Thursday, August 6, 2015

Senandung Cinta Aisya Produksi Santano Art Film Lokal Berstandar Nasional

Dibalik kesuksesan seorang laki-laki ada perempuan yang hebat di belakangnya petikan kata Soekarno itulah sebagai film 'Senandung Cinta Isyah' lahir. Film memberikan kisah percintaan, budaya, sosial, ekonomi patut di apresiasi. Film ini di putar atas kerjasama UKM teater IB dengan Santaro Art. Film tersebut diputar di Gedung Serbaguna Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imambonjol pada hari Sabtu, 18 April 2015, pukul 20.00.

Laporan--- Julnadi Inderapura

Habib memutuskan diri untuk merantau karena kekcewaannya kepada bapak angkatnya. Karena kewaktu dalam kandungan habib ayahnya meninggal. Kemudian ibu habib dinikahkan, setelah habib dilahirkan, ibu habib meninggal dunia. Sementara habib tinggal sendiri karena habib tinggal dengan ayah angkatnya. Kabar tersebut ia dapat dari Mak Katik.

Selelah Habib mengetahui kalau ayah yang dianggap ayah kandungnya itu, ternyata ayah angkatnya. Habib merantau karena Kegoncangan jiwa dan merasa tidak memiliki apa-apa memilik apa-apa. Sehingga Habib memilih untuk tinggal sendiri. Dalam kesendirian itulah Habib mulai munilis sastra. Karya sastra Habib masih tersimpan dan tidak pernah di publikasikannya.  

Namun Aisyah sebagai pacarnya tidak tinggal diam. Tulisan-tulisan Habib di publikasikan ke media, karena surat yang dikirim Habib merupakan rentetan karya sastra. Karya tersebut dikirim ke media lokal dan sering dimuat. 

Dalam perantauan Habib, tidak pernah meinggalkan karya sastranya. Selama di rantau habib telah menulis novel yang di peruntukkan untuk Aisyah. Karena novel tersebut adalah Aisyah yang menjadi inspirasi habib untuk menuliskannya. Sehingga novel tersebut telah diterbitkan dan menjadi buku yang menjadi impian Aisyah sebelumnya. Novel tersbut berjudul 'Senandung Cinta Aisyah' sebagai hadiah untuk Aisyah.

Sepulang dari rantau Asiyah diketahui telah meninggal empat tahun yang lalu. Dari situlah muncul ungkapan bahwa 'dibalik seorang lelaki hebat ada perempuan hebat' Karena Cinta dan semangat Aisyah itulah karya ini lahir,

Film yang berdurasi kurang lebih 90 menit itu, memperlihatkan dekade zaman yang semakin terpuruk. Film yang mengisahkan dua orang pasangan remaja saling jatuh cinta itu ternyata mampu memukau penontonnya. 

Plot kurasi naskah mampu menguras air mata penonton. Film production Santano Art mampu mengarahkan penonton pada fisual art, sehingga logika penonton tersakiti dan terganggu, sehingga memuat penonton dengan emosi yang campur aduk. Maka perempuan yang diyakini memiliki perasaan halus akan tetap saja mengeluarkan air mata.

Film produksi Santano Art "Senandung Cinta Aisyah" ini merupakan proksi keempat. Film ini roatshow ke kampus-kampus kota padand, dengan tujuan memperkenalkan produksi industri film lokal. "Kampus AKBP, kemudian Institut Agama Iaslam negeri Imam Bonjol, selanjutkan kita akan putarkan film ini ke Kampus Unand, ITP," sebut sutradara Ibel. 

Dia menyebutkan Setting yang di ambil dalam film tersebut mendekatkan budaya hidup pada tahun 1970-an. Pilihan setting tersebut penonton di ajak masuk pada suasana dulu. "Tidak ada konflik yang berarti dalam film ini. Namun Konflik yang memuncak tatkala pada konflik di dalambantin. Sehingga pilihan habib pergi merantau menjadi salah satu alasan. Karena habib tidak memiliki apa-apa," katanya.

Film Sinandung Cinta Aisyah, dalam  Sinematografi yang menjadi arahan sutradara mampu menghadirkan gambar yang indah yang menyejukkan mata. Selain itu, Spesialis effects musik yang dipakai layak untuk diacungkan jempol. Karena musiknya mampu membawa ruang penonton pada alamnya sendiri. Penonton tidak lagi menjadi bagian dari apa yang di tontonnya. Namun menonton merasa berada dalam tubuh film yang di tontonnya. Karena dekat dengan budaya, kebiasaan, sosial dan ekonomi yang ada dalam penayangan film tersebut.

Jika dalam suguhan film yang ditawarkan sutradara yang membuat hati penonton terganjal sehingga chemistry hadir membuat kepala cenat-cenut karena produksi Santano Art tergantung dari aksentuasi pemain. Pemain ternyata kurang menguasai propresti setting yang mainkan. 

Edo Fernando,20, mahasiswa Jurusan Komunikasi fak dakwah mengatakan Film ini menarik. Kemudian pesannya pun dapat banyak. Seperti aisyah yang mengantarkan nasi kepada habib, Namun di habiskan oleh ayahnya. Hal tersebut merupakan tanggung jawab dan amanah. Kita wajib menjaga amanah tersebut, karena nasi yang di peruntukkan itu bukan hak kita. 

Selai itu, kebiasaan ayah habib juga sering mengintip perempuan mandi dan sering diketahui orang. Karena ayah habib selalu membikin ulah sehingga orang kampung tidak lagi meliriknya. "Disanalah hukum sosial itu berlaku karena ulah sendiri. Kebiasaan jeleknya itu menjadi buah bibir orang kampuang. Karena malu akhrirnya ayah si Habib memutuskan pergi dari kampuang," katanya.

Dia melanjutkan, namun secara keseluruhan film tersebut sangat bagus. "Untuk kualitas lokal film ini sangat bagus. Dengan pilihan warna gambar yang tidak mencolok, sehingga tidak memedihkan mata. Film ini menurut saya berstandar nasional, karena film ini bagus menurut saya sebagai orang awab tentang ilmu perfilman, tapi tetap juga meningkatkan kualitas filmnya yang lebih profesional lagi," katanya.

Sultan Jiat,19, mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah mengatakan secara umum filmnya bagus, tapi belum mampu memperlihatkan suasana atau latar belakang pendidikan pemain. "Masih kental kehidupan budaya lokal minang zaman dulu. Bahwa ketika lelaki minang melakukan pelanggaran, berbuat tidak senonoh yang meresahkan masyarakat maka akibatnya lelaki tersebut akan di usir dari kampung halamannya. Seperti adegan lelaki yang mengintip orang mandi," katanya.

Kemudian, lanjut dia, latar belakang yang dihadirkan dalam film tersebut masih manyelibkan bahasa daerah, atau bahasa ibu. Namun sewaktu-waktu dialog yang hadir juga memakaikan bahasa indonesia, tapi tidak ada subtitled dalam film tersebut. "jika film ini menggunakan subtitled, maka akan lebih memperkaya pemahaman penonton. Karena penonton yang menonton film tersebut bukan berasal dari daerah minang saja, maka akan sulit di mengerti oleh penonton diluar budaya minang. Selain itu, penempatan bahasa serta yang digunakan belum jelas waktunya, kenapa pemain memakai bahasa indonesia. Kepada siapa saja mereka harus berbahasa indonesia," lanjutnya.

Film ini di produser Marde Putra, Manager Production Zulfadhli Alfa, Ide Cerita Aldus Jadelsatmen, Penulis Skenario Surya, Sutradara Ibel Santano, Sisten Sutradara Alfeas Dianto, Script Director Muthia Talent/Casting Meksi Rahma Nesti, Produser Pelaksana Nova Indra, Manager Herri Sungkar, Direktor of Photografy Ridho M. Ardi, Art Director Riski Kurnia, Lighting M. Habibi, Boomer Letief, Ilustrasi Musik Ajay D'riko (Zainul Arifko) Sountrack R. Doel/Fahmi Muliazir, voc Rika Yulia Azmi, Design Produksi Santano Art Publis P3SDM Melati Bublising, Editor Altis Maidel. Film tersebut dihadiri banyak penonton yang menonton. Setelah penanyangan film tersebut, pemain langsung mendapatkan penggemarnya. Dengan mengabadikan foto bersama artis idola sebagai bintas utamanya*

No comments:

Post a Comment