"Pacu Jawi, merupakan kekayaan budaya yang dipertontonkan, tetapi pacuan Jawi juga wadah untuk saling mengenal satu sama lain. Pacu Jawi memperbanyak saudara dikenal dengan istilah "Mampagadang pariuak, mampabanyak dunsanak, Kamudian harogo Jawi labiah kandua dari ukuran data,"
Laporan : Julnadi Inderapura, Sawahlunto
dok. Humas Sawahlunto |
Jalan menuju Desa Sijantang Koto, Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto yang sempit. Para pengunjung berduyun-duyun masuk ke areal sawah tempat pacuan Jawi. Ribuan penonton telah memadati jalan bandes membedah sawah sebagai jalan penghubung rumah warga. Penonton berdasarkan berdiri di sepanjang jalan beton yang dipagari dengan bilah bambu agar penonton lebih aman dari amukan Jawi saat balapan.
Sorak-sorai serta tepuk tangan penonton riuh seketikan melihat Joki terhenyak jatuh ke lumpur sawah. Sementara Jawi tetap melaju kencang bersama pasangannya yang telah di pasang 'Tali Bajak' yang terbuat dari bambu. Pada tali bajak tersebut Joki berdiri sembari memegang ekor Jawi kemudian menggigitnya agar lari Jawi bertambah kencang. Hingga bercak lumpur pun melumuri seluruh tubuh Joki akibat percikan lumpur terjangan kaki Jawi.
dok. Humas Sawahlunto |
Rabu, 29 November 2017 siang lagit kota Sawahlunto cerah. Penonton masih setia berkerumun berdesakan disepanjang pagar arena pacu jawi dibawah terik matahari. Penjual jajanan asongan menyelip-nyelip ditengah desakan penonton meskipun telah disediakan tempat untuk berjualan. Pedagang asongan tersebut sesekali perhatiannya mengarah ke arena melihat pacu Jawi. Belum lagi para pejalan kaki yang mondar mandir ditengah keruman penonton mencari posisi yang pas untuk menonton.
Ali Amran, 63, Joki asal Kabupaten Tanah Datar menyebutkan bahwa Pacu Jawi (Balapan Sapi) sebelumnya dimulai dari cara petani menjalin hubungan silaturrahmi antar sesama teman di empat kecamatan di Kabupaten Tanah Datar. Setiap tahun, Pacu Jawi diselenggarakan secara bergiliran selama empat minggu di empat kecamatan di Kabupaten Tanah Datar, Kecamatan Pariangan, Kecamatan Rambatan, Kecamatan Lima Kaum, dan Kecamatan Sungai Tarab.
dok. Humas Sawahlunto |
Pacuan Jawi sebagai wadah saling mengenal satu sama lain atau memperbanyak saudara dikenal dengan istilah "Mampagadang pariuak, mampabanyak dunsanak, Kamudian harogo Jawi labiah kandua dari ukuran data,". Artinya pacu Jawi tidak hanya hiburan semata tetapi juga mendapatkan keuntungan karena harga Jawi menjadi lebih tinggi. Kemudian melalui pacu jawi juga akan memperbanyak saudara karena terjalin silaturahmi, baik sesama hobi, dengan masyarakat dan pemerintah.
Maksudnya, kalau 'Jawi Aduan' (pacuan) tersebut di pasar harganya akan lebih mahal dibandingkan dengan Jawi biasa yang bukan Jawi aduan. Artinya harga satu ekor Jawi Aduan bisa mencapai Rp60 juta perekornya. Kalau harga pasaran Jawi jika dilihat dari jumlah daging berkisar Rp10 juta hingga Rp20 juta untuk Jawi potong. Tetapi kalau Jawi tersebut sudah masuk sawah atau Jawi Aduan maka harganya akan lebih mahal dari harga umumnya.
Ali Amran mengatakan ada sebanyak 500 ekor Jawi Aduan yang sudah menjadi atau sudah siap untuk berpacu. Ada pula yang baru belajar artinya belum menjadi masih belajar arena pacua karena baru berumur satu hingga tiga tahun pacuan. Kemudian, dia sendiri membawa delapan ekor Jawi (empat pasang) yang diikutkan pada pacuan Jawi di sawah Sijantang, Kecamatan Talawi Sawahlunto. Sepasang Jawi Aduan miliknya telah bertanding selama 12 tahun dan belum 'Suak' atau masih bisa dipakai dan ikut bertanding di arena.
Ali Amran sejak umur 13 tahun telah masuk ke sawah menjadi Joki pacu Jawi hingga saat ini meskipun diusianya yang telah tua, masih pawai dan kuat menjadi Joki. Sejak menjadi Joki tidak terhitung berapa kali memenangkan pacuan Jawi. Kemudian telah banyak pula, jawi aduan miliknya dijual kepada Joki lainnya dengan harga mahal. Artinya, Jawi pacuan tersebut didapatkan dari perpindahan tangan Joki yang satu ke yang lainnya. Jawi pacuan tersebut dibeli dari kawan (Joki) malampaui (lebih mahal) dari harga sebelumnya.
Senada disampaikan, Khairul Fahmi, 67, Ketua Persatuan Pacu Jawi Kabupaten Tanah Datar menyebutkan bahwa asal mula Pacu Jawi (Balapan Sapi) terjadi adalah dari petani di sawah. Petani mengadu atau berpacu antara Jawi yang satu dengan lainnya sehingga menjadi satu pasang. Maka petani memasang tali bajak (bajak sawah terbuat dari bambu) terhadap kedua Jawi (berpasangan) untuk berpacu di sawah.
Ada lima cara penilaian Pacu Jawi, yakni pertama ditentukan oleh kencangnya lari Jawi berpacu yang telah dipasang 'Tali Bajak' hingga memutus pita finish. Kedua, saat Jawi pacuan berpasangan yang sudah di pasang tali bajak tersebut lari Jawi harus lurus atau 'Dahulu Sakapalo. cara ke tiga kepala Jawi harus tegak atau mendongak ke atas saat berlari pacuan hingga finish.
Keempat, Jawi tidak 'mendek' ke kiri dan kanan atau Jawi tersebut tidak menoleh kekiri dan kekanan, (berpisah dengan pasangannya) sehingga lari lurus sampai ke finish. Kelima, meskipun Jawi tersebut berdirinya di pinggir arena pacuan atau ditengah arena tetapi penilaian tetap berdasarkan lurusnya lari Jawi yang ditunggangi Joki.
Selanjutnya, ada dua kategori 'Aduan' atau pacu Jawi. Pertama, pacu Jawi dilakukan secara bersama-sama artinya lebih dari satu pasangan yang 'beradu' (berpacu) di arena. Namun sistem penilaiannya tetap melihat siapa yang duluan memutus pita. Kemudian, pacu Jawi dilakukan secara sendiri (hanya sepasang) tetapi tetap mengacu pada kategori penilaian. Joki yang menunggangi Pacu Jawi di arena boleh dilakukan berulang-ulang sampai pada sempurna atau sesuai dengan kategori penilaian yang telah ditetapkan.
Sementara, filosofi Jawi 'Aduan' (Pacu Jawi) adalah diharapkan pemimpin itu seperti Jawi pacuan yang berlari lurus demi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Pemimpin yang tidak memandang sebelah mata masyarakat kecil dan berkeadilan. Pemimpin yang bisa membimbing kawan atau masyarakat, itulah yang dikatakan Joki. Kemudian, meskipun badannya kotor dan berlumpur namun hatinya tetap bersih karena silaturrahmi.
Artinya seluruh peserta yang datang berasal dari empat kecamatan di Kabupaten Tanah Datar, namun tetap kompak. Karena pacu Jawi adalah mempererat silaturrahmi antar sesama tetap terjaga dengan baik. Meskipun pacuan berada di Desa Batu Tanjuang Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto namun bisa bersilaturrahmi dengan masyarakat sekitar. Ada sebanyak 180 peserta pacu Jawi yang hadir untuk bertanding di Desa Batu Tanjuang, Sawahlunto. Semua peserta pacu Jawi berasal dari empat kecamatan yang ada di Kabupaten Tanah Datar.
Kemudian alasan tradisi pacu Jawi berasal dari Kabupaten Tanah Datar dibawakan ke Kota Sawahlunto adalah untuk bersilaturrahmi. Artinya datang untuk bersilaturrahmi memperbanyak dunsanak (Saudara). Sebab, di Kabupaten Tanah Datar sendiri hanya ada empat kecamatan yang memiliki iven pacu Jawi. Meskipun demikian, pacuan Jawi tersebut pesertanya tetap berasal dari empat kecematan di Kabupaten Tanah Datar namun berpacu di Sawahlunto. Karena di Kota Sawahlunto belum ada joki untuk berpacu melainkan hanya sebagai menyediakan erena berpacu Jawi.
Selanjutnya alasan membawakan pacuan Jawi di Sawahlunto adalah dilihat dari dasar air sawah apakah mencukupi. Kemudian, areal sawah apakah memadai untuk dijadikan arena pacu sesuai dengan yang diharapkan. Kemudian dilihat pula kedalaman lumpur Sawah terset, karena kalau lumpurnya dalam tidak bisa dijadikan arena pacuan Jawi.
Ali Yusuf Walikota Sawahlunto mengatakan bahwa Pacu Jawi Sawahlunto merupakan rangkaian kegiatan hari jadi kota Sawahlunto ke 129 tahun. Pacu Jawi diharapkan akan menambah detinasi wisata baru bagi kota Sawahlunto. Kemudian melalui kegiatan Pacu Jawi akan memberikan multiplayer effect terhadap masyarakat sekitar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
Melalui iven pacu jawi pengunjung akan ramai menyaksikan menonton langsung pacu jawi. Maka, pengunjung yang datang tersebut pasti akan berbelanja sehingga masyarakat mendapatkan manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan. Kemudian, persatuan pacu jawi Kabupaten Tanah Datar pun bersedia untuk berpacu di Desa Sijantang Koto Kecamatan Talawi memeriahkan hari jadi kota ke 129 tahun 2017.
Pacu jawi bukanlah tradisi permainan anak nagari Kota Sawahlunto. Permainan tersebut merupakan tradisi anak nagari Luhak Nan Tuo Kabupaten Tanah Datar. Pacu Jawi dilaksanakan berkat komunikasi yang baik Pemko Sawahlunto dengan pihak komunitas dan Pemerintah Kabupaten Tanah Datar maka Pacu Jawi menjadi kalender kepariwisataan Kota Sawahlunto. *
No comments:
Post a Comment