Sunday, November 12, 2017

Paguyuban Kridalaras Kabupaten Dharmasraya Tampilkan Wayang Kulit Cerita Pondowo Songo

Melalui Wayang Pertahankan Bhineka Tunggal Ika

"Kita hidup dari latar belakang adat budaya yang berbeda namun tetap membangun semangat kebersamaan dalam Bhineka Tunggal Ika. Kisa ini disampaikan dalam cerita Wayang Kulit Pondowo Songo, seperti apa kisahnya,"



Jumat, 10 November 2017 malam lapangan segitiga Sawahlunto mulai ramai dikunjungi penonton. Ibu-ibu membimbing anaknya menuju kursi duduk yang telah disediakan. Ada pula rombongan yang datang dengan penuh basa basi mencari tempat duduk. Ada pula yang sengaja datang sendiri menyaksikan pertunjukan wayang. 

Seperti biasa, setiap kegiatan dan iven dikota tua ini selalu ramai pengunjung yang menonton. Kegiatan dilaksanakan taman bermain lapangan segitiga selalu menyorot perhatian pengunjung kota, sebab, saban sebentar iven kota dilaksanakan di Lapangan Segitiga, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.  

Paguyuban Kridalaras, Kabupaten Dharmasraya, Alat Blok A, Desa Koto Laweh Kecamatan Koto Besar Kabupaten Dharmasraya tampil dalam iven Festival Wayang Nusantara (Fewanusa) 2017 ke V Kota Sawahlunto. Group yang terbentuk sejak lama ini menampilkan Wayang Kulit dengan cerita 'Pondowo Songo' atau Pandawa Sembilan dengan Dalang Jumari, 67.

Jumari menyebutkan bahwa kisah 'Pondowo Songo' tersebut seharusnya Pondowo itu ada lima. Sementara 'Songo' artinya sembilan. Jadi, dalam lakonnya cerita Pondowo Songo itu dengan ditambah 'Anoman, Molodewa, Semar, dan Kresno. Tambahkan empat tokoh wayang tersebut menjadi sembilan atau dikenal dengan Pondowo Songo. 

Cerita 'Pondowo Songo' lebih memfokuskan pada persatuan dan kesatuan. Jadi, dalam kisah tersebut ada sematam konflik dan perseteruan sehingga berujung pada dendam. Sehingga, Semar dan Molodewa, kemudian antara Anoman dan Molodewa yang berselisih sehingga ancaman bahwa Anoman akan dibunuh. 

Adanya ancaman pembunuhan Anoman terasbut maka Sang Yang Wenang adalah 'Dewa Alang-alang Komiter' datang untuk menyatukan yang berselisih paham dan bermusuhan. Jangan sampai permusuhan terjadi hingga berlarut larut hingga perujung pada peperangan dan pembunuhan. Maka, Perselisihan tersebut didamaikan dan tidak adalagi dendam sehingga tetap menjaga kesatuan dan persatuan. 

Sehingga Lima Pendowo Lima itu ditambah empat (Anoman, Molodewa, Seman dan Kreano) menjadi sembilan tersebut harus menyatu. Jangan sampai berpecah belah. Karena Padowo Songo itu terdiri dari latar belakang adat budaya yang berbeda, artinya lebih menekankan pada Bhineka Tunggal Ika.

Sementara itu, lanjut Jumari, Sejarah Perkembangan Wayang di Kabupaten Dharmasraya telah ada sejak lama meskipun asal muasal Wayang berasal dari pulau Jawa. Wayang sebelumnya berkembang di pulau Jawa kemudian masuk ke Kabupaten Dharmasraya melalui Tran dan penyebarannya ke Sumatera, seperti Padang, Pekanbaru, Palembang, dan Provinsi Jambi, dan sudah dikenal luas oleh masyarakat. 

Kemudian di Dharmasraya sendiri, seni Wayang ditampilkan untuk mengisi acara tahunan pada bulan Suro. Selain itu, Wayang juga ditampilkan pada acara pesta pernikahan. Namun saat ini peminat sudah mulai berkurang untuk mengisi acara pesta pernikahan, karena jemputan yang terlalu besar. Sebab, untuk jemputan Wayang di Dharmasraya sebesar Rp15 hingga Rp20 juta. Meskipun demikian jemput ini relatif murah di bandingkan dengan daerah lain dijemput hingga Rp40 juta. 

Selanjutnya, untuk mempertahankan seni budaya tersebut dukungan dari pemerintah daerah masih kurang dan boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Meskipun tidak ada bantuan pemerintah, Pedalang Wayang itu ada perkumpulan yang dinamakan dengan Pepadi Indonesia, untuk wilayah Sumbar diketua oleh Sriyanto. Pepadi Indonesia sudah berusaha bagaimana Wayang tetap eksis dan dilestarikan serta menyenangkan penonton karena Wayang banyak diminati oleh masyarakat. 

Untuk dukungan pembelian peralatan dan biaya latihan dari pemerintah hampir tidak ada sama sekali. Meskipun demikian dengan tekat kuat tetap menjaga budaya dan melestarikannya. Tetap semangat berlatih seni budaya terutama Wayang. Kemudian peralatan yang dimiliki seperti Wayang sudah ada, namun alat musik yang telah mulai rusak seperti Gamelan. 

Sehingga biaya latihan dan pembelian alat dari dana pribadi serta swadaya, sebab, biaya latihan tidak terlalu mahal. Hanya saja yang membutuhkan biaya besar tersebut seperti mengadakan pagelaran dan pengadaan peralatan musik. Sebab, soal latihan tentu tidak mengeluarkan biaya banyak, hanya sekadar membeli minum dan snack dan tidak terlalu berat. 

Harapan kedepan Wayang merupakan seni budaya peninggalan nenek moyang dan UNESCO pun sudah menetapkan bahwa sebagai warisan budaya dunia. Sebagai budaya leluhur dan tertua, seharusnya dilestarikan. Maka, untuk mengapresiasi penetapan kesenian wayang sebagai warisan dunia oleh UNESCO PBB perlu dilestarikan agar tidak menjadi sejarah. Sehingga Hari Wayang Dunia yang diperingati tanggal 7 November setiap tahunnya. Kemudian, tentu ada wadah untuk pagelaran yang diadakan untuk mempertahankan seni wayang, seperti Festival Wayang Nusantara di Sawahlunto, Sumatera Barat.

Sawahlunto sangat luar biasa dengan adanya Fewanusa ini sehingga orang menjadi tahu dan mengenal Wayang. Hanya saja Wayang masih memakai bahasa Jawa dan hanya dimengerti oleh sebagaian orang saja. Mestinya Pedalang harus membahasakan dengan bahasa Indonesia sebahagian agar mudah dimengerti orang. Tetapi, untuk membahasakan ke bahasa Indonesia tingkat kesulitan sangat tinggi dan susah untuk mengartikannya kedalam bahasa Indonesia. Tetapi orang lain harus tahu bahwa Wayang itu apa dan seharusnya disampaikan meski pun dalam bahasa Jawa.

Selain itu, untuk melestarikan seni budaya tersebut group Wayang Kabupaten Dharmasraya berencana akan membeli Gamelan di Jawa untuk mengembangkan Wayang. Kemudian, menyiapkan generasi muda untuk mencintai budaya melalui Wayang. Sehingga tahun ikut kegiatan ini tampil para pemainnya adalah anak anak. Namun, pada Fewanusa tahun tidak menapilkan anak-anak karena waktu yang mendesak. Jika kegiatan ini tidak mendesak maka anak anak juga yang akan dilibatkan bermain Wayang. Namun, karena waktu yang mendesak, terpaksa pemainnya orang dewasa.

"Malam ini sebagai Perawita (Pemukul) alat perkusi musik Gamelan ada 15 orang dan Sinden dua orang. Saya sendiri menjadi Dalang sejak umur 22 tahun dan masih bujangan. Sekarang umur saya telah 67 tahun," katanya. 





No comments:

Post a Comment