Malam gelap gulita. Kesunyian mulai mendekam. Jalanan masih jauh untuk sampai
ketempat tujuan. Sepanjang jalan suara jangkrik mengiringi deruman mesin
kendaraan hingga menghantarkan pada tujuan. Sesampai di tujuan, terlihat
orang-orang sedang duduk santai bersenda gurau pada bias cahaya remang-remang
sembari menyeduh kopi dan gorengan.
Saluang Pauah |
Saluang Pauah Jati Sehati yang
beralamat di jalan Korong Gadang Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat tampil di Festival Tanggal 3
Ladang Tari Nan Jombang Dance Company di gedung pertunjukan Manti Manuik
Balaibaru, Senin, 3 Agustus 2015 malam.
Zamri Rajo Bunsu, Padendang atau
tukang dendang Pauah menyebutkan perbedaan saluang pauah dengan saluang darek
adalah dari segi cerita. Yakni menceritakan sebuah kisah ataupun kaba dengan
cara berpantun. Kemudian dalam memainkan saluang atau maambuih (meniupkan) saluang lebih mengutamakan perasaan. Garinyiak (lantunan nada) yang dimainkan
pun menggunakan perasaan sesuai dengan selisih pernafasan dalam meniupkan
saluang pauah.
"Saluang Pauah keberadaanya
hanya Pauah. Tidak semua orang bisa memainkan saluang pauah. Salauang pauah di
kenal juga dengan sebutan Saluang Pakok
(tutup, Sumbat). Karena untuk memakok
(menutupi) kepala saluang pauah yang dikenal juga istilah lidah saluang
menggunakan batang pohon 'baru'. Alasan di-pakok
(ditutup) menggunakan batang pohon 'baru' adalah batang pohon baru sangat mudah
mengambang jika terkena air atau embun. Pakok
yang menjadi lidah saluang untuk di tiup sebagai sumber bunyi maka, saat di
tiup batang pohon baru tersebut menjadi lembab dan basah sehingga mengambang.
Saat batang pohon baru tersebut mengambang, terjadilah penyumbatan atau ditutup
(dipakok) pada bagian kepala sehingga tersumbat atau tapakok. Inilah asal mula
saluang pauah dikenal dengan salauang pakok,"
sebutnya.
Lebih lanjut, Zamri Rajo Bunsu
memaparkan saluang pauah memiliki enam buah lobang pada bagian atas dengan
tangga nada, yakni do, re, mi,
fa, so, la. Emam buah lobang
atau tangga nada tersebut memiliki arti dan makna tersendiri. Keemam lobang
atau tangga nada dalam saluang pauah tersebut bermakna 'suku adat' yang ada
dilingkungan Nagari Pauh. Lobang ke dua atau tangga nada 're' pada saluang pauh adalah simbol suku Jambak. Lobang ketiga dengan tangga nada 'mi' simbol suku Malayu.
Lobang keempat dengan tangga nada 'fa'
simbol suku Caniago. Lobang kelima
dengan tangga nada 'so' simbol suku Tanjuang. Sedangkan lobang pertama
dengan tangga nada 'do', dalam adat
pauah diartikan sebagai Kapalo Rang Mudo,
istilah ini muncul setelah saluang pauah ini dikenal sampai ke nagari Koto
Tangah. Kemudian lobang suara pada bagian kepala diartikan sebagai Nagari
(negara). Sehingga suku dan adat saling bersimambungan dengan nagari.
"Kemudian pada saluang pauah
ada pula yang disebut dengan nada sisipan. Untuk nada sisipan tersebut dengan
menutup eman lobang atau tangga nada pada bagian atas kemudian membuka satu
lobang bagian bawah. Ketika saluang pauah tersebut di tiup maka menimbulkan
bunyi melengking yang disebut 'pakiak'
atau nada sisipan. Karena saluang pauah memiliki satu buah lobang pada bagian
bawah," lanjutnya sembari mempragakan bunyi saluang pauh.
Selanjutnya, terang Zamri Rajo
Bunsu, struktur lagu yang dimainkan Saluang pauah ada tujuh jenis irama.
Pertama, irama dendang Pado-pado atau dikenal juga dengan himbauan saluang.
Pantun yang dimainkan adalah pantun pasambahan. Kedua, irama dendang pakok anam atau menutup keemam lobang
(tangga nada) pada saluang. Ketiga, pakok
limo atau menutup kelima buah lobang
(tangga nada) pada saluang pauah, keempat dendang limo data (lima nada yang
datar), kelima dendang limo dagang (lima anak rantau), keenam
dendang dan lagu Jain, kemudian yang ketujuh dendang lereang ibo.
"Kemudian ada juga 'dendang baliang-baliang lambok malam'. Dendang ini tetap berlangsung oleh pedendang namun tidak
diiringi dengan saluang. Pendendang tetap jalan sendiri dalam artian tunggal
atau solo," terangnya sembari merobah posisi duduknya.
Dia mengaku hingga saat ini
anak-anak muda yang belajar untuk mendalami saluang pauah ini belum ada. Namun,
generasi muda dibidang akademisi yang belajar masih ada karena tuntutan
jurusannya. Hanya saja mereka belajar sebagai pembelajaran saja dan tidak
mendalami saluang pauah secarah utuh. Baik dari segi pantun ataupun yang
berkaitan dengan cerita yang dimainkan pada saluang pauah.
"Dalam dendang pauah pantun
atau lagu yang dimainkan adalah dua bagian yakni, 'Kato Bayangan' disebut
juga dengan makna tersirat terkandung dari pantun atau lagu yang dimainkan.
Kemudian pantunnya bersajak AB-AB atau lebih dikenal dengan pantun empat,"
akunya.
Dia menjelaskan isi atau pesan
yang disampaikan dalam pantun dan lagu saluang pauah pun berisi tentang nasehat
dan pembelajaran. Dalam dendang atau lagu, pantun yang dimainkan selalu
berkaitan dengan cerita sesuai dengan apa yang diajarkan oleh guru. Meskipun
ada penambahan pantun baru diluar yang di ajarkan oleh guru, namun pantun
tersebut harus saling berkaitan dan nyambung dengan cerita. Jika tidak nyambung
dengan cerita maka orang lain yang mendengarkan akan menertawakan, karena telah
keluar dari garis dan konsep atau cerita yang disampaikan oleh pedendang.
Selanjutnya, Zamri Rajo Bunsu
menambahkan ada lagu atau dendang dan pantun yang telah ditetapkan alurnya oleh
guru terdahulu. Pantun tersebut tidak boleh dirobah dan tidak boleh pula ada
pemabahan kalimat. Pantun yang telah dialurkan berisi 8 pantun yang di sebut
lagu panjang. 8 sampiran dan 8 isi dengan jumlah 16 baris dan tidak bisa
dirobah. Sebab, cerita atau dendang dengan berpantun telah dialurkan oleh guru yang
diwariskan turun-temurun.
"Peminat saluang pauah ini
sendiri semakin berkurang dari tahun ketahun. Penurunan peminat seni tradisi
khususnya saluang pauah ini telah dirasakan sejak tahun 1990-an. Meskipun pada
tahun 1982 pernah di adakan festival saluang pauah untuk menumbuhkan peminat
generasi. Pada tahun tersebut memang banyak yang ikut dan masih banyak orang
bisa memaikan saluang pauah. Sesuai berjalannya waktu, saat ini sulit sekali
mecari orang yang bisa memaikan saluang pauah. Orang yang bisa memainkan
saluang pauah bisa di hitung jari. Pertunjukan salaung pauah ini sering di
undang ke luar kota seperti Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok dan Kabupaten Padangpariaman untuk mengisi
acara 'alek nagari, batagak gala penghulu'
dan 'baralek' (pesta
perkawinan)," tambah lelaki yang mengenakan topi koboy dan kacamata hitam
itu.
Zamri Rajo Bunsu, Padendang atau
tukang dendang pauah mengatakan dirinya belajar dendang pauah sejak 5 tahun
belakangan. "Pada tahun 1989 telah belajar saluang darek dan mahir
memaikan saluang darek. Karena sewaktu kecil sering mengikuti ayah pergi
bagurau, sebab ayah juga seorang padendang. Namun pada tahun 2007 telah mulai
mendalami saluang pauah dan belajar dengan guru bernama Burhanuddin alias Balak Ense. Burhanuddin merupakan generasi keempat sejak saluang pauah
group Saluang Pauah Jati Sehati. Burhanuddin ini saat pertunjukan saluang pauah
selalu memakai kaca mata hitam. Sejak guru meninggal dia meninggalkan amanah
agar saya memakai kacamata hitam miliknya saat pertunjukan. Saya selalu memakai
kaca mata hitam ini saat pertunjukan untuk menghargai guru," katanya.
Dia mengaku untuk latihan
tertentu atau latihan rutin saat ini tidak ada lagi. Kalau dulu memang ada
latiah rutin sekali dalam seminggu atau lebih dikenal dengan 'bagurau'. Namun sekarang tidak ada
lagi, jika ingin bagurau (berdendang
sembarilatihan dan ngumpul) cukup panggil dan langsung mentas, karena telah
bisa dan dianggap mampu.
"Hingga saat ini, saluang
pauah yang masih bertahan tinggal empat group. Mereka semua umurnya diatas 50
tahun yang mengusai dendang pauah dan saluang pauah. Tidak ada generasi muda
yang berminat untuk belajar saluang pauah. Generasi saat ini lebih cenderung
memilih musik modrn, orgen tunggal dan lain-lain," tuturnya.
Dia menjelaskan saluang pauah
tersebut pada saat pertunjukan tidak ada aturan tertentu. Untuk pertunjukan pedendang
boleh dua orang atau tiga orang tergantung kebutuhan disaat pertunjukan.
Pedendangnya pun boleh saling sela-menyela dan sahut-sahutan tergantung
penyesuaian dendang atau irama dan tidak lari dari alur cerita. "Asalkan
pantunnya dan iramanya dapat, tidak keluar dari cerita boleh-boleh saja
berdendang tiga orang dengan cara bergantian saat pertunjukan," tuturnya.
Amen Rajo Alam, 65, pemain
saluang pauah, mengaku belajar memaikan saluang pauah sejak kecil. "Untuk
memaikan saluang pauah ini bisa sampai setengah jam tidak putus-putus. Kerena
kelihaian dalam mengambil perselisihan nafas untuk memainkan saluang pauah.
Memainnya dengan cara meniupkan, meskipun ada jeda untuk menghembus
nafas," akunya.
Dia melanjutkan pemain saluang
pauah dan pendang melakukan pertunjukan selalu berada di atas kasur dan bantal.
"Kasur digunakan untuk duduk, bantal digunakan sebagai andasan mix
pengeras suara bagi pedendang dan saluang. Sehingga daya tangkap pengeras suara
tersebut bisa di atau sesuai dengan kadarnya. Mix tidak dipegar sebagaimana
artis bernyanyi. Mix dibiarkan untuk tetap pada posisinya, kemudian dibiarkan
irama dendan dan saluang dapat menyesuaikan dengan daya tangkap bunyi
mix," lanjutnya.
Asral Tanjuang Rajo Sati, 63,
warga Gunuang Sariak Kecamatan Kuranji mengaku sengaja menonton pertunjukan
salaung pauah karena hobby. "Saya hoby mendengarkan saluang pauah. Karena
pesannya mendalam, sehingga kemanapun saluang pauah ada pertunjukan saya selalu
datang, baik dalam acara alek nagari maupun acara pesta perkawinan. Kalau bukan
karena hobby, saya tidak bakalan datang jauh-jauh ke sini menyaksikan saluang
pauah," akunya.*
No comments:
Post a Comment