Tuesday, November 28, 2017

The Pakwa Kustik Aceh Latihan Melalui Vidio Call Mentas di Panggung Multikultural Festival

"Jarak tidak menjadi kendala untuk bisa latihan menyamai ide dalam bermain musik. Karena kecanggihan teknologi saat ini dapat mempermudah proses latihan bermain musik. Seperti yang dilakukan Group The Pakwa Kustik untuk latihan komposisi musik melalui video call. Sehingga latihan kolektif hanya untuk penghalusan dan penyempurnaan dengan beberapakali pertemuan.


Bunyi musik alat tiup 'Sarune Kale' alat musik asal Aceh memecah kesunyian sebagai cun pembuka pertunjukan musik group The Pakwa Kustik Aceh. Komposisi ruang pemain musik diatas pentas panggung Multikultural Festival 2017 Sawahlunto telah bersiap memainkan alat musik. Posisi siap memainkan alat musik untuk menghibur pengunjung dan penonton yang hadir. 

Senin, 27 November 2017 malam jarum jam menunjukan pukul 20.15 WIB. Penonton masih lengang. Meskipun demikian kegiatan tetap berlangsung sesui dengan jadwal yang telah dirancang. Meskipun tanpa penonton masih lengang pertunjukan musik The Pakwa Kustik Aceh tertap tampil maksimal. The Pakwa Kustik mengonsep 12 lagu yang berangkat dari idegarapan musik etnik. Kemudian, lagu tersebut bercerita tentang peperangan yakni Perang Sabi yang ada di Aceh pada zaman dulukala. Selanjutnya lagu tersebut juga bercerita tentang keindahan budaya dan cerita tentang percintaan. 

The Pakwa Kustik Aceh terbentuk berawal dari beberapa orang anak muda yang bertemu dan berbicara panjang. Kemudian perbincangan tersebut timbul sebuah keinginan agar ada suatu wadah komunitas yang menjaga (Menjadi Benteng) budaya Indonesia khususnya etnik Aceh. Artinya keinginan adanya benteng budaya Nusantara untuk menjaga budaya nusantara akhirnya terwujud. Sehingga atas dasar keinginan menjaga dan mempertahankan budaya tersebut maka terbentuklah The Pakwa Kustik pada 19 Desember 2009 dan lebih terfokus pada musik. 

The Pakwa Kustik saat memainkan musik  beranggotakan tiga orang dan dibantu oleh teman-teman dari Bukittinggi dan Padangpanjang yang berasal dari Aceh. Antara personil berada di Sumatera Barat sebagian personel berada di Jakarta karena Sekretariat The Pakwa Kustik berada di Jakarta berdekatan dengan TMII. Sehingga tidak dimungkinkan untuk latihan kolektif setiap hari. Personil The Pakwa Kustik Muhammad Rizki Dwi Saputra pemain Bass, Teku Mirja alat musik gitar, Rezeki Pinte sebagai Vokal. Sementara itu dibantu oleh teman yang lain, Munir Siron memainkan alat musik perkusi yakni Gendang Rapa'i, Fadlun memainkan alat tiup Sarune Kale dan Angga pemein Gitar Ukulele.

Muhammad Rizki Dwi Saputra, Ketua Group The Pakwa Kustik Aceh menyebutkan bahwa persiapan untuk tampil di panggung Multikultural Festival telah berjalan sejak sebulan belakangan. Meskipun personil group yang bermain secara terpisah, namun latihan tetap berjalan dengan latihan melalui jarak jauh. Pada dasarnya, 12 lagu tersebut telah sering didengar di Aceh sehingga tidak menyulitkan bagi personil untuk berlatih. Apalagi berasal dari Aceh telah mengenal komposisi musiknya. Sehingga tidak terlalu sulit untuk memainkan komposisi tersebut meskipun jarak yang berjauahan latihan tetap berjalan. 

Untuk mensiasati jarak yang berjauahan, maka The Pakwa Kustik metulis partiturnya lagu yang akan pertunjukan. Kemudian, partitur tersebut dikirim agar langsung bisa di baca lalu latihan sendiri-sendiri melodinya dikediaman masing-masing. Jika ada yang kurang serta ada keraguan dalam memainkan melodinya, Maka dapat dilakukan latihan melalui vidio call. Persiapan komposisi musik tersebut telah berlangsung sejak sebulan belakangan. Namun, untuk latihan secara kolektif dan benar benar matang dan klop pada hari minggu. 

Selanjutnya, The Pakwa Kustik sejak perjalanan panjangnya pernah mementaskan karyanya di Bukittinggi, Padangpanjang, Riau, Medan, Mataram, Jakarta. Kemudian, The Pakwa Kustik juga pernah mentas ke Hawai, Korea Selatan, Philipina, Malaysia dan Thailand. Kenegara tersebut The Pakwa Kustik juga membawakan Musik komposisi Etnik atau bisa dikatakan musik yang berjende etnik. Artinya bukan dalam bentuk komposisi musik yang ditampilkan The Pakwa Kustik di Sawahlunto. Meskipun musik pop, tetapi jendre musiknya tetap etnik, bergantung pada keinginan untuk menyanyikan dan membawa lagu tersebut. 

Kemudian alat musik yang dimainkan pun tidak terlepas dari alat musik etnik seperti Gendang Rapa'i dan Sarune Kale dengan musik saman serta tarian. Maka, tepuk tarian tersebutlah yang menjadi ritem dan berkolaborasi dengan komposisi musik (Rapa'i dan Serune Kale) sehingga menjadi komposisi musik yang utuh serta dapat dinikmati oleh penikmat atau masyarakat penonton. 

The Pakwa Kustik tidak membawaka komposisi musik yang pernah di pentaskan di luar negeri tersebut pada penampilan Multikultural Festival Sawahlunto, karena konsep The Pakwa Kustik datang ke Sawahlunto adalah minimalis. Disamping itu pula anggota memiliki kesibukan masing-masing sehingga ada yang aktif dan adapula yang tidak. 

"Makanya pada malam hari ini kita tampil hanya tiga orang dan itu pun anggota baru bergabung di The Pakwa Kustik. Kemudian melihat kondisi teman-teman yang tidak mengganggu kerja dan kegiatannya, barulah kita bisa membuat komposisi musik sehingga bisa tampil di panggung Multikultural Festival," ujar Muhammad Rizki Dwi Saputra. 

Selanjutnya, kata dia, pada bulan Maret 2018 mendatang The Pakwa Kustik akan mentas musik di Jerman dengan konsep eksperimental. Musik eksperimental tersebut ide pengharapannya masih berakar dari seni tradisi. Komposisi musik eksperimental yang akan dipentaskan tersebut 70 persen adalah musik tradisi yang berasal dari budaya lokal yang ada di Aceh. 

"Kita sampai ke Sawahlunto hari Minggu (26/11). Besok (Selasa, red) kita akan berangkat ke Sabang juga menampilkan komposisi musik. Kemudian, hari besoknya kembali lagi ke Jakarta," katanya. 


Menurutnya, The Pakwa Kustik pada saat penampilan, tetap tampil maksimal meskipun penonton lengang tidak mematahkan semangat untuk tampil. Karena disamping jendre musiknya yang berbeda serta berbentuk etnik dan penikmatnya pun akan berbeda cara eforiannya. Mulai dari yang tua sampai anak muda cara mereka menikmati musik juga akan berbeda pula. 

"Meskipun penonton tidak ada kita tetap semangat dan berusaha menyemangati diri sendiri serta teman-teman yang lain. Karena kondisi seperti ini juga pernah mengalami, seperti di Riau, karena dalam jadwal The Pakwa Kustik sebagi penampil terakhir. Sehingga penonton telah pulang ke rumah mereka masing-masing. Kemudian pada akhirnya tetap menyemangati teman-teman, tetap semangat tampil meskipun tidak ada penonto. Meskipun demikian The Pakwa Kustik meyakini bahwa penonton adalah dalam hati masing-masing," tuturnya.*




No comments:

Post a Comment