"Dengan rumput liar, jemari tangan kita melekat jadi satu, Pipiku merengkah jadi apa, Pimpi hitam rembulan hidupku, Sayang, bila hanya angin yang mengerti, lama, aku pelajari satu puisi, bila hanya anging yang mengerti, Demi terjalin cinta kita, Sayang bila hanya angin yang mengerti, lama aku pelajari satu puisi, Oh burung yang bernyanyi demi cinta Kenapa kau meski ragukan kasih kita,"
Begitulah penggalan syair lagu yang dinyanyikan
lelaki paruh baya itu, saat penulis menghampirinya. Saat itu sekira pukul 13.00
hari Kamis, 8 Oktober 2015, lalu. Kendaraan lalu lalang dengan kepulan asap
mobil tua dari knalpot semi resing itu. Matahari pun enggan tersenyum dan masih
bersembunyi dari kabut asap yang menyelimuti kota. Beberapa penumpang angkot
dan pengendara mengenakan masker untuk menjaga kesehatan.
Siang itu, di Jalan Perintis Kemerdekaan Kelurahan
Jati Kecamatan Padang Timur, Padang Sumatera Barat persis didepan kantor Dinas kesehatan, seorang
lelaki tua duduk 'malepok' (duduk bersila) di tanah tanpa peduli semut-semut di
sekitar akan menggigit. Lelaki tua itu melipat kakinya sebelah kanan, sementara
ditumpukan lututnya sebelah kiri sembari bersandar dibatang pohon di kawasan
kelurahan Jati.
Lelaki tua itu duduk bersendiri bersandar dibawah
pohon yang rindang. Lelaki tua yang memutih uban dirambutnya kusut, serta
terlihat tidak rapi. Telapak kaki telah tebal dan tumit kakinya yang merengkah
seperti tanah sawah kekeringan dilanda kemarau. Kaki lelaki itu tampak kumal
karena debu jalanan, kemudian kuku kaki dan tangannya yang panjang serta hitam
tanpa ada perhatian sedikitpun dari orang disekitarnya.
Lelaki tua itu, sebut saja Mr X berumur sekira
50. Ia tampa makai baju sehingga tulang dadanya tampak timbul dan dapat
dihitung. Kulitnya yang telah keriput serta terlihat kurus kering. Setiap
persendian badannya meruncing seperti 'tengkorak' karena hanya kulit pembalut
tulang.
Tatapan matanya yang sayu dan kosong, air mukanya
yang basah, kumis dan jenggot telah memanjang serta menyatu menutupi mulutnya.
Kepalanya yang teleng ke arah kanan seperti orang kelelahan bekerja keras.
Bahunya tampak turun naik saat menghela nafas. Sementara baju warna putih yang
telah lusuh itu ditelakkan pada tas dengan posisi mengembang disamping kiri
tempat duduknya. Lelaki tua itu, duduk ditanpa mempedulikan lingkungan
sekitarnya. badannya yang bersih meskipun ada bekas-bekas goresan di
punggungnya.
Meski tanpa berbaju, namun tidak ada sedikit pun
penyakit kulit yang tampak melekatnya dibadannya. Memang diakui badannya agak
berbau amis. Serta bercampur dengan baun limbah sungai yang ada disekitar,
ditambah pula bau sisa sampah yang telah mengering tidak berada jauh
disampingnya.
Ia kemudian sesekali menyanyikan untuk menghibur
dirinya. Dia asyik dengan dirinya sendiri meskipun telah ada usaha penulis
menghampiri dan mengajak komunikasi. Namun dirinya tetap saja asyik sendiri dan
terus bernyanyi. Suaranya yang merdu. Ia memang pintar menyanyi dengan lantunan
irama serta nada yang pas, serta syairnya pun tidak tertinggal satu baris pun.
Fireter yang digenggam di tangan kanannya yang
digunakan sebagai mikrofon. Kemudian mesin penghitung yang terletak di
hadapannya dianggap sebagai ekualizer mesin pengeras suara. Hal itu terlihat
dari caranya berimajinasi dengan mengotak-atik mesin penghitung tersebut. Tali
andytaky yang melintang dan speaker aktif ukuran mini rongrokan sebagai
pengeras suara, sebuah hanphond nokia 8210 layarnya telah pecah sehingga tampak
biru tampilannya di genggaman tangan kirinya. Selanjutnya, dihadapannya ada
botol aqua yang berisi air putih. Botor dengan tutup yang terbuka di kerumuni
lalat warna-warni.
Sesekali ia menghalau lalat tersebut dan
berulang-ulang dengan mengibaskan tangannya. Kemudian ia merapikan celana
panjangnya warna abu-abu pada bagian tutut. Itu pun dilakukan secara
berulang-ulang pula hanya selang beberapa menit setelah lagunya jeda, perbuatan
yang sama dilakukan kembali secara berulang-ulang.
Selanjutnya dirinya menyangikan lagu Ebit G Ade
yang berjudul 'Berita Pada Kawan'. Dirinya menyanyikan secara merdu.
Waktu-waktunya dihabiskan dengan bernya sendiri dengan lantunan yang sangat
merdu. Meskipun diajak komunikasi, lelaki itu tetap diam dan tampa merasa
terganggu. Ia tetap bernyanyi dengan lilik lagu yang melekat dalam ingatannya.
Fitria,30, warga yang berdiri menggu angkot
trotoar menuju pasarraya mengatakan bahwa dirinya melihat pak tua (Mr X) di
jalan perintis tersebut sejak sepekan lalu. "Saya melihat pak tua itu
sejak seminggu yang lalu. Lelaki itu selalu duduk bawah pohon tersebut. Saya
tidak pernah melihat keluarganya untuk menjempaut. Kemudian dinas sosial pun
sepertinya tidak bergerak menangani orang sepertinya," katanya.
Dia mengaku tidak mengatahui penyebab gangguan
jiwa. "Saya tidak mengetahui asal dan kampung halaman pak tua tersebut,
karena saya tidak kenal. Saya melihat baru seminggu yang lalu. Ia tetap saja di
situ. Namun tidak pernah mengganggu orang. Pak tua tersebut setiap hari selalu
berada bawah pohon rindang itu. Pohon yang sama," akunya sembari pamit
menaiki angkot.
Ditempat terpisah, diteras ruko di jalan simpang
Hiligoo Kelurahan Pondok Kacamatan Padang Selatan juga tampak dua orang lelaki
sedang duduk saling berjauhan. Seorang lelaki tua yang kurus asik bicara
sendiri sembari membongkar semua isi yang ada dalam kantong plastik berwarna
biru yang dibawanya. Setelah membongkar semua isi kantong yang ada dalam
kantong kresek tersebut lelaki paruh baya itu kemudian memasukkan kembali dalam
kantong asoi. Semua isi dalam kantong asoi tersebut adalah koran-koran bekas.
Saat Panulis mencoba mendekati lelaki paruh baya
tersebut, lelaki itu mulai menjaga sikap dan was-was. Barangkali saja lelaki
itu merasa terganggu, atau takut di curi barang yang dibawanya. Dengan lagak
yang serius, lelaki tersebut berpura-pura membaca koran bekas yang ada
digenggamannya. Lelaki itu tampak termenung saat melihat tulisan-tulisan yang
ada di koras bekas tersebut. Entah apa yang difikirkannya. Hanya selang
beberapa menit saja lelaki tersebut menyudahi waktu bermenungnya.
Selanjutnya lelaki itupun kembali kasak kusuk
dengan mengecek seluruh isi kantong kresek miliknya. Usai membolak baliknya
semua isi yang ada lelaki itupun kembali memasukkan koran kedalam kantong
kresek yang masih tersisa.
Lelaki tua yang mengenakan baju biru laut yang
telah memudar. Sementara pada bagian bahu serta pundak baju yang dipakai lelaki
tua tersebut sangatlah kotor. Karena kantong kresek tersebut saat berjalan
selalu berada dipundaknya. Lelaku tua tersebut mengenakan celana hitam dan
memakai sendal jepit belang. Lelaki itu tampak rapi, namun tetap saja kumal.
Kakinya yang kotor dan berdebu, kemudian disela-sela jemarinya tampak
menghitam. Entah berapa hari lelaki itu tidak pernah mandi, sehingga kaki dan kuku
jari kakinya pun menghitam.
Wajah lelaki tua itu tampak memerah, karena kabut
jalanan. Sementara rambutnya jarang sehingga tampak seluruh kulit kepala mulai
dari ubun-ubun hingga pada pusar belakang bagian atasnya kepalanya. Lelaki tua
itu, mengenakan baju berkerah yang menutupi kuduknya. Sementara gewang baju
yang tak lengkap pada bagian dada selalu menganga. Sehingga terlihat ulu
hatinya yang mencekung saat duduk.
Sementara lelaki tua yang berlagak seperti preman
itu, tampak duduk termenung. Lelaki yang bergenggot dan berkumit menutupi kedua
bibirnya memperhatikan lalu-lalang kendaraan. Selali yang menjuntaikan kakinya
ketanah, sementara tangan bagian kanan di tumpu pada lutut bagian kanan. Lalaki
yang mengenakan jam tangan yang telah mati pada tangan kiri. Kemudian
dijemarinya di lengkapi asesoris cincin batu akik. Dua buah batu akik di jemari
kanan, kemudian tiga buah batu akik pada bagian kiri. Kemudian pergelangan
tangan kanan dilengkapi dengan gelang yang berbuat dari tali dan akar kayu.
Lelaki itu mengenakan baju kaos berwarna cokelat,
kengenakan topi santai berwarna biru. Lelaki tersebu mengenakan celana trening
dengan bergaris merah pada bis pinggir. Lelaki itu membawa tas baju diletakkan
disebelah pantat kirinya. Sementara dihadapannya ada kantorng kresek warna
kuning dibiarkan tergolok di ujung jemarikakinya. Tidak hanya itu saja, lelaki
itu pun menduduki pipa besi yang dibalut dengan karet. Sementara pada ujung
pipa tersebut ditambak pula dengan besi bagunan yang telah dipipih ujungnya dan
tampak tajam.
Paras wajahnya yang keras dan sangar itu selalu
bermenung seraya berfikir. Ia sepertinya menatap kendaraan lalu lalang, serta
diselingi pluit polantas yang mengurai kemacetan. Tidak ada sedikit senyum yang
terpancar dari wajah Mr Y ini, dengan tampilan serta bawaannya sedikit keras.
Namun lelaki itu tidak pernah mengganggu dan menggertak siapa saja yang
berjalan dihadapannya.
No comments:
Post a Comment