Saturday, December 7, 2013

PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM INDONESIA

Pembangunan sistem hukum nasional adalah dalam rangka mengintegrasikan berbagai sistem hukum tersebut sehingga tersusun dalam satu tatanan yang harmonis satu sama lain?


Pluralisme sistem hukum yang berlaku hingga saat ini merupakan salah satu warisan kolonial yang harus ditata kembali. Penataan kembali berbagai sistem hukum tersebut tidaklah dimaksudkan meniadakan berbagai sistem hukum – terutama sistem hukum yang hidup sebagai satu kenyataan yang dianut dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat. Pembangunan sistem hukum nasional adalah dalam rangka mengintegrasikan berbagai sistem hukum tersebut sehingga tersusun dalam satu tatanan yang harmonis satu sama lain. Mengenai pluralisme kaidah hukum sepenuhnya bergantung pada kebutuhan hukum masyarakat. Kaidah hukum dapat berbeda antara berbagai kelompok masyarakat, tergantung pada keadaan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.

Sementara kebutuhan hokum masyarakat termaktub dalam UUD 1945. Hal ini menjadi penting karena pluralisme system hokum dan UUD 1945 atas HAM menurut Rozali Abdullah, S.H. setidaknya ada tiga kelompok pandangan,yakni: Pertama, mereka yang berpandangan bahhwa UUD 45 tidak memberikan jaminan atas HAM secara komprehensif. Kedua, mereka yang berpandangan bahwa UUD 45memberikan jaminan atas HAM secara komprehensif. Dan ketiga, berpandangan bahwa UUD 45 hanya memerikan pokok-pokok jaminan atas HAM. 

Pandangan yang didukung oleh Mahfud MD dan Bambang Sutiyoso. Hal ini didasarkan bahwa istilah HAM tidak di tentukan secara ekspisit di dalam Pembukaan, Batang tubuh UUD 45 hanya ditemukanpencatuman dengan tegas perkataan hak dan kewajiban warganegara. Menurut Mahfud tidak sedikit orang yang berpendapat bahwa UUD 45 itu sebenarnya tidak banyak memberikan perhatian pada HAM, bahkan UUD 45 tidak bicara tentang HAM universal kecuali dalam dua hal, yaitu sila keempat pancasila yang meletakkan asas “kemanusiaan yang adil dan beradab” dan pada pasal 29 yang menderivasikan jaminan “kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah. (Rozali Abdullah: 2005:95).

Pandangan kedua didukung oleh Soedjono Sumobroto dan Marwoto, mengatakan UUD 45 mengangkat fenomena HAM yang hidup dikalangan masyarakat. Atas dasar itu, HAM yang tersirat di dalam UUD 45 bersumber pada falsafah dasar dan pandangan hidup bangsa, yaitu pancasila. Penegakan HAM di Indonesia sejalan dengan implementasi dari nilai-nilai pancasila dalan kehidupan bernegara dan berbangsa.
 
Di Indonesia, peraturan perundang-undangan merupakan cara utama penciptaan hukum. peraturan perundang-undangan merupakan sendi utama sistem hukum nasional. Pemakaian peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama sistem hukum nasional karena Kepastian hukum (rechtszekerheid, legal certainty) merupaken asas penting dalam tindakan hukum (rechtshandeling) dan penegakan hukum (hendhaving, uitvoering). Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa peraturan perundang-undangan depat memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dan pada hukum kebiasan, hukum adat, atau hukum yurisprudensi. Namun, perlu diketahui, kepastian hukum peraturan perundang-undangan tidak semata-mata diletakkan pada bentuknya yang tertulis (geschreven, written). Untuk benar-benar menjamin kepastian hukum, peraturan perundang-undangan selain harus memenuhi syarat-syarat formal, harus memenuhi syarat-syarat lain.

Penciptaan hukum (rechtschepping) yang melahirkan sistem kaidah hukum yang berlaku umum  dilakukan atau terjadi melalui  beberapa cara yaitu melalui putusan hakim (yurisprudensi). Kebiasaan yang tumbuh sebagai praktek dalam kehidupan masyarakat atau negara, dan peraturan perundang-undangan sebagai keputusan tertulis pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berlaku secara umum. Secara tidak langsung, hukum dapat pula terbentuk melalui ajaran-ajaran hukum (doktrin) yang diterima dan digunakan dalam pembentukan hukum.

Peraturan perundang-undangan merupakan instrumen  yang efektif dalam pembaharuan hukum (law reform) dibandingkan dengan penggunaan hukum kebiasaan atau hukum yurisprudensi. Telah dikemukakan, pembentukan peraturan perundang-undangan dapat direncanakan, sehingga pembaharuan hukum dapat pula direncakan. Hal ini merupakan fungsi pembaharuan hokum pembangunan hukum nasional mengutamnakan penggunaan peraturan perundang-undangan sebagai Instrumen utama. Bandingkan dengan hukum yurisprudensi dan  hukum kebiasaan. Hal ini antara lain karena pembangunan hukum nasional yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai instrument dapat disusun secara berencana (dapat direncanakan).

Peraturan perundang-undangan tidak hanya melakukan fungi pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan (yang telah ada). Peraturan perundang-undangan dapat pula dipergunakan Sebagai sarana memperbaharui yurisprudensi. Hukum kebiasaan atau hukum adat. Fungsi pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan antara lain dalam rangka mengganti peraturan perundang-undangan dari masa pemerintahan Hindia Belanda. Tidak pula kalah pentingnya memperbaharui peraturan perundang-undangan nasional  (dibuat setelah kemerdekaan) yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan baru. Di bidang hukum kebiasaan atau hukum adat. 

Peraturan perundang-undangan berfungsi mengganti hukum kebiasaan atau hukum adat yang tidaksesuai dengan kenyataan-kenyataan baru. Pemanfaat peraturan perundang-undangan sebagai instrumen pembaharuan hukum kebiasaan atau hukum adat sangat bermanfaat, karena dalam hal-hal tertentu kedua hukum yang disebut belakangan tersebut sangat rigid terhadap perubahan. Pada saat ini, di Indonesia masih berlaku berbagai sistemhukum (empat macam sistem hukum), yaitu: “sistem hokum kontinental (Barat), sistem hukum adat, sistem hukum agama (khususnya lslam) dan sistem hukum nasional. Sistem hukum Indonesia – sebagai akibat sistem hukum Hindia Belandia – lebih menampakkan sistem hukum kontinental yang mengutamakan bentuk  sistem hukum tertulis (geschrevenrecht, written law).

Kemudiandapat pula kita tempatkan pada sumber-sumber hokum dapat diartikan sebagai bahan perkara. Sumber ini dapat di pakai dalam dua arti, yang pertama “mengapa hokum itu mengikat”. Sebenarnya apakah sumber (kekuatan) hokum itu hingga dapat mengikat atau di patuhi oleh manusia? Dimanaka kita akan menemukan aturan hokum yang mengatur kehidupan itu? Jadi pakan sumber hokum itu sebenarnya?

Sebenarnya, sumber hukum itu adalah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai sifat memaksa. Dalam artian aturan-aturan itu kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.  Secara garis besarnya, atau benang merah dari sumber hukun itu terbagi kepada dua: Pertama, sumber hokum materil menurut E. Utrecht yang di kutip oleh Muctar Kusumaatmadja, sumber-sumber hokum materiil perupakan persaan hokum (keyakinan hokum) individu dan pendapat umum ( public opinion) yang menjadi determinan materiil membentuk hokum menentukan isi darihukum. Kedua, sumberhukum formal yaitu mengacu pada suatu rumus peraturan yang memiliki bentuk tertentu, sebagai dasar berlaku hingga ditaati, mengikat hakim dan para penegak hokum. (Muchtar Kusumaatmadja:2000:54) 

Dua sumber hokum tersebut secara anrtopoligisnya melakukan pendekatan secara menyeluuh yang dilakukan terhadap manusia. Memahami semua aspek dari pengelaman manusia, seperti lingkungan hidup dan kekeluargaan, ekonomi, politik, agama dan susial budaya liannya. Maka antropologi hokum memang tertelak pada pengamatan, penyelidikan secara menyeluruh terhadap kehidupan manusia. 

Hal ini apa bila terpenuhi, dalam aturan perundang-undangan untuk menciptakan hokum dengan syarat memenuhi sumber hokum materiil dan formil. Jika ditelaah lebih mendalam dari mekanisme hokum yang berfungsi sebagai pembaharuan hukum Penciptaan hukum (rechtschepping) yang melahirkan sistem kaidah hokum.  Fungsi pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan antara lain dalam rangka mengganti peraturan perundang-undangan dari masa pemerintahan Hindia Belanda. Pertanyaan apakah kita sebagai bangsa yang merdeka dapat membuat perundang-undang hokum sendiri?

No comments:

Post a Comment