Tepat, pukul 20.22 malam hari Sabtu, 12 Maret 2016 pintu utama Gedung Pertunjukan Manti Manuik dibuka lebar. Penonton dipersilakan masuk dalam gedung menyaksikan pertunjukan akan dimulai. Calon penonton yang semula duduk berseleweran di taman saling berkengkrama itu mulai berdiri dari tempatnya. Calon penonton berbondong dan berduyun menuju pintu masuk dalam gedung untuk menyaksikan pertunjukan Riau Rhythm Chabers Indonesia (RRCI).
Laporan: Julnadi Inderapura, Padang,
Setelah penonton duduk di tempat masing-masing,
diatas panggung terlihat peralan alat musik disusun rapi dengan komposisi
panggung yang terencana. Para player musik memasuki panggung dan menuju
peratan musik yang akan dimainkannya seraya bersiap-siap dengan posisi bermain.
Serentak lampu gedung dimatikan, lalu dinyakankan kembali dengan tata cahaya
merah di atas panggung. Musik pun berlangsung selama 90 menit.
Selama 90 menit berlangsung diatas pentas, tujuh
musik (lagu) yang dipentaskan. Musik (lagu) pertama berjudul 'Bono', musik
kedua berjudul 'Laka Puri', musik ke tiga berjudul 'Puti Indira Dunia', musik
keempat berjudul 'Sriperca', musik kelima berjudul 'Lukah Gila', musik keenam
berjudul 'Svara-Jiva' (suara jiwa). Musik ketujuh berjudul 'Pancalang', musik
kedelapan berjudul 'Dentang-Denting-Dentum'.
Musik tersebut bernama Sound of Suvarnadvipa yang
diambil dari bahasa sanskerta dan Proto Melayu seperti Gombung merupakan alat
musik yang purba dari leluhur sebagai alat musik perkusi, selain itu juga
memakai Deotro Melayu.
Komposer Rino Deza Pati menyebutkan bahwa tujuh
lagu dan musik tersebut sesuai dengan pencariannya terhadap musik itu sendiri.
Pada pertunjukan tersebut dibantu oleh playernya. Cello dipegang oleh Cendra
Putra Yanis. Flut dimainkan oleh Aristafani Fahmi, sedangkan viol di gesek oleh
Viogi Rupianto. Violano Rupianto memegang alat musik Gambus. Drum oleh Syukri
Cahyadi, Vocal oleh Anjang Fitrah dengan suara Tenor.
Dia menyebutkan Group RRCI berdiri tahun 2001.
Bagi komposer Rino Deza Pati meyebutkan berdirinya kelompok Riua Rhtythm
Chabers Indonesia (RRCI) mengusung etno dan band Basaribu, lalu bertranspormasi
menjadi jendre pada karya tradisi yang lebih populer.
Selanjutnya pada tahun 2007 dirinya mulai
mengangkat cakar budaya yang ada di Riau yakni Candi Muara Takus. Sebab,
sebelum reformasi dirinya mengenal sejarah bahwa candi-candi di dikenal hanya
di pulau Jawa. Kemudian, setelah reformasi orang bisa bebas berpendapat dan
dikatakan candi di Sumatera merupakan candi tertua. Berdasarkan ungkapan
tersebut barulah dirinya memulai mengkaji dan memcoba mencari referensi tentang
keberadaan candi Muara Takus tersebut.
Lalu, pencarian Rino banyak membaca buku sejarah
termasuk buku karya Prof. Mustafa Maulana membahas kerajaan Sriwidjaya sebagai
acuan dan inspirasi sebuah musik yang digarapnya. Rino juga berupaya mencari inspirasi
untuk sebuah garapan musik dengan mengekplor kisah Sriwidjaya dalam sebuah
musik yang di-aransement-nya.
Ia menyebutkan berproses untuk menciptakan
komposisi musiknya itu berdasarkan sejarah purba dengan melakukan penelitian ke
candi Muara Takus. Inspirasi tersebut didapat melalui wawancara kepada
ahliwaris penerus candi Muara Takus yang dikenal dengan Sriwidjaya. Ia merupaya
meretas kejayaan Sriwijaya untuk memberikan warna pada musiknya. Kemudian,
setelah mengumpulkan bahan berdasarkan cerita candi Muara Takus tersebut
akhirnya memdapatkan ide untuk garapan musik.
'Donegeng Candi Mura Takus' ia memberi istilah
terhada pencarian musiknya. Sehingga proses latihan garapan musiknya pun
dilakukan di Candi Muara Takus, agar mendapatkan suasana, aura atau inner
musik. Untuk mendapatkan suasana kejayaan 'Donegeng Candi Mura Takus' tersebut
ia sempat bersemedi untuk menggambarkan suasana musik yang ada dalam kepalanya.
Proses pencarian akan musik tersebut terus
berlanjut lebih banyak berdiskusi dan membaca buku sejarah. Selain itu, juga
membaca buku mencari studi perbandingan dan referensi yang lain menambah
pengetahuan tentang keberadaan candi Muara Takus. Setelah menggali berbagai
referensi muncul asumsi dari kelompok RRCI, bahwa Kerajaan Sriwidjaya bukan
berasal dari Palembang tapi justru di Muara Takus. Alasannya karena di
Palembang tidak ada candi, namun keberadaan Sriwidjaya itu sendiri ada
Sumatera.
Sementara proses latihan berjalan langsung, RRCI
pada tahun 2013 lalu masuk pada Indonesian Performing Art Market (Ipam). Hal
inilah menjadi embrio sebagai cikal-bakal musik 'Sound of Suvarnadvipa' RRCI
hadir. Pada ivent tersebut ia membawa nyanyian dan sastra lisan Muara Takus
berjudul 'Nyanyian Terbelenggu'.
Karena menurutnya, sastra lisan di Muara Takus
sendiri ada empat yang dikenal dengan 'Bono, Batimang, Badarlumpo, Maratok'.
Kemudian, sastra lisan yang ada di Muara Takus tersebut selanjutnya eksplor
dalam musik. Ia mengakui bahwa meskipun secara keilmuan sejarah dirinya memang
tidak mendalaminya, namun penggalian sejarah tersebut sesuai dengan kebutuhan
karya musik dimasa-masa kejayaan Sriwidjaya Muara Takus.
Bagi Rino, diaman zaman dulu-kala para tertua dan
nenek moyang kita telah beradab. Sehingga sangat jelas dan teori Darwin
yang menyebutkan manusia berasal dari Kera itu terbantahkan. "Hal ini,
berdasarkan pengetahuan saya dan apa yang telah saya baca," katanya.
Dia menjelaskan bahwa sastra lisan 'Batimang' itu
dari kecil sejak bayi telah diberikan pemahanan dan "diinstal" dalam
pikiran anaknya dengan nasehat-nasehat yang tinggi, nasehat yang baik dan luar
biasa dalam maknanya. Sehingga anaknya tidak lagi menangis dan dengan mudah
bisa terlelap. Nah, saat ini karena teknologi orang tua "menginstal"
pikiran anaknya dengan android agar anak mereka tidak menangis.
Sementara bahasa dan sastra lisan yang dipakai
dalam musik tersebut adalah bahasa Sangskerta. Naskah tersebut asli diambil
dari 'Piagam Talang Tuwo' dimasa Sriwidjaya. Ada pula doetronya Melayu.
Sesuai perkembangan zaman dan pengetahuan saat
ini, sastra lisan tersebut telah mulai dilupakan dan bahkan ditinggalkan.
Sehingga perlu untuk menjaga ke utuhan sastra lisan itu perlu di eksplor secara
musikal dengan mencoba memakai teori tarik suara melalui gelombang alfa, deta
dan beta. Selanjutnya memakai instrumen musik seperti Talempong, Gambus, dan
intrumen barat seperti Viol, Cello dan Flut. Memang diakui alat musik tiup
bambu serta peralatan musik perkusi-perkusi lainnya, karena terkendala dana.
Ia menyadari bahwa RRCI sebagai kelompok miskin
yang mencoba untuk bersemangat, meskipun sebelumnya RRCI berkeliling manggung
ke Indonesia bagian Timur. Katanya merendah. Sementara tiketing pesawat dibantu
oleh Papua pada saat pertemua kepala Taman Budaya se Indonesia. RRCI melakukan
negosiasi, tiket tersebut bisa mampir dulu ke Makassar dan kemudian langsung
manggung dibeberapa kota. Selanjutnya mendapatkan pemawaran dari Yayasan Kelola
dan melakukan di tiga kota. "Hal, seperti itulah yang dilakukan agar bisa
mentas keliling," ungkap Rino yang ber-anting sebelah kiri itu.
Dia menyebutkan bahwa untuk mencapai musik yang
digarap tersebut 'Sound of Suvarnadvipa' dengan proses latihan selama tiga
tahun dan latihan tiga kali dalam seminggu. Pertunjukan musik dengan proses
yang panjang itu, mengkominikasikan pada penonton masa ke jayaan Sriwidjawa
melalui musik. Tentu tidaklah mudah bagi koreografer untuk melewati proses
pertunjukan musik.
"Belum ada rencana untuk membuat musik baru.
Musik itu, akan terus dilakukan pencarian. Sebab, dalam garapan musik ini masih
ada yang kurang. Rasanya belum ada menemukan "sesuatu" dalam musik
ini," sebutnya.
Pembelajaran terbesar usai mentas di Ladang Tari
Nan Jombang adalah bagaimana menghargai proses. Sebab, proses itu harganya
sangat mahal dan tak tergantikan. Meskipun saat ini banyak sofwer untuk
membantu proses latihan dan rekaman, namun sofwer tersebut hanya membuat para
musisi menjadi pemalas. Meskipun RRCI memiliki studio serta sofwer lengkap
untuk rekaman, namun tetap memakai peralatan musik dan secara manual.
Rino mengakui dalam program mentas keliling
Sumatera ini untuk capaian pentas yang ideal, terbebas dari hiruk pikuk dan
memilih sunyi. Tanpa pembacaan sinopsis dan meyertakan judul lagu yang akan
ditampilkan. "Kita mencoba untuk sunyi dan terbebas dari hiruk
pikuk," akunya.
Pengamat musik B Anduska akarap dipanggil mak
Etek, mengaku kesal dengan akademisi karena tidak memiliki judul lagu yang
ditampilkan. Apakah hal tersebut memang menjadi brand bagi RRCI.
Dia mengaku tidak ada yang dapat dikomenterari,
karena melihat semangat yang ditampilkan oleh RRCI. Menurutnya, tampilan musik
yang ditampilkan sangat menarik dan bahkan dapat mengalahkan musik Debu.
Menurutnya kekurangan yang dilihat tejadi pada
pemain saat bermain musik dan personal pemainnya pun profesional. Ada hal yang
menjanggal pada pemain viol kurang sempurna. Selanjutnya pemain cello di lagu
kedua dengan prosesionalnya memainkan nada do-mi-sol, kemudian pindah kenada
'la-do-mi'. Selanjutnya untuk permindah ke nada 'la' menuju 'do' sedikit fals
dan melenceng.
Kemudian pada lagu yang lain, baginya ada kesan
bahwa dirinya dibawa terbang secara gratis ke Turki, sehingga musik Turkis itu
muncul dalam garapan tersebut. Namun, musisi sah-sah saja mengambil Inspirasi
tersebut, tapi agaknya saja sedikit pengganggu.
Selebihnya, lanjut dia, penggarapan musik
tersebut bagus, meskipun sebelumnya penggarapan musiknya dimulai dengan musik
'Blada'. Tetapi selanjutnya telah mengarah kepada musik kontemporer atau jadi
country. Menurutnya, hal itulah yang menjadi ciri-ciri musik RRCI. Ia
menyarankan musik ini tetap dipertahankan, sebab RRCI musik
"kontemporer" yang barangkali menjadi salah satu musik di Indonesia.
Ada catatan yang sangat penting menurut dirinya
terhadap pola sound sistem pada pertunjukan tersebut, hal itu sehingga 'Mak
etek' kesal pada "dirinya sendiri" karena vocal kurang jelas.
Sehingga dipermainkan oleh imajinasi sendiri tentang 'eya-he' berasal dari
Bangkinang, menyadarkan kita bahwa musik yang dimainkan secara istrumen, tentu
dinamiknya harus jelas. Karena jika vokal telah masuk seharusnya lebih tinggi
dan lebih jelas dibandingkan musik yang lain.
Indra Kagami pemerhati musik mengatakan bahwa
RRCI telah menyiapkan diri dan proses latihan untuk menggarap musik selama lima
tahun lamanya. Menurutnya musik-musik yang dimainkan tersebut terbilang langka
dalam sejarah musik "kontemporer". Sehingga pencarian musik terus
berkembang seperti di Eropa dengan Etno Musicals, seseorang yang mendalami
musik.
Berdasarkan ilustrasi yang disampaikan oleh
komposer bahwa penggarapan musik tentang candi Muara Takus. Namun, bahan yang
dipakai sesuai dengan ilmu musik itu sendiri konstruksi musik harus jelas.
Latar belakang musisi sangat terlihat jelas dan profesional karena mereka
belatar belakang akademisi. Meskipun demikian, soal musisi yang berasal dari
akademisi dan non akademisi tentunya mereka juga belajar yang sisebut
"otodidak". Becktoven pernah memainkan Gamelan, namun ia tidak pernah
ke Jawa, tapi ia mengambil bahwa sejarah semacam itu.
"Ada satu hal yang menjadi perhatian
terhadap pertunjukan musik yang sedang berlangsung adalah struktur sebuah karya
harus jelas, misalnya berpatokan kepada tema garapan musik. Kemudian, karya
yang hadir tersebut dominasinya repetitif semua dan suaranya dinamik semua
karena mementingkan strukturnya. Selanjutnya, jika harmoniknya barangkali bisa
dikontrol dengan sound atau suara. Kitaro menggarap musik, banyak menjabarkan
musik kontemporer dan banuak diikuti polanya. Sebab, pengetahuan itu terus
berkembang, dan jangan terjebak dengan pengalaman-pengalaman dan hal sama
saja," katanya.