Wednesday, October 21, 2015

Teater Tanpa Kata dan Minim Kata Sumatera Barat

Wacana Eksperimen dalam pertunjukan seni Sumatera Barat. Teater tanpakata dan minim kata Sumatera Barat berangkat dari pemahaman kepada dua seni pertunjukan 'Lini' karya/sutradara Zurmailis Kelompok Studi Sastra dan Teater (KSST) Noktah dan 'Menunggu' Karya/sutradari Yusril Teater Hitam-Putih. Dua pertunjukan ini sebagai sampel pembanding untuk dilihat secara lokus oleh Pandu,M.Sn sebagai pembicawa diskusi di Ladang Tari Nan Jombang Senin, 31 Agustus 2015 malam.

Laporan: Julnadi Inderapura, Padang, 
 
Beranjak dari sejarah seni pertunjukan tanpa kata di Sumatera Barat yang berkembang pada tahun 1990-an. Kemudian, sejarah seni merupakan sejarah pertarungan konsep-konsep dan kledo seni pertunjukan bagi pengkarya. Sehingga seni pertunjukan melibatkan struktur dramaturgi serta memfungsikannya menjadi sebuah kerangka teater arena.

Pembacaan terhadap teater arena di Sumatera Barat itu sendiri ada banyak antologi sebagai bahan baku kultur Minangkabau untuk sebuah kajian. Banyak kritikus yang mambahas tentang teater arena Sumbar di era 90-an tersebut. Hal itu bermula dari 'Eksperimen' pertunjukan Bumi Teater Wisran Hadi.

Selanjutnya dalam pembacaan teater arena di Sumbar tek terlepas dari pengaruh 'Habitus' (kelompok komedi Stambul) bahwasanya tidak boleh kalah dengan konsep-konsep dari luar Sumbar. Sehingga dalam pertunjukan teater arena sebagai wadah pertarungan konsep-konsep dari masing-masing sutradara. Sebab, sutradara tidak ingin bodoh dari sutradara yang lain dan tidak ingin terkalah saat pertunjukannya mengenai konsep yang ditawarkan.

Sementara itu, Pandangan Pandu dari Leskep pertunjukan teater arena 'minim kata' adalah untuk menggugat 'kata' itu sendiri di wilayah Sumatera Barat. Sementara tekstual analitis sebagai konstruksi drama turgi sebagai bentuk kajian. Maka dalam seni pertunjukan teater arena, tekstual analitis itu terlihat dalam 'lakon' yang tertuang dalam pertunjukan Bumi Teater Wisran Hadi.

Kemudia dua pertunjukan 'Lini' dan 'Menunggu' tersebut dramaturgi-nya tidak tertuang dalam 'lakon' drama. Namun, kedua pertunjukan tersebut dramaturgi-nya terlahir dari diskusi-diskusi secara tematik pada saat latihan.

Sementara itu, tokoh dalam pertunjukan Wisran Hadi terdapat tokoh-tokoh yang 'berdarah daging'. Artinya tokoh yang di ambil dari kultur Minangkabau seperti Imam Bonjol, atau tokoh fiksi sekalipun. Simbol-simbol yang lebih pasif menerimanya dalam pertunjukan Wisran Hadi karena tokohnya yang 'mendarah gading'. Sedangkan tokoh-tokoh 'Lini dan Menunggu' merupakan tokoh yang 'bukan' mendarah gading.

Kemudian dalam diskusi tersebut Pandu menjelaskan Eksperimen adalah upaya menembus kledo yang terlahir dari tokoh-tokoh yang sangat simbolik kedua Sutradara 'Lini dan Menunggu'. Kemudian teater berpolitik dengan perkembangan era pemerintahan. Sehingga teater Sumatera Barat kaya dengan teater Eksperimen.

Teater tradisi menuju teater modern atau 'Auto ship art'. Eksperimentasi pertunjukan dalam kelompok komedi stambul telah mempengaruhi teater tradisi Minangkabau. Misalnya pada tahun 1889 teater arena kelompok komedi stambul masuk ke Indonesia melalui pulai Jawa kemudian berkembang Sumatera barat. Sesampai di Sumatera Barat pada tahun 1901 kelompok komedi stambul bubar. Komedian stambul yang dibawa oleh Habitus ini hanya bertahan selam tiga tahun di Indonesia.

Kemudian, berawal pada tahun 1889 itu sesungguhnya teater tradisi arena yang disebut juga Randai belum memakai kata-kata. Randai waktu itu, masih memakai gumam dan tidak berkata-kata. Namun, setelah 1901 tersebut Randai mengadopsi cerita kaba dan berkata-kata sehingga Eksperimentasi dapat terlahir dalam perjuntujan randai atau teater arena di Sumbar. Terlahirkan eksperimental dengan adanya tokoh dalam cerita yang ada dalam pertunjukan.

Pandu kemudian memberikan argumenya terhadap disiplin ilmu yang masih dalam perdebatan untuk membahas perbedaan tari dan teater minim kata tersebut. Sebab, tari memiliki alur dan tokoh dalam pertunjukannya. kemudian muncul anggapan baru apakah bisa dikatakan 'tari' sebagai 'teater minim kata'. Dalam hal ini, Pandu menyebutkan 'performance studies' tidak membedakan antara tari, teater dan musik. Namun terlebih pada pertunjukan (performa): kajiannya tidak lagi membahas tentang pisiologis tokoh melainkan hasil dari sebuah pertunjukan.

Sementara itu, S. Metron sutradara Ranah Teater menyanggah tentang eksperimen yang dipaparkan Pandu. Dalam hal ini Metron berpendapat bawa eksperimen itu jika mengacu pada bahasa artinya strategi dalam seni pertunjukan secara sistematis dalam sebuah pertunjukan. Maka, sistematis dalam pertunjukan tersebut dicurigai oleh politikus karena berangkat pada pengertian eksperimen itu sendiri.

Eri Mefri seorang Koreografer tari mengartikan eksperimen merupakan sebuah pertunjukan yang belum pernah selesai dan selalu berkelanjutan sampai pada sebuah titik temu. Maka, sebuah seni akan terus berlanjut tanpa melihat sebuah pertunjukan. Randai pada awalnya ber-ilau, dalam dendangnya banyak bercerita. Sehingga siapa saja yang melakukan eksperimen pertunjukan hendaklah jangan menolaknya.

Menurut Ery Mefri, dua hal yang patut di telusuri bahwa eksperimen dimulai dari karya sendiri, kemudian eksperimen dari bahan sendiri. Sutradara tidak akan bisa mencapai keinginannya tampa mecoba. Sutradara akan medapatkan apa yang diinginkan sesuai dengan bahan yang dimiliki sesuai latar belakang aktornya.

Kemudian pertanyaan pun muncul, kapan puncuk eksperimen yang dilakukan Wisran Hadi menghilangkan dunia nyata. Eksperimen apa yang hendak dicapai seorang pengonsep. Maka, akibat dari eksperimen tersebut hendaklah jelas hasilnya dalam pertunjukan. Namun sampai kapan bereksperimen dan mencoba-coba sebuah pertunjukan belum jelas konsepnya. Menurut Ery Mefri bahwa Bumi Teater Wisran Hadi memiliki bahasa dan bereksperimen dengan bahasanya.

Sementara itu, budayawan Sumatera Barat Darmawan menyebutkan teater tanpa kata itu terlahir pada tahun 1970-an di Sumatera Barat. Kemudian teater minim kata itu telah ada mensejak Wisran Hadi. Penokohan dalam pertunjukan Wisran Hadi telah mempungsikan dramatuginya. Karena Wisran Hadi menghadirkan pohon di pentas atau teater arena melalui aktornya. Wisran Hadi saat itu tidak menghadirkan pohon sesungguhan di atas pentas. Selanjutnya tokoh yang diperankan oleh lakon Wisran Hadi tiba-tiba berobah menjadi meja makan. Hal ini merupakan suatu eksperimen juga dari sebuah teater minim kata tersebut. Maka pertanyaannya sistematis dua pertunjukan 'Lini dan Menunggu' tersebut belum sebagai eksperimen. Dua pertunjukan tersebut lebih kekinian dan kontemporer untuk memberikan alternatif terhadap seni pertunjukan.

Pengalaman menarik diuraikan oleh Pandu mengenai pertunjukan 'Menunggu' karya/sutradara Yusril. Pertunjukan ini bagi Yusril terhadap aktornya adalah 'Pembongkaran' yang mendalam atas tubuh. Dalam arti kata tubuh tidak lagi menjadi tubuh sehari-hari. Dimulai dari mengikuti harmoni alam dan tubuh yang bergerak tanpa giesture.

Dalam hal ini Pandu kemudian menyebutkan bahwa 'diskusi tematik' sebagai sebuah kajian dramaturgi. Merobah tubuh dari tubuh tradisi dan keluar dari tubuh yang lebih sistematis. Namun dalam capaiannya metode Yusril termasuk gagal membawa tubuh aktornya di pentas.

Kemudian muncul anggapan baru apa yang menjadi pembeda antara  eksperimen dan eksplorasi. Pandu menyebutkan pembeda eksperimen dan eskplorasi tersebut lebih dekat pada teater post-dramatik sebagai sebuah teori. Eksperimen artinya mencoba dan menggali lebih dalam---pendalaman tentang sejarah. Ekplorasi artinya lebih eksperimen dan mencari makna yang mendalam. Selanjutnya, eksperimen dan ekplorasi menjadi kasus dalam 'performer studies' atara sutradara dan aktor.

Koreografer Inpessa Dance Company Jhoni Andra menyebutkan performer studies adalah sebuah keinginan yang menentang dengan memaksakan kehendak sutradara kepada aktor berarti sutradara telah gagal bereksperimen. Sulit membedakan taater eksperimen minim kata dengan pertunjukan tari yang memiliki alur dan tokoh. Apakah boleh disebutkan sebagai teater minim kata.

Identitas teater kata tidak eksperimen lagi dan lebih pada post-dramatik. Pembauran antara teater-tari bermula dari performace Studies tahun 1980-an telah berkembang. Meskipun Pandu tidak sepakat antara tari dan teater yang terdiri dari kajian-kajian disiplin ilmu bahwa sesungguhnya antara tari dan teater terpisah. Kemudian bagi performace studies telas meleburkan Teater dan tari tidak ada pembeda dan batas keduanya. Selanjutnya Pandu menyatakan dirinya lebih sepakat dengan keduanya (teater-tari) merupakan seni pertunjukan

No comments:

Post a Comment