Friday, March 6, 2015

Seni Tradisi Langka Tarian Buai Ba Buai Seni Milik Masyarakat Dinikmati Masyarakat

Grup Kesenian Sariak Sati pementas tunggal di Festival Ladang Tari Nan Jombang Tanggal 3, pada Selasa 3 Maret 2015  pukul 20.00 di Ladang Tari Nan Jombang Rimbo Tarok Balai Baru Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. 
 
Laporan: Julnadi Inderapura, Padang,
 
Group Sariak Sati menampilkan tiga seni tradisi, Tari Buai-Buai, Tari Piriang dan Saluang Pauah. Grup yang sudah berproses semenjak tahun 2003 ini, merupakan tetangga dekat dari Nan Jombang Dance Company. Sebab, pada pertunjukan malam tersebut bukanlah kali pertamanya Sariak Sati tampil dalam festival nan jombang tanggal 3.  Group Kesenian Sariak Sati mencoba menampilkan kesenian tradisi nan sudah mulai langka.

Nan Jombang tanggal 3, sudah berjalan selama tiga tahun, dan konsisten menampilkan kesenian tradisi Minangkabau. Untuk bulan Maret ini, Sariak Sati menjadi pementas tunggalnya. Pementasan dimulai dengan menampilkan kesenian tari  buai-buai, menurut pelatih kesenian grup Sariak Sati Muhammad Zen,  tarian ini sudah mulai jarang dimainkan oleh masyarakat Minangkabau.

Sebelum penampilan dari Group kesenian Sariak Sati menampilkan tarian “Buai-Babuai” disuguhkan oleh penari cilik dari group tari nan jombang sebagai tarian pembukan. Malam itu, pengunjung pun tampak memadati ruang pertunjukan manti manuik. Kemudian pembawa acara mengbacakan sejarah singkat group kesenian Sariak sati dan sinopsis tarian yang akan di tampilkannya group tersebut.

Dua penari masuk dan mulai bertepuk tangan dengan tempo yang teratur lalu menghentakkan kakinya seolah sedang “mairiak” (merontokkan  padi dengan cara diinjak-injak). Lalu tangan dua penari itu seolah tengah menanam benih padi. Diiringi ritme tepuk tangan, talempong, gendang dan pupuik tarian buai-buai mengayun pelan. Tangan kedua penari seolah membuai, namun seusai pertunjukan Muhammad Zen menjelaskan bahwa gerakan-gerakan itu merupakan aktifitas bertani. Mulai dari bertanam hingga menyabit padi.

“Tari Buai-buai memang menggambarkan bagaimana cara masyarakat Minangkabau melakukan aktifitas bertani, mulai dari awal bercocok tanam hingga panen,” kata Muhammad Zen usai pertunjukan berlangsung.

Tarian yang berdurasi lebih kurang 15 menit ini, membuat para penonton terkesima. Meski ayunan dan gerakan para penari tidak jauh berubah, namun penonton seolah tersihir untuk melihat para penari yang seolah tengah berbuai.

Dia menambahkan bahwa tarian buai-buai ini merupakan bentuk dari kerjasama dan ketinggian budaya dari masyarakat Minangkabau, namun seiring kemodernan yang masif dalam semua kehidupan. Membuat nilai dan bahkan tarian ini pelan-pelan menghilang.

“Lewat tarian ini, menggambarkan tentang kekompakan masyarakat dalam mengolah lahan. Namun sekarang dengan kemajuan zaman, tidak semua masyrakat Minangkabau menjadi petani, dan tidak ada lagi kekompakan. Masyarakat cenderung mementingkan diri mereka sendiri, dan dengan tari buai-buai ini kami ingin menyampaikan bahwa kebersamaan menciptakan kebahagian dalam bekerja bersama,”  pungkas Muhammad Zen.

Kapala UPTD Taman Budaya Drs. Muasri mengatakan taman budaya sangat apesiasi karena Nan Jombang Tanggal 3 tetap berkelanjutan dan tetap terlaksana. Dengan adanya nan jombang tanggal 3 akan memberikan kesempatan pada pelaku seni tradisi atau grup seni tradisi mulai langka untuk dapat terjaga. Sebab seni tradisi yang mulai langka ini harus tetap dipelihara dan di jaga dengan baik.

Seni tradisi yang dimaikan, tariannya mengajak penonton untuk penonton lebih arif dan bijak dalam setiap percerakan yang diciptakan.  Meskipun pertunjukan telah terkonsep dan terencana oleh penyelenggara. Namum tarian tradisi ini belum mampu melakukan kreasi secara teoritis untuk menunjang ke indahan gerakan. Sehingga esensi dari sebuah tarian seni tradisional yang mempunyai nilai dan kharismatik tersendiri dalam penciptaan nilai yang dibangun dalam setiap gerakan.

Seni tradisi menjadi penting untuk di mengerti, sehingga seni tradisi dalam penggarapannya yang lebih kontemporal dan modern akan lebih ada “nilai jual” bagi penonton sehingga kindahan gerakan akan lebih dinamis. Karena seni tradisi telah mengikat pada teori yang telah dibuat demi menunjang derakan yang lebih indah dan sebauh tarian. Seni tradisi harus mengukuti aturan main yang telah ditetapkan seakan hal tersebut menjadi baku. “pelaku seni tradisi harus mempertimbangkan juga gerakan yang baik dan dinamis, sehingga ke indahan gerak dapat tercipta,” katanya.

Seni tradisi itu, tidak harus berdiri dari akar lahirnya seni itu berada. Artinya, kita tetap mengacu pada akar tradisi, hanya saja pergerakan yang lebih mempunyai makna dan maksud yang dapat di hadirkan dalam gerakan, dalam artian darimana seni itu bersumber. Seni tradisi akan kembali pada awal keberadaannya, meskipun ruang pertunjukan telah ditentukan dan ditetapkan menjadi seni tradisi. “seni selalu di butuhkan dalam setiap iven gegiatan, baik kegiatan tersebut resmi atau pun tidak resmi. Seperti pembukan pekan olah raga akan di buka dengan tarian masal, dan ditutup dengan tarian pula,” sebutnya.

Kemudian seni tradisi, masih belum menjadi daya tarik bagi genarasi muda karena memang seni tradisi seperti saluang pauah yang di mainkan mestinya harus dekat dengan penononnya sehingga penonton terbawa. Selain itu, untuk menumbuhkan minat dari para generasi muda adalah dari komunitas sendiri. Sebab seni miliki masyarakat, maka akan dinikmati oleh masyarakat.

Selain itu, dia mengatakan ruang gerak para pelaku seni itu sendiri dan periodenisasi dari generasi masih jauh dan berjarak. “agar pantun dan nunyi saluang dapat di pahami dan dicerna dengan baik harus mendekat dengan salaung,” katanya. 

No comments:

Post a Comment