Sorak-sorai penonton yang kagum menyaksikan pertunjukan Indang Tuo. Para pemain berkostum warna-warni indah di pandang mata. Meskipun gedung teater Utama Taman Budaya pada Kamis, 28 April 2016 malam itu tidak semua kursi di penuhi penonton. Namun, gedung teater utama tersebut terasa ramai karena apresiasi penonton dalam iven Festival SeniTradisi se Sumatera Barat, Teater Utama UPTD Taman Budaya Sumatera Barat.
Laporan : Julnadi Inderapura, Padang
Goup Indang Tuo Balai Belo |
Jeni Aulia Sutan Nurdin pemain
Indang Tuo mengatakan bahwa Indang Tuo, merupakan indang yang disampaikan untuk
penyebaran agama islam. Indang ini semula berkembang di Aceh, kemudian menyebar
nagari Koto Kaciak. Selanjutnya, Nagari Koto Kaciak tersebut termasuk Jorong
Balai Belo Kecamatan Tanjuang Raya, Kabupaten Agam.
Namun, meskipun Indang Tuo ini
keberadaannya cukup lama dan telah berkembang di Jorong Balai Balo, sejak nenek
moyang, tetapi hingga saat ini keberadaan Indang Tuo tersebut belum terlacak
siapa nama pembawa Indang Tuo dari Aceh. Selanjutnya, keberadaan Indang Tuo pun
tidak di ketahui kapan petama kali diperkenalkan di Jorong Balai Belo Kabupaten
Agam.
Ia menyebutkan bahwa Kipas yang
terbuat dari kertas warna warni menggambarkan suasana yang dialami setiap orang
tidak akan sama. Kipas warna warni tersebut kiasan dari sesuatu perasaan hati
seseorang untuk memperjuangkan penyebaran Islam. Suasana sedih, gembira, sulit
sekalipun berpadu dalam personifikasi pada kipas yang dimainkan para Indang.
Selanjutnya, dari segi dendang
atau berzanji yang disampaikan ada tiga tahapan, yakni dumulai dari gerak
tangan pertanda sambah-manyambah. Kemudian, dilanjutkan dengan dendang pembuka
Indang Tuo, setelah itu barulah dilanjutkan pengkajian ajaran agama disamaikan
dengan cara berdendang lantuanan irama kuno. Usai pengkajian ajaran agama dilanjutkan
dengan Indang penutup.
Meskipun indang tersebut
terbilang sangat singkat, hanya tiga sub bagian dendang saja, namun untuk
penyampaiannya sangat panjang dan bisa memakan waktu berhari-hari untuk
pengkajian agama.
Sebelumnya, untuk belajar
(pengajian Indang) tersebut biasanya didalami di surau. Namun, saat ini belajar
dan berlatih indang memakai fasilitas umum, seperti memanfaatkan sekolah dan
juga pesantren. Indang Tuo tersebut disiapkan untuk regenerasi, sesuai
permintaan masyarakat bahwa seni tradisi Indang Tuo sempat fakum puluhan tahun.
Meskipun pernah fakum pulutahan tahun, tetapi para senimannya masih banyak yang
pandai dan berpengalaman.
Diakuinya, bahwa para pemain
Indang Tuo tersebut banyak dari orang yang telah tua. Sebab, Indang Tuo telah
lama fakum dan baru kembali disemarakan, serta generasi muda masih banyak yang
belum pandai. Makanya, para pemain Indang Tuo tersebut dimainkan oleh orang
tua.
Ada sebanyak 11 orang pemain
Indang Tuo dan satu orang berzanji, badikia atau selawatan. Untuk pemain yang
memainkan Indang Tuo harus dengan bilangan ganjil. Asalkan para pemainnya
berjumlah dengan bilangan ganjil di perbolehkan. Baik itu sembilan orang, tujuh
orang pemain, lima orang pemain tidak ada masalah dan dibolehkan dalam
memainkan Indang Tuo. Tapi pada umumnya Indang Tuo banyak dimainkan 11 orang
pemain.
Sementara itu, Metrizon Datuak
Kayo selaku pembina Group Indang Tuo Balai Belo mengatakan bahwa Indang Tuo
telah didapati sejak turun menurun dari nenek moyang. Indang Tuo yang memakai
rebana sebagai bunyian, bertujuan untuk ma-imbau (memanggil) orang.
Kemudia, komposisi pemain yang
ditampilkan sesuai kebutuhan dan kaya makna. Gerakan-gerakan yang ditampilkan
untuk pun memiliki makna dan simbol tersendiri. Komposisi pemain berdiri dan
bergoyang, sama halnya suasana hati mereka sedang riang. Hati mereka riang
karena penyebaran agama telah barhasil.
Selanjutnya, gerakan duduk dalam
porsi duduk rapat atar sesama pemain seraya persaf dan saling mengunci agar
tidak ada yang terjatuh ataupun terlempar pada saat melakukan gerakan. Gerakan
duduk dipahami sebagai bentuk analogi adab dan tata tertib serta kesopanan.
Tertib tersebut seperti tertibnya diwaktu beribadah dalam posisi duduk.
Kemudian, gerakan tidur diartikan
beribadah dan berbuat kebaikan dalam kondisi apapun. Misalkan beribadah
melaksanakan shalat, dilaksanakan dengan cara berdiri tegak lurus bila mampu.
Kemudian, apabila tidak mampu maka melaksanakan dengan cara duduk, bila tidak
mampu juga dilaksanakan dengan cara tidur. Sebab, shalat itu wajib dilaksanakan
dalam kondisi apapun.
Selanjutnya, media yang dinakan
adalah selendang sebagai properti tarian dalam pertunjukan Indang Tuo tersebut.
Selendang tersebut dimaknakan sebagai, percampuran budaya dari penyampaian
Indang Tuo dengan Adat Minang. Maka, selendang tersebut adalah pakaiannya
perempuan minang.
Kemudian, media pendukung
lainyanya sebagai properti pertunjukan adalah Kipas warna-warni. Kipas
warna-warni tersebut adalah bentuk lika-liku perjalanan Nabi dalam menyebarkan
agama Islam. Bagaimana nabi mengembangkan agama islam, tentu banyak tentangan
dan rintangan yang dilakui. Selanjutnya, selendang tersebut dalam gerakannya
dieksplorasi, mempragakan menjadi sebuah pagar. Artinya, perjuangan menyebarkan
agama teramat sulit, namun demi menyampaikan kebenaran dan menyebarkan islam,
pagar itu harus di tembus.
Makanya, dalam syair dan Indang
tersebut disampaikan dalam bentuk seni. Seperti kisah Siti Ramuna, seorang ibu
yang berjuang melawan tatangan dalam perjalanan kebaikan. Hasan Meminum Racun
karena mencarian tentang keagamaanya, sebab ia tidak mempelajari ajaran Islam.
Selanjutnya, Indang Tuo tersebut
terdapat beberapa unsur, Tari Indang, Tari Kipas, Tari Salendang. Sebab, tari
Indang tersebut berasal dari aceh serta memiliki kesamaan. Indang Tuo sendiri
di bawa oleh seorang pemuda asal Aceh. Ia orang yang pandai mengaji, kemudian
belajar dengan orang minang untuk saling berbagi ilmu dan bertukar pikiran
tentang agama islam di Jorong Balai Belo Nagari Koto Kaciak Kecamatan Tanjuang
Raya Kabupaten Agam.
Festival Seni Tradisi se Sumatera
Barat, Teater Utama UPTD Taman Budaya Provinsi Sumatera Barat, malam itu
menampilkan Gandang Tasa dari Kabupaten Agam, kemudian Tari Piriang dari
Kabupaten Solok, selanjutnya Alang Suntiang Panghulu dari Kabupaten Agam, Tari
Nelayan dari Kabupaten Solok, Sampelong Kabupaten 50 Kota dan Si Jombang Kecapi
dari Kabupaten 50 Kota, serta Tari Buai-Buai dari Kota Padang.
No comments:
Post a Comment