Monday, June 1, 2015

Aturan Kaku Sarana dan Service Layanan Kurang

Masyarakat masih saja kesulitan untuk mengakses layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kendati memiliki 'kartu saksi' namun tak berarti masyarakat dengan mudah mendapat pelayanan kesehatan. Maulai dari antrean panjang saat mendaftar, masij adanya kewajiban pembayaran untuk mendapatkan pelayanan, beli obat hingga kesulitan untuk mendapatkan kamar di rumah sakit.


Rabu 29 April 2015 kemarin penulis mencoba menjambangi ruang tunggu RSUP Dr M Djamil Padang. Di tempat tersebut, terlihat dipadati pengunjung yang akan berobat. Selain itu, pengunjung juga tampak gelisah karena kelamaan menunggu antrean panjang. Apa boleh buat, di ruang tunggu tersebut meskipun terdapat banyak kursi, namun tidak semua pengunjung yang dapat tertampung. Pengunjung ada yang berdiri dan mondar mandir karena takut namanya tak terdengar di panggil petugas.

Meskipun memiliki pengeras suara, namun suara di pengeras suara tersebut seakan tak terdengar. Karena banyaknya pengunjung yang ada dalam ruangan tersebut dan saling cerita tentang penyakit yang dialaminya.

Para pengunjung yang datang pun kian bertambah menjelang siang hari. Hingga pasien yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan semakin menumpuk akibat listrik mati. Nomor antrian pun di buat secara manual dengan menuliskan nomor antrean dengan pena. Meskipun demikian, prosedur antrean obat terus berjalan seperti biasa. Lampu ruang tunggu tersebut mati dari pukul 09.45 dan kembali menyala sekital pukul 11.00.

Salah seorang pengunjung, Rizki, 27, mengaku kedatangannya ke RSUP M Djamil dari Padangpanjang untuk mengantarkan orangtua laki-lakinya berobat. Orang tua Rizki menderita penyekit jantung. Sebelum di rujuk ke Padang, Rizki telah membawa orang tuanya untuk berobat ke RSUP Padangpanjang. "Dokter menyarankan untuk dirujuk ke RSUP Dr M Djamil," katanya.

Untuk pengobatan orangtuanya, ia menggunakan kartu BPJS. Kendati merasa pelayanan BPJS sedikit lamban, namun ia tetap bersyukur biaya rumah sakit ditanggung BPJS, walaupun masih ada beberapa obat yang harus di beli ke luar. "Obat yang dibeli tersebut tidak di tanggun BPJS. Saya tidak mengetahui alasan kenapa obat-obat tersebut tidak di tanggung sepenuhnya oleh BPJS," katanya.

Dia menyebutkan, pemegang kartu BPJS tergantung kelas. "Saya dari Padangpanjang memakai BPJS kelas 2. Tidak ada klaim dan bentuk upaya apapun untuk biaya obat. Saya tidak terlalu paham protes layanan BPJS," sebutnya.

Saat ia berusaha untuk mendapatkan akases pelayanan usai di rujuk RSUD Padangpanjang, ia pun berniat menyelesaikan administrasi. Namun, karena lampu mati, petugas menyarankan datang siang hari setelah lampu menyala karena sistemnya online. Seorang ibu muda yang berambut pendek memakai baju warna cokelat juga terlihat memeluk anak perempunnya berkepala besar. Ibu muda tersebut mengaku bernama Yuyuk, 35, warga Muarobungo Provinsi Jambi. Ia datang untuk mengobati sakit kanker otak yang diderita anaknya.

"Saya di Padang sejak tiga hari lalu. Anak saya sudah harus di operasi tahap dua. Namun, hingga saat ini belum ada penanganan dari RSUP Dr M Djamil untuk di rawat inap. Seharusnya telah ada penanganan dari RSUP Dr M Djamil, tapi surat konsul dokter anak saya hilang. Saya tidak tahu di mana tercecer surat konsul dokter tersebut," katanya.

Dia menyebutkan, akibat surat konsul dokter anak hilang tercecer, anaknya belum dapat dirawat. "Saya harus menunggu dokter dulu untuk konsul. Karena surat konsul tersebut harus ada. Kalau tidak ada, maka perawatan mungkin di tunda lagi besok. Saya berobat menggunakan BPJS," katanya.

Lain lagi cerita warga Pasarambacang Zuwendrizal,45, kendata mengantongi kartu BPJS namun tak cukup membantunya. Karena kartu itu tak terlalu banyak membantu saat anaknya mengalami panas tinggi dan step, ia membawa anaknya ke Rumah Sakit. Saat memperlihat kartu BPJS, rumah sakit tidak mau menerimanya, dengan alasan harus ada rujukan dari puskesmas. Sementara puskesmas tidak buka 24 jam. Sehingga, surat rujukan tak mungkin bisa didapatkannya. "Akhirnya saya membayar dan pakai jalur umum saja. Tak mungkin menunggu satu hari lagi, anak saya untuk mendapat rujukan ke rumah sakit. Sementara, anaknya yang baru saja berusia 4 tahun butuh penanganan segera," ucapnya.

Katanya, jika harus mengikuti prosedur begitu, ia khawatir sesuatu yang buruk dapat terjadi pada anaknya menanti pelayanan BPJS datang. Dia merasa lebih nyaman dengan pelayanan jaminan kesehatan daerah (jamkesda) terdahulu. Di mana, jika dalam keadaan terdesak, jamkesda masih dapat dipergunakan untuk berobat. "Saat namanya masih jamkesda, jika dalam kondisi terdesak masih bisa tolak ansur. Namun, sejak berganti nama dengan BPJS, bukan malah mempermudah justru mempersulit," ujarnya.

Katanya, dalam penempatan aturan ranjang kaku. Tidak ada masyarakat yang menginginkan atau merencanakan akan sakit. Bila, sakit itu baru terasa menjelang sore hari atau pada saat puskesmas tutup, haruskan pasien menunggu satu hari untuk mendapat pelayanan. "Pasien sudah sekarat, pelayanan belum juga didapat. Kalau kami harus lewat jalur umum pula, untuk apa pakai kartu BPJS. Kalau pakai umum, setidaknta saya harus membayar sekitar Rp. 90 ribu untuk biaya periksa dan biaya dokter dan obat," ucapnya.

Senada dengan itu, warga kuranji Ridwan, 37, juga mengaku kesulitan mendapatkan pelayanan BPJS. Dalam preminya, ia harus mendapat pengobatan di tingkat pertama. Namun, pada saat hari libur, klinik tempatnya mendapat pengobatan tidak buka. Sementara ia sedang mengalami demam disertai menggigil yang kuat.

"Saya datangi klinik rupanya tutup dan baru buka hari senin. Artinya, selama dua hari saya harus menunggu mendapatkan pelayanan kesehatan. Saya berinisiatif datang ke rumah sakit dengan membawa kartu BPJS, namun di tolak dengan alasan tak ada rujukan," ucapnya.

Lebih lanjut, disampaikan bapak dua orang anak ini, setiap bulannya gajinya selalu di potong untuk membayar premi jaminan kesehatan. Baik sakit atau tidak. Tapi, saat gilirannya sakit, katu BPJS tak membantunya. "Kami bukan gratis berobat dan bayar asuransi tiap bulan. Jika kami harus kelauar uang juga, lebih baik tak usah ikut BPJS kesehatan karena tak ada artinya," lanjutnya.

Di tempat terpisah Humas dan pengaduan masyarakat Gustafianof, menyebutkan RSUP Dr M Djamil memberlakukan pelayanan menggunakan BPJS mulai dari 1 Januari 2014 lalu. Dia menyebutkan prosedur layanan BPJS sistemnya sesuai daerah dengan peraturan pemerintah. Pelayanan BPJS di RSUP Dr M Djamil sesuai dengan tipe C yakni rujukan dari dokter keluarga, klinik. Jika pelayanannya tidak sanggup juga, kemudian rujukan dari rumah sakit tipe D. Jika tipe D juga tidak sanggup, kemudian di rujuk ke rumah sakit tipe A.

"Untuk pelayanan bagi pemegang kartu BPJS itu sama. Namun, permasalahan yang terjadi saat ini adalah penindakan, pengobatan dan obat. Obat tersebut ada yang di tanggung BPJS dan ada pula yang tidak di tanggung pembiayaannya oleh BPJS. Sehingga obat yang tidak di tanggung BPJS tersebut harus beli sendiri. Seperti obat penyakit jantung. Misalnya pengguna BPJS dapat memperlihatkan hasil labor ke apotek obat-obatan yang dibutuhkan. Jika obat tersebut tidak dibiayai oleh BPJS maka obat tersebut tidak diberikan. Sebab obat tersebut ada pula yang tidak ditanggung oleh BPJS," katanya.

Dia menyebutkan untuk pelayanan rawat inap dibagi sesuai dengan kelas masing-masing pengguna atau pemegang kartu BPJS. Yakni sesuai dengan kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. "Yang membedakan adalah fasilitas kamar rawat inap. Untuk kalas 1 dalam satu kamar di huni oleh dua orang pasien. Sementara kelas 2 dihuni oleh 1 sampai enam orang pasien. Kalas 3 dihuni oleh empat orang sampai enam pasien. Pelayanan BPJS sesuai dengan peraturan semua pembiayaan dengan peraturan semua pembiayaan pengobatan ditanggung BPJS," katanya.

Kamis 30 April 2015 siang itu, penulis berkunjung ke rumah sakit Semen Padang. Siang itu, banyak pengunjung yang berobat kerumah sakit tersebut. Terlihat pengunjung rumah sakit yang di ketahui bernama Albusrah,50, yang buru-buru menuju parkiran dan ingin cepat pulang. Saat diwancarai, ia mengatakan tidak mengetahui prosedur pelayanan BPJS yang menggunakan BPJS yang ada dirumah sakit Semen Padang. "Saya barusan pulang membezuk teman sakit. Teman yang mengalami penyakit dalam. Teman saya menggunakan BPJS tenaga kerja, tapi saya tidak tahu pasti tentang hal tersebut. Saya kebetulan tadi di ruangan saat membezuk bertanya kepada teman. Kamu pakai BPJS, teman saya menjawabnya," katanya.


Dia mengatakan untuk pelayanan BPJS tidak tahu pasti, karena yang lebih mengetahui sebenarnya adalah orang yang bersangkutan. "Orientit atau tidaknya yang bertolak dari BPJS itu sendiri. Saya tidak bisa berpendapat. Maaf saya bauru," katanya sembari segera bergegas pergi.

No comments:

Post a Comment