinya kita tidak hanya terfokus pada tari saja, tetapi juga menggarap musik etnik. Kemudian untuk ruang gerak serta keberadaan Sanggar Seni Canang Badantiang mendapat suppor dari pemerintah kota baik moril dan materil," katanya.*
No comments:
Post a Comment