Dibalik kesuksesan seorang laki-laki
ada perempuan yang hebat di belakangnya petikan kata Soekarno itulah sebagai
film 'Senandung Cinta Isyah' lahir. Film memberikan kisah percintaan, budaya,
sosial, ekonomi patut di apresiasi. Film ini di putar atas kerjasama UKM teater
IB dengan Santaro Art. Film tersebut diputar di Gedung Serbaguna Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Imambonjol pada hari Sabtu, 18 April 2015, pukul 20.00.
Laporan--- Julnadi Inderapura
Habib memutuskan diri untuk merantau
karena kekcewaannya kepada bapak angkatnya. Karena kewaktu dalam kandungan
habib ayahnya meninggal. Kemudian ibu habib dinikahkan, setelah habib
dilahirkan, ibu habib meninggal dunia. Sementara habib tinggal sendiri karena
habib tinggal dengan ayah angkatnya. Kabar tersebut ia dapat dari Mak Katik.
Selelah Habib mengetahui kalau ayah
yang dianggap ayah kandungnya itu, ternyata ayah angkatnya. Habib merantau
karena Kegoncangan jiwa dan merasa tidak memiliki apa-apa memilik apa-apa.
Sehingga Habib memilih untuk tinggal sendiri. Dalam kesendirian itulah Habib
mulai munilis sastra. Karya sastra Habib masih tersimpan dan tidak pernah di
publikasikannya.
Namun Aisyah sebagai pacarnya tidak
tinggal diam. Tulisan-tulisan Habib di publikasikan ke media, karena surat yang
dikirim Habib merupakan rentetan karya sastra. Karya tersebut dikirim ke media
lokal dan sering dimuat.
Dalam perantauan Habib, tidak pernah
meinggalkan karya sastranya. Selama di rantau habib telah menulis novel yang di
peruntukkan untuk Aisyah. Karena novel tersebut adalah Aisyah yang menjadi
inspirasi habib untuk menuliskannya. Sehingga novel tersebut telah diterbitkan
dan menjadi buku yang menjadi impian Aisyah sebelumnya. Novel tersbut berjudul
'Senandung Cinta Aisyah' sebagai hadiah untuk Aisyah.
Sepulang dari rantau Asiyah diketahui
telah meninggal empat tahun yang lalu. Dari situlah muncul ungkapan bahwa
'dibalik seorang lelaki hebat ada perempuan hebat' Karena Cinta dan semangat
Aisyah itulah karya ini lahir,
Film yang berdurasi kurang lebih 90
menit itu, memperlihatkan dekade zaman yang semakin terpuruk. Film yang
mengisahkan dua orang pasangan remaja saling jatuh cinta itu ternyata mampu
memukau penontonnya.
Plot kurasi naskah mampu menguras air
mata penonton. Film production Santano Art mampu mengarahkan penonton pada
fisual art, sehingga logika penonton tersakiti dan terganggu, sehingga memuat
penonton dengan emosi yang campur aduk. Maka perempuan yang diyakini memiliki
perasaan halus akan tetap saja mengeluarkan air mata.
Film produksi Santano Art
"Senandung Cinta Aisyah" ini merupakan proksi keempat. Film ini
roatshow ke kampus-kampus kota padand, dengan tujuan memperkenalkan produksi
industri film lokal. "Kampus AKBP, kemudian Institut Agama Iaslam negeri
Imam Bonjol, selanjutkan kita akan putarkan film ini ke Kampus Unand,
ITP," sebut sutradara Ibel.
Dia menyebutkan Setting yang di ambil
dalam film tersebut mendekatkan budaya hidup pada tahun 1970-an. Pilihan
setting tersebut penonton di ajak masuk pada suasana dulu. "Tidak ada
konflik yang berarti dalam film ini. Namun Konflik yang memuncak tatkala pada
konflik di dalambantin. Sehingga pilihan habib pergi merantau menjadi salah
satu alasan. Karena habib tidak memiliki apa-apa," katanya.
Film Sinandung Cinta Aisyah,
dalam Sinematografi yang menjadi arahan sutradara mampu menghadirkan
gambar yang indah yang menyejukkan mata. Selain itu, Spesialis effects musik
yang dipakai layak untuk diacungkan jempol. Karena musiknya mampu membawa ruang
penonton pada alamnya sendiri. Penonton tidak lagi menjadi bagian dari apa yang
di tontonnya. Namun menonton merasa berada dalam tubuh film yang di tontonnya.
Karena dekat dengan budaya, kebiasaan, sosial dan ekonomi yang ada dalam
penayangan film tersebut.
Jika dalam suguhan film yang
ditawarkan sutradara yang membuat hati penonton terganjal sehingga chemistry
hadir membuat kepala cenat-cenut karena produksi Santano Art tergantung dari
aksentuasi pemain. Pemain ternyata kurang menguasai propresti setting yang
mainkan.
Edo Fernando,20, mahasiswa Jurusan
Komunikasi fak dakwah mengatakan Film ini menarik. Kemudian pesannya pun dapat
banyak. Seperti aisyah yang mengantarkan nasi kepada habib, Namun di habiskan
oleh ayahnya. Hal tersebut merupakan tanggung jawab dan amanah. Kita wajib
menjaga amanah tersebut, karena nasi yang di peruntukkan itu bukan hak kita.
Selai itu, kebiasaan ayah habib juga
sering mengintip perempuan mandi dan sering diketahui orang. Karena ayah habib
selalu membikin ulah sehingga orang kampung tidak lagi meliriknya.
"Disanalah hukum sosial itu berlaku karena ulah sendiri. Kebiasaan
jeleknya itu menjadi buah bibir orang kampuang. Karena malu akhrirnya ayah si
Habib memutuskan pergi dari kampuang," katanya.
Dia melanjutkan, namun secara
keseluruhan film tersebut sangat bagus. "Untuk kualitas lokal film ini
sangat bagus. Dengan pilihan warna gambar yang tidak mencolok, sehingga tidak
memedihkan mata. Film ini menurut saya berstandar nasional, karena film ini
bagus menurut saya sebagai orang awab tentang ilmu perfilman, tapi tetap juga
meningkatkan kualitas filmnya yang lebih profesional lagi," katanya.
Sultan Jiat,19, mahasiswa jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah mengatakan secara umum filmnya
bagus, tapi belum mampu memperlihatkan suasana atau latar belakang pendidikan
pemain. "Masih kental kehidupan budaya lokal minang zaman dulu. Bahwa
ketika lelaki minang melakukan pelanggaran, berbuat tidak senonoh yang
meresahkan masyarakat maka akibatnya lelaki tersebut akan di usir dari kampung
halamannya. Seperti adegan lelaki yang mengintip orang mandi," katanya.
Kemudian, lanjut dia, latar belakang
yang dihadirkan dalam film tersebut masih manyelibkan bahasa daerah, atau
bahasa ibu. Namun sewaktu-waktu dialog yang hadir juga memakaikan bahasa
indonesia, tapi tidak ada subtitled dalam film tersebut. "jika film ini
menggunakan subtitled, maka akan lebih memperkaya pemahaman penonton. Karena
penonton yang menonton film tersebut bukan berasal dari daerah minang saja,
maka akan sulit di mengerti oleh penonton diluar budaya minang. Selain itu, penempatan
bahasa serta yang digunakan belum jelas waktunya, kenapa pemain memakai bahasa
indonesia. Kepada siapa saja mereka harus berbahasa indonesia," lanjutnya.
Film ini di produser Marde Putra,
Manager Production Zulfadhli Alfa, Ide Cerita Aldus Jadelsatmen, Penulis
Skenario Surya, Sutradara Ibel Santano, Sisten Sutradara Alfeas Dianto, Script
Director Muthia Talent/Casting Meksi Rahma Nesti, Produser Pelaksana Nova
Indra, Manager Herri Sungkar, Direktor of Photografy Ridho M. Ardi, Art
Director Riski Kurnia, Lighting M. Habibi, Boomer Letief, Ilustrasi Musik Ajay
D'riko (Zainul Arifko) Sountrack R. Doel/Fahmi Muliazir, voc Rika Yulia Azmi,
Design Produksi Santano Art Publis P3SDM Melati Bublising, Editor Altis Maidel. Film tersebut dihadiri banyak penonton yang
menonton. Setelah penanyangan film tersebut, pemain langsung mendapatkan
penggemarnya. Dengan mengabadikan foto bersama artis idola sebagai bintas
utamanya*
No comments:
Post a Comment