Grup Kesenian
Sariak Sati pementas tunggal di Festival Ladang Tari Nan Jombang Tanggal 3, pada Selasa 3
Maret 2015 pukul 20.00 di Ladang Tari
Nan Jombang Rimbo Tarok Balai Baru Kota Padang Provinsi Sumatera Barat.
Laporan: Julnadi Inderapura, Padang,
Group
Sariak Sati menampilkan tiga seni tradisi, Tari Buai-Buai, Tari Piriang dan
Saluang Pauah. Grup yang sudah berproses semenjak tahun 2003 ini, merupakan
tetangga dekat dari Nan Jombang Dance Company. Sebab, pada pertunjukan malam
tersebut bukanlah kali pertamanya Sariak Sati tampil dalam festival nan jombang
tanggal 3. Group Kesenian Sariak Sati mencoba
menampilkan kesenian tradisi nan sudah mulai langka.
Nan Jombang
tanggal 3, sudah berjalan selama tiga tahun, dan konsisten menampilkan kesenian
tradisi Minangkabau. Untuk bulan Maret ini, Sariak Sati menjadi pementas
tunggalnya. Pementasan dimulai dengan menampilkan kesenian tari
buai-buai, menurut pelatih kesenian grup Sariak Sati Muhammad Zen, tarian
ini sudah mulai jarang dimainkan oleh masyarakat Minangkabau.
Sebelum
penampilan dari Group kesenian Sariak Sati menampilkan tarian “Buai-Babuai”
disuguhkan oleh penari cilik dari group tari nan jombang sebagai tarian
pembukan. Malam itu, pengunjung pun tampak memadati ruang pertunjukan manti
manuik. Kemudian pembawa acara mengbacakan sejarah singkat group kesenian
Sariak sati dan sinopsis tarian yang akan di tampilkannya group tersebut.
Dua penari
masuk dan mulai bertepuk tangan dengan tempo yang teratur lalu menghentakkan
kakinya seolah sedang “mairiak” (merontokkan padi dengan cara
diinjak-injak). Lalu tangan dua penari itu seolah tengah menanam benih padi.
Diiringi ritme tepuk tangan, talempong, gendang dan pupuik tarian buai-buai
mengayun pelan. Tangan kedua penari seolah membuai, namun seusai pertunjukan
Muhammad Zen menjelaskan bahwa gerakan-gerakan itu merupakan aktifitas bertani.
Mulai dari bertanam hingga menyabit padi.
“Tari
Buai-buai memang menggambarkan bagaimana cara masyarakat Minangkabau melakukan
aktifitas bertani, mulai dari awal bercocok tanam hingga panen,” kata Muhammad
Zen usai pertunjukan berlangsung.
Tarian yang
berdurasi lebih kurang 15 menit ini, membuat para penonton terkesima. Meski
ayunan dan gerakan para penari tidak jauh berubah, namun penonton seolah
tersihir untuk melihat para penari yang seolah tengah berbuai.
Dia menambahkan
bahwa tarian buai-buai ini merupakan bentuk dari kerjasama dan ketinggian
budaya dari masyarakat Minangkabau, namun seiring kemodernan yang masif dalam
semua kehidupan. Membuat nilai dan bahkan tarian ini pelan-pelan menghilang.
“Lewat tarian
ini, menggambarkan tentang kekompakan masyarakat dalam mengolah lahan. Namun
sekarang dengan kemajuan zaman, tidak semua masyrakat Minangkabau menjadi
petani, dan tidak ada lagi kekompakan. Masyarakat cenderung mementingkan diri
mereka sendiri, dan dengan tari buai-buai ini kami ingin menyampaikan bahwa
kebersamaan menciptakan kebahagian dalam bekerja bersama,” pungkas
Muhammad Zen.
Kapala UPTD
Taman Budaya Drs. Muasri mengatakan taman budaya sangat apesiasi karena Nan Jombang
Tanggal 3 tetap berkelanjutan dan tetap terlaksana. Dengan adanya nan jombang
tanggal 3 akan memberikan kesempatan pada pelaku seni tradisi atau grup seni
tradisi mulai langka untuk dapat terjaga. Sebab seni tradisi yang mulai langka
ini harus tetap dipelihara dan di jaga dengan baik.
Seni tradisi
yang dimaikan, tariannya mengajak penonton untuk penonton lebih arif dan bijak
dalam setiap percerakan yang diciptakan.
Meskipun pertunjukan telah terkonsep dan terencana oleh penyelenggara.
Namum tarian tradisi ini belum mampu melakukan kreasi secara teoritis untuk
menunjang ke indahan gerakan. Sehingga esensi dari sebuah tarian seni
tradisional yang mempunyai nilai dan kharismatik tersendiri dalam penciptaan
nilai yang dibangun dalam setiap gerakan.
Seni tradisi
menjadi penting untuk di mengerti, sehingga seni tradisi dalam penggarapannya
yang lebih kontemporal dan modern akan lebih ada “nilai jual” bagi penonton
sehingga kindahan gerakan akan lebih dinamis. Karena seni tradisi telah
mengikat pada teori yang telah dibuat demi menunjang derakan yang lebih indah
dan sebauh tarian. Seni tradisi harus mengukuti aturan main yang telah
ditetapkan seakan hal tersebut menjadi baku. “pelaku seni tradisi harus
mempertimbangkan juga gerakan yang baik dan dinamis, sehingga ke indahan gerak
dapat tercipta,” katanya.
Seni tradisi
itu, tidak harus berdiri dari akar lahirnya seni itu berada. Artinya, kita
tetap mengacu pada akar tradisi, hanya saja pergerakan yang lebih mempunyai
makna dan maksud yang dapat di hadirkan dalam gerakan, dalam artian darimana
seni itu bersumber. Seni tradisi akan kembali pada awal keberadaannya, meskipun
ruang pertunjukan telah ditentukan dan ditetapkan menjadi seni tradisi. “seni
selalu di butuhkan dalam setiap iven gegiatan, baik kegiatan tersebut resmi
atau pun tidak resmi. Seperti pembukan pekan olah raga akan di buka dengan
tarian masal, dan ditutup dengan tarian pula,” sebutnya.
Kemudian seni
tradisi, masih belum menjadi daya tarik bagi genarasi muda karena memang seni
tradisi seperti saluang pauah yang di mainkan mestinya harus dekat dengan
penononnya sehingga penonton terbawa. Selain itu, untuk menumbuhkan minat dari
para generasi muda adalah dari komunitas sendiri. Sebab seni miliki masyarakat,
maka akan dinikmati oleh masyarakat.
Selain itu,
dia mengatakan ruang gerak para pelaku seni itu sendiri dan periodenisasi dari
generasi masih jauh dan berjarak. “agar pantun dan nunyi saluang dapat di
pahami dan dicerna dengan baik harus mendekat dengan salaung,” katanya.
No comments:
Post a Comment