Tuesday, May 3, 2016

Lifya, Guru SLB Penulis 35 buku Sentuh Murid dengan Kasih Sayang


Tak mudah untuk menjadi guru di sekolah berkebutuhan khusus. Namun bukanlah penghalang untuk mengabdi dan mencerdaskan anak berkebutuhan khusus itu. Kuncinya, ikhlas dan sentuh dengan kasih sayang. Inilah yang diemban Lifya, Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Padang, Sumatera Barat


Laporan : Julnadi Inderapura

Lifya Guru SLB
Sekolah Luar Basa (SLB) Negeri 1 Padang seperti biasa, tampak lengang Rabu, 20 April 2016. Berbeda dengan sekolah pada umumnya. Suasanya menjadi lain. Mereka tidak ada yang berteriak-teriak dan berbicara keras-keras. Tidak ada anak-anak yang berlarian di halaman sekolah seperti sekolah biasanya. Hanya tampak seorang lelaki paruh baya duduk di teras sekolah sembari mendekap putranya seraya merileksasi jemari mungil putranya. Sebab, mereka sedang belajar dalam kelas dan sibuk.

Pria paruh baya itu menunggu guru anaknya untuk di terapi. Tak lama menunggu ibu guru yang ditunggu pun datang menemui anak berkebutuhan khusus tersebut. Ibu guru membawanya keruang terapi seraya membimbing anak tersebut ke runagan. Ibu guru pula yang menggendong anak berkebutuah khusus tersebut untuk naik ke atas bansal di ruang terapi.

Anak tersebut selalu di gugah dan di ajak komunikasi. Anak tersebut mengalami tuna grahita gangguan intelektual. Meskipun anak tersebut tidak dapat bicara namun ibu guru tersebut selalu berusaha menghibur anak tersebut dengan tulus dan ikhlas. Setelah diketahui anak bernama Rino tersebut berkebutuhan khusus, hiperaktif, sulit bicaya, pandangan yang tidak fokus.

Ibu guru paruh baya itu, menyayangi anak, tampak dari cara ia memberikan pelajaran, sentuhan, sapaan pada anak. Meskipun anak tersebut air liurnya terus mengalir. Tanpa basa basi ibu guru tersebut mengusap air liur anak tersebut seperti anak sendiri.

Ibu guru yang memakai baju batik bermotif empat persegi warna merah muda itu memberikan terapi kepada anak didiknya seraya bercanda menghadapi. Ibu guru tersebut mengelus bagian rahang anak, seraya memberikan contoh untuk mengecup. Menurutnya terapi tersebut diberikan kepada anak tersebut agar anak terbantu bisa menelan dan mengecup air ludahnya, agar air liurnya tidak lagi meleleh.

"Kita harus hangat sama anak-anak. Sapa anak tersebut dengan lembut dan sentuh anak tersebut dengan tulus dan ikhlas," kata perempuan kelahiran 4 April 1966 ini.

Ibu Lifya, itulah ia di panggil. Ia dikenal aktif mengikuti event menulis di media cetak maupun elektronik. Ibu Lifya isteri dari Duhani, 51, memiliki sepasang anak, Hasanatul Aini dan Fahmi Fahrozi. Ia tinggal di jalan Koto Panjang No 21 RT 02 RW 08 Pauh Padang Sumatera Barat, ini tulisannya juga lolos event Champion Teachers Competition 2015 dan menjadi tulisan terbaik.

Ia berpandangan bahwa sosokkartini jaman sekarang itu kadang-kadang saat berbuat banyak yang tidak iklas dan mengharapkan sesuatu. Kartini jaman sekarang ketika menulis misalnya ingin berharap terhadap sesuati seperti kenaikan pangkat dan segala macamnya. Kartini saat ini bagi mereka menulis itu bukan sesuatu kebutuhan untuk menunjang potensi diri masing-masing. Tetapi mereka menulis dalam rangka naik pangkat, menulis dalam rangka mengikuti iven lomba menulis dan segala macamnya.

"Tidak tertutup kemungkinan, sebab tidak semua orang memiliki hobi yang sama seperti dirinya menulis. Tetepi ada pula yang hobi memasak, dalam hal ini bagaimana mereka mampu mengkader muridnya untuk bisa memasak. Hal itu, menurutnya belum sepenuhnya dilakukan oleh kartini hari ini. Sewaktu-waktu mendadak-mendadak untuk menjerjakan sesuatu, karena "dalam rangka" tersebut," ungkap guru berprestasi Tingkat Nasional tahun 2013, serta pernah mendapat undangan ke Jepang dan pernah mendapat penghargaan untuk melaksanakan Umrah ke tanah suci tahun 2014.

Ia mengaku tidak pernah bosan menghadapi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Hal itu menjadi kerinduan apabila jauh dari anak-anak tersebut. Sebab, setiap hari ada sesuatu yang bisa membuat riang dan tertawa ngekeh dari tingkah laku manja anak-anak.

Terkadang ada pula anak sedang ada masalah sama pacaran. Kemudian anak tersebut ngambek dan cenderung diam serta tidak ingin belajar. Setelah itu, anak tersebut baikan lagi dan mengatakan udah buk, ia udah minta maaf. Hal itulah yang membuat kerinduan dirinya selalu untuk berada bersama anak-anak.

Kehadirin kita disini betul-betul menjadi ibu dan orang tua bagi anak-anak. Apapun kebutuhan anak tersebut maka ibu lah yang memberikan. Sebab di sekolah negeri mendapatkan bantuan untuk itu. Semua kebutuhannya seperti kaos kaki, baju seragam, baju pramuka, kacu dan segala macamnya, memotong kuku dan memandikannya seperi anak kecil, serta mengosok gigi anak. Hal itu dilakukan disekolah dan diajarkan.

Jika hal ini telah terputus seminggu atau dua minggu maka di ulangi kembali dari awal. Ia mengaku khawatif apabila libur semester karena merupakan libur panjang bagi anak-anak akan diulangi kembali dari awal. Disamping kerinduannya untuk berhadapan dan bertemu langsung dengan anak-anak. Tetapi ia harus menyiapkan diri untuk mengulangi kembali pelajaran mulai dari awal. Hal ini sering terjadi pada anak-anak yang masih kecil. Sebelum libur sekolah, untuk membuat angka dari 1-10 mereka telah bisa. Kemudian setelah libur terkadang harus mengulangi dari awal.

"Karena libur panjang bagi anak-anak, terkadang orang tua anak-anak resah pula karena lama menghadapi libur. Lamo bana temponyo mah buk," sebut perempuan yang hobi menonton film korea ini. Selain itu ia juga terlibat forum kepenulisan seperti FAM dan juga anggota HIPSI.

Selanjutnya, terang dia, langkah yang perlu diambil untuk mengisi kekosongan di waktu libur sekolah, kerjasama yang baik dengan orang tua sangat di pelukan dalam mendidik anak berkebutuhan khusus.

Sebagai contoh ada orang tua yang mengamati sendiri anaknya berkebutuhan kusus. Orang tua anak tersebut mengatakan kepada guru kecenderungan anaknya bahwa anaknya tersebut tidak bisa dicampurkan dengan anak yang lain. Sehingga anak tersebut mampu memotifasi dirinya untuk berkembang sehingga anak tersebut bisa mengikuti olimpiade.

Kemudian, lanjut dia, untuk mengisi kekosongan disaat libur tersebut dirinya telah menyiapkan buka dan bahan untuk difoto kopi. Orang tua anak tersebutlah yang membimbing anak mereka belajar agar tidak lupa apa yang didapatkan disekolah. Selanjutnya tugas pekerjaan rumah (PR) juga diberikan kepada orang tua untuk mengajarkan anak mereka dirumah. Jika tidak ada PR dari guru, anak tidak ingin belajar di rumah seperti gambar. Sehingga mereka bisa mewarnai.

Ia mengaku memiliki 35 judul buku bersama dan mempunyai 4 judul buku di tulis sendiri. Ia bertekat untuk memberikan pengaruh kepada rekan sesama profesi dengannya untuk terus menulis. Atas usahanya itu, telah memberi pengaruh dan dampak positif bagi teman yang lain untuk menulis. "Alhamdulillah teman-teman telah banyak tulisannya di muat di media masa," kata mantan kepala SLB Solok ini.

Saat ini dirinya sering di ajak menjadi narasumber sebagai motivasi dalam hal menulis. Ia lebih menggali life skill seorang untuk memberikan dorongan dan motifasi. "Saya berencana untuk mendirikan galeri dan menampung anak-anak putus sekolah," aku alumni IKIP Bandung tamatan 1991 ini.

No comments:

Post a Comment