Wednesday, April 20, 2016

Keluarga Masih Menunggu Kabar Penyanderaan Kapal Brahma 12



Tiga pekan sudah telah berlalu penyanderan dilakukan oleh kelompok milisi Abu Sayyaf Sabu, 26 Maret 2016 lalu terhadap Kapal Brahma 12 dan 10 anak buah kapal (ABK). Kecemasan Asmizal,54, ibu dari 7 orang anak ini masih duduk berselewesan dihadapan televisi yang selalu menyala. Matanya mulai cekung memikirkan keberadaan Wendi Rahka Dian, 29, merupakan putra pertamnya yang di Sandra kelompok milisi Abu Sayyaf.

Kuranji, Julnadi Inderapura 

Asmizal warga jalan Dr Hatta RT I RW 1 Kelurahan Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji, ramai di kunjungi keluarga dekat karab kerabat dan tetanggal. Mereka duduk dan berkumpul saling berbagi kisah serta berusaha menghibur hati Asmizal dan kelurga. Asmizal duduk dihadapan televisi ia berharap ada pemberitaan tentang keberadaan putra pertamanya yang jadi korban penyanderaan oleh perompak. 

Sementara dari pikak pemerintah dan pihak PT tempat anaknya bekerja juga tidak ada kabar terbaru tentang keberadaan putranya. "Hingga saat ini tidak ada kejelasan dari pihak PT termasuk pemerintah akan kabar Wendi anak saya," katanya sembari merebahkan punggungnya ke dinding seraya bersandar dengan kondiri tubuh yang melemah.

Ia menyaku, setiap hari duduk di depan televisi untuk menonton medengarkan kabar terbaru keberadaan anaknya. "Di tv pun tidak ada lagi pemberitaan tentang kelompok Abu Sayyaf yang menyandera 10 orang ABK," katanya dengan kaku, bibirnya berkeridutan serta mata yang berkaca-kaca.

Ia berharap putranya dapat pulang dengan selamat. Apakah ada jaminan apakah anaknya pulang dengan selamat, serta ia merasa khawatir apakah pakaian putranya itu berganti. Apakah kelompoh Abu Sayyaf memberikan kesempatan bagi anaknya untuk menggantikan pakaiannya. Kemudian, apakah anaknya pada saat penyekapan itu diberi makan oleh kelompok Abu Sayyaf sera bagaimana keseharannya.

"Saya melalu memikirkan Wendi, dan sering terkejut saat malam hari karena memikirkan Wendi," katanya.
Terpisah, seorang ibu rumah tangga, Meldawati, 32, ibu dua orang anak itu merupakan warga jalan DR Hatta no 19 RT 1 RW 1 Kelurahan Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji mengatakan bahwa dirinya mengenal Wendi Rahka Dian sejak masih kecil. Sebab, Wendi masih bertetanggaan tinggal dengan dirinya. Ia menyebutkan bahwa Wendi adalah anak yang pendiam dan tidak suka duduk nongkrong menghabiskan waktu sia-sia.

Wendi sepengetahuannya tidak pernah keluar rumah seperti anak sebayanya. Hal itu mungkin disebabkan oleh pendidikan orang tua Wendi yang disiplin. Wendi juga tidak suka bertandang kerumah temannya. Meskipun demikia Wendi merupakan sosok yang bertanggung jawab dan suka menolong.

Sebelum Wendi bekerja di Perusaan Kapal di Jakarta, setamat SMA N 9 pergi merantau mengadu nasib di negeri orang. Ia merantau ke Batam setaman SMA tahun 2007/2008 lalu. Selama di Batam Wendi bekerja di PT pembuat sepatu sebagai karyawan kontrak selama tiga bulan. Sehabis kontrak Wendi harus mencari pekerjaan yang baru, begitu seterusnya pekerjaan selama di Batam.

"Selama di Batam Wendi tinggal di rumah kontrakan saya," Sebut Imelda sembari mengiris sayur kangkung.
Ia melanjutkan, sewaktu Wendi masuk SMA di Padang, dirinya tidak mengetahui persis perkembangan dan pertumbuhan Wendi. Tapi ia mengetahui Wendi setelah Wendi pergi ke Batam mencari pekerjaan dan kebetulan Wendi setempat tinggal di rumah kontrakan di Batam.

"Di Batam Wendi memiliki sahabat yang bernama Nursal dan Bambang yang merupakan kakak kelasnya sewaktu di SMA. Saat ini, kabar terakhir Nursal telah pindah merantau ke Jakarta, namun Bambang saat ini saya tidak tahu keberadaannya. Bersama mereka sering nongrong bercanda dan tertawa ngekeh hingga larut malam. Bersama mereka Wendi bisa tertawa ngekeh. Tetapi kalau di rumah (Padang) Wendi sepertinya tidak memiliki teman akrap seperti di Batam. Sebab, teman Wendi pun jarang datang kerumah Wendi)," lanjutnya.

Kerasnya kehidupan dan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan, akhirnya Wendi berubah pikiran untuk pulang kampung ke Padang. Wendi dapat bertahan di Batam kurang lebih 1,5 tahun. Wendi menjadi pengangguran di Padang, kemudian mencoba memasukkan lamaran ke RS BMC menjadi klining sevice. Wendi bekerja di sana hanya beberapa bulan saja dan kembali menjadi pengangguran.

Kemudian, Wendi kembali mencoba menghadang sibuknya kota Jakarta. Disana Wendi berjuang mencari pekerjaan, sehingga ia bekerja di sebuah 'Lapau Nasi'. Sembari bekerja di Lapau Nasi, Wendi ditawari oleh sang adik untuk bekerja di kapal. Tetapi sebelum bekerja di kapal, harus sekolah terlebih dahulu sebut Riri Efrianto,27, yang merupakan adik kandung Wendi, saat ini telah berpengalaman 5 tahun bekerja di kapal.

"Mereka kakak beradik sangat akur dan kompak. Mereka bergantian membiayai uang sekolahnya. Ketika Riri sedang sekolah, giliran Wendi berlayar yang membantu biaya sekolah Riri. Meskipun demikian mereka juga dapat membantu orang tua mengirimi uang belanja. Padahal sekolah kapal biayannya sangat mahal, lagian mereka juga dari keluarga sederhanya, tapi mereka mampu karena kompak," katanya perempuan berkulit sawo matang itu, sembari melanjutkan pekerjaannya mengiris sayur kangkung.

Ia melanjutnya, Wendi anak yang tidak "gaul" seperti anak kebanyakan se usianya. Wendi palingan sepulang sekolah di rumah saja dan untuk mengisi waktu kosong wendi palingan main PS. Kemudian, suka menusilin anak saya hingga anak saya menangis kemudian ia ketewa ngekeh. 

Wendi berencana pulang pada bulan Mei mendatang berlibur. Wendi berencana akan membawa adiknya yang ke empat untuk bekerja di kapal, tetap adinya harus di sekolahkan terlebih dahulu. "Mereka berdua bersepakat akan membawa adiknya bernama Oknanda, yang telah tamat sekolah. Tapi untuk tak dapat dirauh, malang tak dapat di tolak, Wendi yang akan menjemput adiknya itu, saat ini telah di sandera oleh perampok kelompok Abu Sayyaf," lanjutnya dengan suara yang sedikit serak-sebak basah. Kecepatan kedip matanya pun berubah, karena ia berusaha untuk menghilangkan air matanya yang menggenangi pelupuk matanya.

Ia menyebutkan sangat khwatir akan keberadaan Wendi. Karena informasi yang ia harapkan tidak kunjung ada kejelasan. Meskipun ia telah berusaha mencari informasi melalui media televisi tepi tidak ada lagi televisi yang menyiarkan infomasi terkini tentang penyenderaan yang dilakukan oleh milisi Abu Sayyaf terhadap 10 orang ABK pada Sabtu, 26 Maret 2016 lalu.

"Pihak keluarga sangat khawatif akan kabar Wendi. Kemana kami harus mengadu, dari mana informasi kami dapatkan," sebutnya.

Hal serupa di benarkan oleh Wilman Surya, 29, suami Meldawati, warga RT 1 RW 1 Kelurahan Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji menyebutkan bahwa mendi tidak suka menghabiskan waktu di luar. Meskipun di sekitaran rumahnya ada kegiatan dan acara mendi hanya datang melihat seperlunya dan kembali pulang kerumah. Paling tidak Wendi hanya melihat dari jauh saja. "Wendi sepertinya tidak ingin nongkrong diluar seperti anak muda kebanyakan dan boleh dikatakan "kurang gaul". Karena dilingkungan sekitar rumah Wendi tidak ada teman sebayannya. Kemudian, pergi keluar bermain bersama teman-temannya pun jarang," katanya kata pria berambut keriting itu.

No comments:

Post a Comment