Wednesday, March 16, 2016

Riau Rhythm Chabers Indonesia (RRCI) Ekplor Sastra Lisan kedalam Musik pada masa kejayaan Sriwidjaya Muara Takus


Tepat, pukul 20.22 malam hari Sabtu, 12 Maret 2016 pintu utama Gedung Pertunjukan Manti Manuik dibuka lebar. Penonton dipersilakan masuk dalam gedung menyaksikan pertunjukan akan dimulai. Calon penonton yang semula duduk berseleweran di taman saling berkengkrama itu mulai berdiri dari tempatnya. Calon penonton berbondong dan berduyun menuju pintu masuk dalam gedung untuk menyaksikan pertunjukan Riau Rhythm Chabers Indonesia (RRCI).


Setelah penonton duduk di tempat masing-masing, diatas panggung terlihat peralan alat musik disusun rapi dengan komposisi panggung yang terencana. Para player musik memasuki panggung dan menuju peratan musik yang akan dimainkannya seraya bersiap-siap dengan posisi bermain. Serentak lampu gedung dimatikan, lalu dinyakankan kembali dengan tata cahaya merah di atas panggung. Musik pun berlangsung selama 90 menit.

Selama 90 menit berlangsung diatas pentas, tujuh musik (lagu) yang dipentaskan. Musik (lagu) pertama berjudul 'Bono', musik kedua berjudul 'Laka Puri', musik ke tiga berjudul 'Puti Indira Dunia', musik keempat berjudul 'Sriperca', musik kelima berjudul 'Lukah Gila', musik keenam berjudul 'Svara-Jiva' (suara jiwa). Musik ketujuh berjudul 'Pancalang', musik kedelapan berjudul 'Dentang-Denting-Dentum'.

Musik tersebut bernama Sound of Suvarnadvipa yang diambil dari bahasa sanskerta dan Proto Melayu seperti Gombung merupakan alat musik yang purba dari leluhur sebagai alat musik perkusi, selain itu juga memakai Deotro Melayu.

Komposer Rino Deza Pati menyebutkan bahwa tujuh lagu dan musik tersebut sesuai dengan pencariannya terhadap musik itu sendiri. Pada pertunjukan tersebut dibantu oleh playernya. Cello dipegang oleh Cendra Putra Yanis. Flut dimainkan oleh Aristafani Fahmi, sedangkan viol di gesek oleh Viogi Rupianto. Violano Rupianto memegang alat musik Gambus. Drum oleh Syukri Cahyadi, Vocal oleh Anjang Fitrah dengan suara Tenor.

Dia menyebutkan Group RRCI berdiri tahun 2001. Bagi komposer Rino Deza Pati meyebutkan berdirinya kelompok Riua Rhtythm Chabers Indonesia (RRCI) mengusung etno dan band Basaribu, lalu bertranspormasi menjadi jendre pada karya tradisi yang lebih populer.

Selanjutnya pada tahun 2007 dirinya mulai mengangkat cakar budaya yang ada di Riau yakni Candi Muara Takus. Sebab, sebelum reformasi dirinya mengenal sejarah bahwa candi-candi di dikenal hanya di pulau Jawa. Kemudian, setelah reformasi orang bisa bebas berpendapat dan dikatakan candi di Sumatera merupakan candi tertua. Berdasarkan ungkapan tersebut barulah dirinya memulai mengkaji dan memcoba mencari referensi tentang keberadaan candi Muara Takus tersebut.

Lalu, pencarian Rino banyak membaca buku sejarah termasuk buku karya Prof. Mustafa Maulana membahas kerajaan Sriwidjaya sebagai acuan dan inspirasi sebuah musik yang digarapnya. Rino juga berupaya mencari inspirasi untuk sebuah garapan musik dengan mengekplor kisah Sriwidjaya dalam sebuah musik yang di-aransement-nya.

Ia menyebutkan berproses untuk menciptakan komposisi musiknya itu berdasarkan sejarah purba dengan melakukan penelitian ke candi Muara Takus. Inspirasi tersebut didapat melalui wawancara kepada ahliwaris penerus candi Muara Takus yang dikenal dengan Sriwidjaya. Ia merupaya meretas kejayaan Sriwijaya untuk memberikan warna pada musiknya. Kemudian, setelah mengumpulkan bahan berdasarkan cerita candi Muara Takus tersebut akhirnya memdapatkan ide untuk garapan musik.

'Donegeng Candi Mura Takus' ia memberi istilah terhada pencarian musiknya. Sehingga proses latihan garapan musiknya pun dilakukan di Candi Muara Takus, agar mendapatkan suasana, aura atau inner musik. Untuk mendapatkan suasana kejayaan 'Donegeng Candi Mura Takus' tersebut ia sempat bersemedi untuk menggambarkan suasana musik yang ada dalam kepalanya.

Proses pencarian akan musik tersebut terus berlanjut lebih banyak berdiskusi dan membaca buku sejarah. Selain itu, juga membaca buku  mencari studi perbandingan dan referensi yang lain menambah pengetahuan tentang keberadaan candi Muara Takus. Setelah menggali berbagai referensi muncul asumsi dari kelompok RRCI, bahwa Kerajaan Sriwidjaya bukan berasal dari Palembang tapi justru di Muara Takus. Alasannya karena di Palembang tidak ada candi, namun keberadaan Sriwidjaya itu sendiri ada Sumatera.

Sementara proses latihan berjalan langsung, RRCI pada tahun 2013 lalu masuk pada Indonesian Performing Art Market (Ipam). Hal inilah menjadi embrio sebagai cikal-bakal musik 'Sound of Suvarnadvipa' RRCI hadir. Pada ivent tersebut ia membawa nyanyian dan sastra lisan Muara Takus berjudul 'Nyanyian Terbelenggu'.

Karena menurutnya, sastra lisan di Muara Takus sendiri ada empat yang dikenal dengan 'Bono, Batimang, Badarlumpo, Maratok'. Kemudian, sastra lisan yang ada di Muara Takus tersebut selanjutnya eksplor dalam musik. Ia mengakui bahwa meskipun secara keilmuan sejarah dirinya memang tidak mendalaminya, namun penggalian sejarah tersebut sesuai dengan kebutuhan karya musik dimasa-masa kejayaan Sriwidjaya Muara Takus.

Bagi Rino, diaman zaman dulu-kala para tertua dan nenek moyang kita telah beradab. Sehingga  sangat jelas dan teori Darwin yang menyebutkan manusia berasal dari Kera itu terbantahkan. "Hal ini, berdasarkan pengetahuan saya dan apa yang telah saya baca," katanya.

Dia menjelaskan bahwa sastra lisan 'Batimang' itu dari kecil sejak bayi telah diberikan pemahanan dan "diinstal" dalam pikiran anaknya dengan nasehat-nasehat yang tinggi, nasehat yang baik dan luar biasa dalam maknanya. Sehingga anaknya tidak lagi menangis dan dengan mudah bisa terlelap. Nah, saat ini karena teknologi orang tua "menginstal" pikiran anaknya dengan android agar anak mereka tidak menangis.

Sementara bahasa dan sastra lisan yang dipakai dalam musik tersebut adalah bahasa Sangskerta. Naskah tersebut asli diambil dari 'Piagam Talang Tuwo' dimasa Sriwidjaya. Ada pula doetronya Melayu.

Sesuai perkembangan zaman dan pengetahuan saat ini, sastra lisan tersebut telah mulai dilupakan dan bahkan ditinggalkan. Sehingga perlu untuk menjaga ke utuhan sastra lisan itu perlu di eksplor secara musikal dengan mencoba memakai teori tarik suara melalui gelombang alfa, deta dan beta. Selanjutnya memakai instrumen musik seperti Talempong, Gambus, dan intrumen barat seperti Viol, Cello dan Flut. Memang diakui alat musik tiup bambu serta peralatan musik perkusi-perkusi lainnya, karena terkendala dana.

Ia menyadari bahwa RRCI sebagai kelompok miskin yang mencoba untuk bersemangat, meskipun sebelumnya RRCI berkeliling manggung ke Indonesia bagian Timur. Katanya merendah. Sementara tiketing pesawat dibantu oleh Papua pada saat pertemua kepala Taman Budaya se Indonesia. RRCI melakukan negosiasi, tiket tersebut bisa mampir dulu ke Makassar dan kemudian langsung manggung dibeberapa kota. Selanjutnya mendapatkan pemawaran dari Yayasan Kelola dan melakukan di tiga kota. "Hal, seperti itulah yang dilakukan agar bisa mentas keliling," ungkap Rino yang ber-anting sebelah kiri itu.

Dia menyebutkan bahwa untuk mencapai musik yang digarap tersebut 'Sound of Suvarnadvipa' dengan proses latihan selama tiga tahun dan latihan tiga kali dalam seminggu. Pertunjukan musik dengan proses yang panjang itu, mengkominikasikan pada penonton masa ke jayaan Sriwidjawa melalui musik. Tentu tidaklah mudah bagi koreografer untuk melewati proses pertunjukan musik. 

"Belum ada rencana untuk membuat musik baru. Musik itu, akan terus dilakukan pencarian. Sebab, dalam garapan musik ini masih ada yang kurang. Rasanya belum ada menemukan "sesuatu" dalam musik ini," sebutnya.

Pembelajaran terbesar usai mentas di Ladang Tari Nan Jombang adalah bagaimana menghargai proses. Sebab, proses itu harganya sangat mahal dan tak tergantikan. Meskipun saat ini banyak sofwer untuk membantu proses latihan dan rekaman, namun sofwer tersebut hanya membuat para musisi menjadi pemalas. Meskipun RRCI memiliki studio serta sofwer lengkap untuk rekaman, namun tetap memakai peralatan musik dan secara manual.

Rino mengakui dalam program mentas keliling Sumatera ini untuk capaian pentas yang ideal, terbebas dari hiruk pikuk dan memilih sunyi. Tanpa pembacaan sinopsis dan meyertakan judul lagu yang akan ditampilkan. "Kita mencoba untuk sunyi dan terbebas dari hiruk pikuk," akunya.

Pengamat musik B Anduska akarap dipanggil mak Etek, mengaku kesal dengan akademisi karena tidak memiliki judul lagu yang ditampilkan. Apakah hal tersebut memang menjadi brand bagi RRCI.

Dia mengaku tidak ada yang dapat dikomenterari, karena melihat semangat yang ditampilkan oleh RRCI. Menurutnya, tampilan musik yang ditampilkan sangat menarik dan bahkan dapat mengalahkan musik Debu.

Menurutnya kekurangan yang dilihat tejadi pada pemain saat bermain musik dan personal pemainnya pun profesional. Ada hal yang menjanggal pada pemain viol kurang sempurna. Selanjutnya pemain cello di lagu kedua dengan prosesionalnya memainkan nada do-mi-sol, kemudian pindah kenada 'la-do-mi'. Selanjutnya untuk permindah ke nada 'la' menuju 'do' sedikit fals dan melenceng.

Kemudian pada lagu yang lain, baginya ada kesan bahwa dirinya dibawa terbang secara gratis ke Turki, sehingga musik Turkis itu muncul dalam garapan tersebut. Namun, musisi sah-sah saja mengambil Inspirasi tersebut, tapi agaknya saja sedikit pengganggu.

Selebihnya, lanjut dia, penggarapan musik tersebut bagus, meskipun sebelumnya penggarapan musiknya dimulai dengan musik 'Blada'. Tetapi selanjutnya telah mengarah kepada musik kontemporer atau jadi country. Menurutnya, hal itulah yang menjadi ciri-ciri musik RRCI. Ia menyarankan musik ini tetap dipertahankan, sebab RRCI musik "kontemporer" yang barangkali menjadi salah satu musik di Indonesia.

Ada catatan yang sangat penting menurut dirinya terhadap pola sound sistem pada pertunjukan tersebut, hal itu sehingga 'Mak etek' kesal pada "dirinya sendiri" karena vocal kurang jelas. Sehingga dipermainkan oleh imajinasi sendiri tentang 'eya-he' berasal dari Bangkinang, menyadarkan kita bahwa musik yang dimainkan secara istrumen, tentu dinamiknya harus jelas. Karena jika vokal telah masuk seharusnya lebih tinggi dan lebih jelas dibandingkan musik yang lain.

Indra Kagami pemerhati musik mengatakan bahwa RRCI telah menyiapkan diri dan proses latihan untuk menggarap musik selama lima tahun lamanya. Menurutnya musik-musik yang dimainkan tersebut terbilang langka dalam sejarah musik "kontemporer". Sehingga pencarian musik terus berkembang seperti di Eropa dengan Etno Musicals, seseorang yang mendalami musik. 

Berdasarkan ilustrasi yang disampaikan oleh komposer bahwa penggarapan musik tentang candi Muara Takus. Namun, bahan yang dipakai sesuai dengan ilmu musik itu sendiri konstruksi musik harus jelas. Latar belakang musisi sangat terlihat jelas dan profesional karena mereka belatar belakang akademisi. Meskipun demikian, soal musisi yang berasal dari akademisi dan non akademisi tentunya mereka juga belajar yang sisebut "otodidak". Becktoven pernah memainkan Gamelan, namun ia tidak pernah ke Jawa, tapi ia mengambil bahwa sejarah semacam itu.


"Ada satu hal yang menjadi perhatian terhadap pertunjukan musik yang sedang berlangsung adalah struktur sebuah karya harus jelas, misalnya berpatokan kepada tema garapan musik. Kemudian, karya yang hadir tersebut dominasinya repetitif semua dan suaranya dinamik semua karena mementingkan strukturnya. Selanjutnya, jika harmoniknya barangkali bisa dikontrol dengan sound atau suara. Kitaro menggarap musik, banyak menjabarkan musik kontemporer dan banuak diikuti polanya. Sebab, pengetahuan itu terus berkembang, dan jangan terjebak dengan pengalaman-pengalaman dan hal sama saja," katanya.

No comments:

Post a Comment