Parewa Limo Suku |
Jarum jam menunjukan pukul 19.50.
Penonton berbondong-bondong masuk gedung pertunjukan. Sebab, sebentar lagi
pertunjukan dimulai. Setelah semua penonton masuk dan duduk ditempat
masing-masing, lampu ruangan dimatikan satu persatu. Sehingga ruangan gedung
pertunjukan gelap gulita.
Pertunjukan Parewa Limo Suku
menampilkan Komposisi musik berjudul Dek garah
Cakak Tumbuah Komposer Irmun Krisman dimulai. Sesaat setelah MC menyebutkan
"selamat menyaksikan".
Lampu panggung perlahan menyala
seiring bunyian alat musik kecapi Payakumbuh. Pandangan penonton mengarah ke
panggung menyaksikan pemain memainkan alat masik. Selanjutnya, musik saluang
pun perlahan mengisi iringan kecapi. Sehingga, pendengaran harmonisasi mulai
muncul di atas pentas.
Hati penonton mulai terketuk.
Imajinasi penonton terhanyut saat mendengarkan musik. Ada ruang lain yang hadir
saat mendengarkan komposisi musik tersebut. Selang-seling bunyi talempong dan
dendang yang mendayu-dayu membuai emosi penonton. Rasa takut dan cemas saat
sarat terasa saat pertunjukan berlangsung. Sebab sair dendang yang disampaikan
pun terasa komunikatif serta mudah dimengarti.
Campur aduk segala emosi,
bahagia, riang, sedih, sakit muncul pada pertunjukan musik Parewa Limo Suku.
Sebab, musik tradisi Sarompak memang disiapkan untuk itu.
Komposer Irmun Krisman dalam
komposisi musiknya mencoba mengangkat salah satu pertunjukan musik tradisional Minangkabau. Musik tersebut keberadaannya di daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Payakumbuh yakni
kesenian Sarompak.
Sarompak itu sendiri merupakan
musik tradisi sakral untuk yang dimaikan oleh masyarak untuk kepentingan
tertentu. Sarompak tersebut terdapat unsur megik didalamnya. Sarompak biasanya
digunakan masyarakat minang untuk menguna-gunai seseorang terutama bagi kaum
perempuan. Hal itulah yang menjadi inspirasi bagi Komposer Irmun Krisman untuk
memulai karyanya.
Komposisi musik tersebut
mengisahkan tentang pergaulan anak muda yang penuh senda gurau dalam
kesehariannya. Kemudian dalam pergaulan tersebut ada hasrat ini memiliki dan
dicintai oleh lawan jenisnya. Namun, rasa suka dan cinta seseorang ditolak,
malahan dibalas dengan cacian, hinaan yang didapatkan.
Hal itulah yang kemudian menjadi
dendam dan kebencian. Sehingga ada keinginan seorang lelaki untuk memiliki dan
sencintai seorang perempuan tersebut dengan mengguna-gunai untuk mendapatkan
perempuan tersebut. Begitu pula seorang perempuan, jika tidak ada "sesuatu
hal" yang ada pada lelaki, perempuan juga tidak akan tertarik pada laki-laki
untuk mencintainya.
Irmun Krisman menyebutkan
sebelumnya, sarompak ini dimainkan oleh tradisi, menggunakan alat musik saluang
sebagai media, dendang sebagai penyampaian rastra. Jadi, dendang tersebut
merupakan sebagai jampi-jampi atau mantra. Hal itulah dalam penyampaian
sastranya mengundang jin dalam dendang. Sarompak tersebut dimainkan dengan
saluang sebagai media serta dendang.
Komposisi musik Irmun Krisman
menambahkan beberapa unsur yang akan muncul didalamnya. Sebab, komposisi musik
tersebut adalah perpaduan. Pertunjukan sarompak menjadi benang merah sebagai
dasar, tetapi tidak tertutup kemungkinan apabila hanya Sarompak yang dimainkan,
tentu tidak akan lahir kreativitas didalam komposisi musik pada garapan. Maka,
totonan pun menjadi tidak bagus dan tidak enak untuk di nikmati.
Sebab, serompak dulu-kala tidak
untuk dipertontonkan. Karena serompak dipergunakan untuk ritual-ritual tertentu
saja. Sesungguhnya serompak tersebut tidak boleh dikembangkan. Apalagi ditiru.
Makanya dalam karya tersebut tidak untuk meniru dan ditiru. Namun begitulah
adanya.
Pertunjukan komposisi musik
tersebut memberikan pesan mendalam bagi penonton terutapa kamum perempuan agar
lebih hati-hati dalam bersikap dan pergaulan sehari-hari. Meskipun saat ini
teknologi ilmu pengetahuan telah berkembang dan lebih maju, perlu juga menjaga
etika dan tingkah-laku cara bergaul.
Menurut Irmun Krisman, terjadinya
pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan saat ini, berawal dari
pergaulan. Misalkan dalam cara berpakaian seorang perempuan semestinya tidak
mengundang hal tegatif. Maka, akan timbul keingin untuk memiliki dan menikmati.
Sebab, saat ini kehidupan lebih berbeda dibandingkan zaman dulu-kala. Saat ini
jika ingin memiliki banyak unsur paksaan dan kekerasan.
Namun, jika dibandingka dizaman
dulu-kala esensinya sama. Hanya saja zaman dulu caranya lebih halus dengan
menggunakan sarompak. Saat ini, lebih banyak paksaan dengan menodong dan
munutup mulut serta terjadi pemerkosaan.
Irmun Krisman mengakui para
pemain musik merupakan anak SMK7/SMKI. Mereka merupakan memain pemula, siswa
kelas 10 yang belum mengenal alat-alat musik minang. Namun, kemampuan serta
talentanya dan keinginan keras untuk maju, akhirnya siswa tersebut bisa mentas
di Kaba Festival 2 ini. Pemain musik tersebut adalah Hasan Basri Durin, Maidio
Saputra, M Findo Ramadeno, Septrizal, Muharamzam Putra, Nadya putri, Mella
Aprillia.