Tiga pekan sudah telah berlalu
penyanderan dilakukan oleh kelompok milisi Abu Sayyaf Sabu, 26 Maret 2016 lalu
terhadap Kapal Brahma 12 dan 10 anak buah kapal (ABK). Kecemasan Asmizal,54,
ibu dari 7 orang anak ini masih duduk berselewesan dihadapan televisi yang selalu
menyala. Matanya mulai cekung memikirkan keberadaan Wendi Rahka Dian, 29,
merupakan putra pertamnya yang di Sandra kelompok milisi Abu Sayyaf.
Kuranji, Julnadi Inderapura
Asmizal warga jalan Dr Hatta RT I
RW 1 Kelurahan Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji, ramai di kunjungi keluarga
dekat karab kerabat dan tetanggal. Mereka duduk dan berkumpul saling berbagi
kisah serta berusaha menghibur hati Asmizal dan kelurga. Asmizal duduk
dihadapan televisi ia berharap ada pemberitaan tentang keberadaan putra
pertamanya yang jadi korban penyanderaan oleh perompak.
Sementara dari pikak pemerintah
dan pihak PT tempat anaknya bekerja juga tidak ada kabar terbaru tentang
keberadaan putranya. "Hingga saat ini tidak ada kejelasan dari pihak PT
termasuk pemerintah akan kabar Wendi anak saya," katanya sembari
merebahkan punggungnya ke dinding seraya bersandar dengan kondiri tubuh yang
melemah.
Ia menyaku, setiap hari duduk di
depan televisi untuk menonton medengarkan kabar terbaru keberadaan anaknya.
"Di tv pun tidak ada lagi pemberitaan tentang kelompok Abu Sayyaf yang
menyandera 10 orang ABK," katanya dengan kaku, bibirnya berkeridutan serta
mata yang berkaca-kaca.
Ia berharap putranya dapat pulang
dengan selamat. Apakah ada jaminan apakah anaknya pulang dengan selamat, serta
ia merasa khawatir apakah pakaian putranya itu berganti. Apakah kelompoh Abu
Sayyaf memberikan kesempatan bagi anaknya untuk menggantikan pakaiannya.
Kemudian, apakah anaknya pada saat penyekapan itu diberi makan oleh kelompok
Abu Sayyaf sera bagaimana keseharannya.
"Saya melalu memikirkan
Wendi, dan sering terkejut saat malam hari karena memikirkan Wendi,"
katanya.
Terpisah, seorang ibu rumah
tangga, Meldawati, 32, ibu dua orang anak itu merupakan warga jalan DR Hatta no
19 RT 1 RW 1 Kelurahan Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji mengatakan bahwa
dirinya mengenal Wendi Rahka Dian sejak masih kecil. Sebab, Wendi masih
bertetanggaan tinggal dengan dirinya. Ia menyebutkan bahwa Wendi adalah anak
yang pendiam dan tidak suka duduk nongkrong menghabiskan waktu sia-sia.
Wendi sepengetahuannya tidak
pernah keluar rumah seperti anak sebayanya. Hal itu mungkin disebabkan oleh
pendidikan orang tua Wendi yang disiplin. Wendi juga tidak suka bertandang
kerumah temannya. Meskipun demikia Wendi merupakan sosok yang bertanggung jawab
dan suka menolong.
Sebelum Wendi bekerja di Perusaan
Kapal di Jakarta, setamat SMA N 9 pergi merantau mengadu nasib di negeri orang.
Ia merantau ke Batam setaman SMA tahun 2007/2008 lalu. Selama di Batam Wendi
bekerja di PT pembuat sepatu sebagai karyawan kontrak selama tiga bulan.
Sehabis kontrak Wendi harus mencari pekerjaan yang baru, begitu seterusnya
pekerjaan selama di Batam.
"Selama di Batam Wendi
tinggal di rumah kontrakan saya," Sebut Imelda sembari mengiris sayur
kangkung.
Ia melanjutkan, sewaktu Wendi
masuk SMA di Padang, dirinya tidak mengetahui persis perkembangan dan
pertumbuhan Wendi. Tapi ia mengetahui Wendi setelah Wendi pergi ke Batam
mencari pekerjaan dan kebetulan Wendi setempat tinggal di rumah kontrakan di
Batam.
"Di Batam Wendi memiliki
sahabat yang bernama Nursal dan Bambang yang merupakan kakak kelasnya sewaktu
di SMA. Saat ini, kabar terakhir Nursal telah pindah merantau ke Jakarta, namun
Bambang saat ini saya tidak tahu keberadaannya. Bersama mereka sering nongrong
bercanda dan tertawa ngekeh hingga larut malam. Bersama mereka Wendi bisa
tertawa ngekeh. Tetapi kalau di rumah (Padang) Wendi sepertinya tidak memiliki
teman akrap seperti di Batam. Sebab, teman Wendi pun jarang datang kerumah
Wendi)," lanjutnya.
Kerasnya kehidupan dan sulitnya
mendapatkan lapangan pekerjaan, akhirnya Wendi berubah pikiran untuk pulang
kampung ke Padang. Wendi dapat bertahan di Batam kurang lebih 1,5 tahun. Wendi
menjadi pengangguran di Padang, kemudian mencoba memasukkan lamaran ke RS BMC menjadi
klining sevice. Wendi bekerja di sana hanya beberapa bulan saja dan kembali
menjadi pengangguran.
Kemudian, Wendi kembali mencoba
menghadang sibuknya kota Jakarta. Disana Wendi berjuang mencari pekerjaan,
sehingga ia bekerja di sebuah 'Lapau Nasi'. Sembari bekerja di Lapau Nasi,
Wendi ditawari oleh sang adik untuk bekerja di kapal. Tetapi sebelum bekerja di
kapal, harus sekolah terlebih dahulu sebut Riri Efrianto,27, yang merupakan
adik kandung Wendi, saat ini telah berpengalaman 5 tahun bekerja di kapal.
"Mereka kakak beradik sangat
akur dan kompak. Mereka bergantian membiayai uang sekolahnya. Ketika Riri
sedang sekolah, giliran Wendi berlayar yang membantu biaya sekolah Riri.
Meskipun demikian mereka juga dapat membantu orang tua mengirimi uang belanja.
Padahal sekolah kapal biayannya sangat mahal, lagian mereka juga dari keluarga
sederhanya, tapi mereka mampu karena kompak," katanya perempuan berkulit
sawo matang itu, sembari melanjutkan pekerjaannya mengiris sayur kangkung.
Ia melanjutnya, Wendi anak yang
tidak "gaul" seperti anak kebanyakan se usianya. Wendi palingan
sepulang sekolah di rumah saja dan untuk mengisi waktu kosong wendi palingan
main PS. Kemudian, suka menusilin anak saya hingga anak saya menangis kemudian
ia ketewa ngekeh.
Wendi berencana pulang pada bulan
Mei mendatang berlibur. Wendi berencana akan membawa adiknya yang ke empat
untuk bekerja di kapal, tetap adinya harus di sekolahkan terlebih dahulu.
"Mereka berdua bersepakat akan membawa adiknya bernama Oknanda, yang telah
tamat sekolah. Tapi untuk tak dapat dirauh, malang tak dapat di tolak, Wendi
yang akan menjemput adiknya itu, saat ini telah di sandera oleh perampok
kelompok Abu Sayyaf," lanjutnya dengan suara yang sedikit serak-sebak
basah. Kecepatan kedip matanya pun berubah, karena ia berusaha untuk
menghilangkan air matanya yang menggenangi pelupuk matanya.
Ia menyebutkan sangat khwatir
akan keberadaan Wendi. Karena informasi yang ia harapkan tidak kunjung ada
kejelasan. Meskipun ia telah berusaha mencari informasi melalui media televisi
tepi tidak ada lagi televisi yang menyiarkan infomasi terkini tentang
penyenderaan yang dilakukan oleh milisi Abu Sayyaf terhadap 10 orang ABK pada
Sabtu, 26 Maret 2016 lalu.
"Pihak keluarga sangat
khawatif akan kabar Wendi. Kemana kami harus mengadu, dari mana informasi kami
dapatkan," sebutnya.
Hal serupa di benarkan oleh
Wilman Surya, 29, suami Meldawati, warga RT 1 RW 1 Kelurahan Pasar Ambacang
Kecamatan Kuranji menyebutkan bahwa mendi tidak suka menghabiskan waktu di
luar. Meskipun di sekitaran rumahnya ada kegiatan dan acara mendi hanya datang
melihat seperlunya dan kembali pulang kerumah. Paling tidak Wendi hanya melihat
dari jauh saja. "Wendi sepertinya tidak ingin nongkrong diluar seperti
anak muda kebanyakan dan boleh dikatakan "kurang gaul". Karena
dilingkungan sekitar rumah Wendi tidak ada teman sebayannya. Kemudian, pergi
keluar bermain bersama teman-temannya pun jarang," katanya kata pria
berambut keriting itu.
No comments:
Post a Comment