Pembangunan sistem hukum nasional
adalah dalam rangka mengintegrasikan berbagai sistem hukum tersebut sehingga
tersusun dalam satu tatanan yang harmonis satu sama lain?
Oleh: Julnadi Inderapura
Pluralisme sistem hukum yang berlaku hingga saat ini merupakan
salah satu warisan kolonial yang harus ditata kembali. Penataan kembali
berbagai sistem hukum tersebut tidaklah dimaksudkan meniadakan berbagai sistem
hukum – terutama sistem hukum yang hidup sebagai satu kenyataan yang dianut dan
dipertahankan dalam pergaulan masyarakat. Pembangunan sistem hukum nasional
adalah dalam rangka mengintegrasikan berbagai sistem hukum tersebut sehingga
tersusun dalam satu tatanan yang harmonis satu sama lain. Mengenai pluralisme
kaidah hukum sepenuhnya bergantung pada kebutuhan hukum masyarakat. Kaidah
hukum dapat berbeda antara berbagai kelompok masyarakat, tergantung pada
keadaan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
Sementara kebutuhan hokum masyarakat termaktub dalam UUD 1945. Hal
ini menjadi penting karena pluralisme system hokum dan UUD 1945 atas HAM
menurut Rozali Abdullah, S.H. setidaknya ada tiga kelompok pandangan,yakni: Pertama,
mereka yang berpandangan bahhwa UUD 45 tidak memberikan jaminan atas HAM secara
komprehensif. Kedua, mereka yang berpandangan bahwa UUD 45memberikan
jaminan atas HAM secara komprehensif. Dan ketiga, berpandangan bahwa UUD
45 hanya memerikan pokok-pokok jaminan atas HAM.
Pandangan yang didukung oleh Mahfud MD dan Bambang Sutiyoso. Hal
ini didasarkan bahwa istilah HAM tidak di tentukan secara ekspisit di dalam
Pembukaan, Batang tubuh UUD 45 hanya ditemukanpencatuman dengan tegas perkataan
hak dan kewajiban warganegara. Menurut Mahfud tidak sedikit orang yang
berpendapat bahwa UUD 45 itu sebenarnya tidak banyak memberikan perhatian pada
HAM, bahkan UUD 45 tidak bicara tentang HAM universal kecuali dalam dua hal,
yaitu sila keempat pancasila yang meletakkan asas “kemanusiaan yang adil dan
beradab” dan pada pasal 29 yang menderivasikan jaminan “kemerdekaan tiap
penduduk untuk memeluk agama dan beribadah. (Rozali Abdullah: 2005:95).
Pandangan kedua didukung oleh Soedjono Sumobroto dan Marwoto,
mengatakan UUD 45 mengangkat fenomena HAM yang hidup dikalangan masyarakat.
Atas dasar itu, HAM yang tersirat di dalam UUD 45 bersumber pada falsafah dasar
dan pandangan hidup bangsa, yaitu pancasila. Penegakan HAM di Indonesia sejalan
dengan implementasi dari nilai-nilai pancasila dalan kehidupan bernegara dan
berbangsa.
Di Indonesia, peraturan perundang-undangan merupakan cara utama
penciptaan hukum. peraturan perundang-undangan merupakan sendi utama sistem
hukum nasional. Pemakaian peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama
sistem hukum nasional karena Kepastian hukum (rechtszekerheid, legal certainty)
merupaken asas penting dalam tindakan hukum (rechtshandeling) dan penegakan
hukum (hendhaving, uitvoering). Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa peraturan
perundang-undangan depat memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dan pada
hukum kebiasan, hukum adat, atau hukum yurisprudensi. Namun, perlu diketahui,
kepastian hukum peraturan perundang-undangan tidak semata-mata diletakkan pada
bentuknya yang tertulis (geschreven, written). Untuk benar-benar menjamin
kepastian hukum, peraturan perundang-undangan selain harus memenuhi
syarat-syarat formal, harus memenuhi syarat-syarat lain.
Penciptaan hukum (rechtschepping) yang melahirkan sistem kaidah
hukum yang berlaku umum dilakukan atau
terjadi melalui beberapa cara yaitu
melalui putusan hakim (yurisprudensi). Kebiasaan yang tumbuh sebagai praktek
dalam kehidupan masyarakat atau negara, dan peraturan perundang-undangan sebagai
keputusan tertulis pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berlaku
secara umum. Secara tidak langsung, hukum dapat pula terbentuk melalui
ajaran-ajaran hukum (doktrin) yang diterima dan digunakan dalam pembentukan
hukum.
Peraturan perundang-undangan merupakan instrumen yang efektif dalam pembaharuan hukum (law
reform) dibandingkan dengan penggunaan hukum kebiasaan atau hukum
yurisprudensi. Telah dikemukakan, pembentukan peraturan perundang-undangan dapat
direncanakan, sehingga pembaharuan hukum dapat pula direncakan. Hal ini
merupakan fungsi pembaharuan hokum pembangunan hukum nasional mengutamnakan
penggunaan peraturan perundang-undangan sebagai Instrumen utama. Bandingkan
dengan hukum yurisprudensi dan hukum
kebiasaan. Hal ini antara lain karena pembangunan hukum nasional yang
menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai instrument dapat disusun
secara berencana (dapat direncanakan).
Peraturan perundang-undangan tidak hanya melakukan fungi
pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan (yang telah ada). Peraturan
perundang-undangan dapat pula dipergunakan Sebagai sarana memperbaharui
yurisprudensi. Hukum kebiasaan atau hukum adat. Fungsi pembaharuan terhadap
peraturan perundang-undangan antara lain dalam rangka mengganti peraturan perundang-undangan
dari masa pemerintahan Hindia Belanda. Tidak pula kalah pentingnya
memperbaharui peraturan perundang-undangan nasional (dibuat setelah kemerdekaan) yang tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan baru. Di bidang hukum kebiasaan atau
hukum adat.
Peraturan perundang-undangan berfungsi mengganti hukum kebiasaan
atau hukum adat yang tidaksesuai dengan kenyataan-kenyataan baru. Pemanfaat
peraturan perundang-undangan sebagai instrumen pembaharuan hukum kebiasaan atau
hukum adat sangat bermanfaat, karena dalam hal-hal tertentu kedua hukum yang
disebut belakangan tersebut sangat rigid terhadap perubahan. Pada saat ini, di Indonesia masih berlaku berbagai sistemhukum
(empat macam sistem hukum), yaitu: “sistem hokum kontinental (Barat), sistem
hukum adat, sistem hukum agama (khususnya lslam) dan sistem hukum nasional.
Sistem hukum Indonesia – sebagai akibat sistem hukum Hindia Belandia – lebih
menampakkan sistem hukum kontinental yang mengutamakan bentuk sistem hukum tertulis (geschrevenrecht,
written law).
Kemudiandapat pula kita tempatkan pada sumber-sumber hokum dapat
diartikan sebagai bahan perkara. Sumber ini dapat di pakai dalam dua arti, yang
pertama “mengapa hokum itu mengikat”. Sebenarnya apakah sumber (kekuatan) hokum
itu hingga dapat mengikat atau di patuhi oleh manusia? Dimanaka kita akan
menemukan aturan hokum yang mengatur kehidupan itu? Jadi pakan sumber hokum itu
sebenarnya?
Sebenarnya, sumber hukum itu adalah segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai sifat memaksa. Dalam artian
aturan-aturan itu kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Secara garis besarnya, atau benang merah dari
sumber hukun itu terbagi kepada dua: Pertama, sumber hokum materil
menurut E. Utrecht yang di kutip oleh Muctar Kusumaatmadja, sumber-sumber hokum
materiil perupakan persaan hokum (keyakinan hokum) individu dan pendapat umum (
public opinion) yang menjadi determinan materiil membentuk hokum menentukan
isi darihukum. Kedua, sumberhukum formal yaitu mengacu pada suatu rumus
peraturan yang memiliki bentuk tertentu, sebagai dasar berlaku hingga ditaati,
mengikat hakim dan para penegak hokum. (Muchtar Kusumaatmadja:2000:54)
Dua sumber hokum tersebut secara anrtopoligisnya melakukan
pendekatan secara menyeluuh yang dilakukan terhadap manusia. Memahami semua
aspek dari pengelaman manusia, seperti lingkungan hidup dan kekeluargaan,
ekonomi, politik, agama dan susial budaya liannya. Maka antropologi hokum
memang tertelak pada pengamatan, penyelidikan secara menyeluruh terhadap
kehidupan manusia.
Hal ini apa bila terpenuhi, dalam aturan perundang-undangan untuk
menciptakan hokum dengan syarat memenuhi sumber hokum materiil dan formil. Jika
ditelaah lebih mendalam dari mekanisme hokum yang berfungsi sebagai pembaharuan
hukum Penciptaan hukum (rechtschepping) yang melahirkan sistem kaidah
hokum. Fungsi pembaharuan terhadap
peraturan perundang-undangan antara lain dalam rangka mengganti peraturan
perundang-undangan dari masa pemerintahan Hindia Belanda. Pertanyaan apakah
kita sebagai bangsa yang merdeka dapat membuat perundang-undang hokum sendiri?