Rabu, 11 Januari 2017 pagi langit Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, tampak mendung. Jarum jam menunjukan pukul 09.40 waktu istirahat keluar main. Anak-anak Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) tampak sibuk mondar-mandir di pekarang sekolah. Pagi itu penulis berkunjung menemui kepala sekolah diruangannya.
Ada sebanyak 32 orang siswa SDLB Lubang Panjang, Kota Sawahlunto yang terdiri dari tuna rungu, tuna graita dan kesulitan belajar serta cacat fisik. Siswa SDLB tersebut merupakan anak warga sekitar yang kurang mampu. Keluarga juga mempengaruhi kondisi dan kesehatan anak karena tinggal tidak layak huno. Kemudian pekerjaan orang tua siswa sebagai tukang sapu dan pemulung.
SDLB tersebut memiliki sepuluh orang guru pendidikan luar biasa (PLB), kecuali guru agama dan penjaskes. Meski pun demikian SDLB tersebut masih kekurang guru. Sebab, idealnya untuk seorang guru mendidik dan membimbing serta mengajarkan untuk lima orang anak. Namun kenyataan dilapangan sguru mengajarkan anak berkebutuhan khusu itu satu kelas.
Karena kesulitan mengajarkan anak berkebutuhan khusus tersebut tergantung pada moodnya anak. Kalau anak tidak mood maka sulit untuk diajak belajar dan anak asyik dengan dirinya sendiri.
"Kalau anak itu tidak mood, terkadang menganggu temannya yang lain. Kemudian ada yang menagis saja tampa ingin berhenti. Kemudian ada pula anak ketika belajar dalam kelas, kerjanya keluar masuk kelas buanh air kecil," Ungkap Edy Kusnanto, Kepala Sekolah Dasar Luar Biasa 26 Lubang Panjang, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat saat ditemui dirungannya.
Ia menyebutkan bahwa sarana pendidikan yang ada di SDLB ada enam kelas dan telah mencukupi. Namun yang menjadi kendala adalah panel untuk membantu belajar siswa sebagai bahan ajar menunjang kreativitas siswa. Karena tida ada anggaran untuk itu, meskipun SDLB ada bantuan dana bos dan BOP namun peruntukan telah ada protabnya.
"Untuk menunjang kreativitas siswa maka diperlukan metoda belajar membuat kerajinan tangan. Berupa seni kria seperti membuat bunga dari kertas, mewarnai dan daur ulang membuat bunga," akunya.
Ia mengungkapkan bahwa SDLB tersebut masih berstatus SDLB meskipun telah memiliki siswa SMPLB dan SMALB. Siswa SMPLB dan SMALB diinabkan ke asrama berada dikomplek sekolah dan berdampingan dengan masyarakat sekitar. Sehingga apabila anak-anak yang keluar dari lingkungan sekolah masyarakat langsung memberitahukannya ke pihak sekolah dan penjaga asrama.
"Pemondokan itu merupakan Yayasan Pembinaan Penyandang Cacat (YPPC) dan dipimpin oleh Istri Walikota. Maka, Siapapun yang menjadi walikota, maka secara otomatis istri walikota akan menjadi Pimpinan Yayasan," ujarnya.
Edy menjaskan bahwa SDLB atau SLB langsung dibawah kedinasan Provinsi dan kita masih menunggu SK Gubernur untuk perubahan SDLB Lubang Panjang akan berubah status menjadi Sekolah Luar Biasa (SLB). Sebab, SLB harus komplit tingkatannya seperti TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB.
"Saat ini SPMLB berjumlah 7 orang siswa dan orang siawa dan SMALB sebanyak 6 orang siswa. Meskipun sekolah tersebut merupakan SDLB namun SMPLB dan SMALB juga ada. Karena SMPLB dan SMALB menompang belajar di SDLB dan masing-masing ada kepala sekolahnya. Maka, apabila telah ada SK gubernur SDLB ini akan menkadi Sekolah Luar Biasa (SLB)," terangnya.
Ia mengatakan bahwa disamping kekurangan guru, namun pengawas sekolah juga berkurang. Ada delapan orang pengawas sekolah dari 148 Sekolah Luar Biasa di Sumatera Barat. "Secara umum dimanupun sekolah SLB persoalan utamanya adalah kekurangan guru termasuk pengawas. Untuk satu rayon hanya satu bagian orang pengawas," paparnya.
Senada disampaikan Merisya guru SMALB mengatakan bahwa saat yang menjadi kendala dalam mengajar anak berkebutuhan khususnya butuh ke sabaran dan kasih sayang. Kemudian, apabila anak anak telah keluar bermain pada jam istirahat, kemudian diajak kembali masuk kedalam kelas utuk belajar sangat sulit.
"Nah, terkadang kita belajar di ruang terbuka sembari bermain. Belajar berupa simulasi dan demonstran. Maka, idealnya untuk berdasarkan IQ talen anak, maka seorang guru sejatinya mengajar dua orang anak. Namun, saat ini lima orang anak dalam kelas di ajar oleh seorang guru," ujarnya.
Ia mengaku bahwa untuk anak Hiper Aktif maka dibutuhkan satu orang guru. Kemudian, satu orang anak dengan belar face to face serta bagi anak cacat ganda. "Saat ini ada sebanyak lima orang anak klas titipan atau klas persiapan, dikenal juga sebagai TKLB. Kemudian, Klas persiapan ada yang berumur 4 dan 5 tahun. Apabila telah dilakukan asesmen, identifikasi dan iq anak. Namun pada umumnya untuk anak SDLB disinya klas 1 berumur 11 tahun," katanya.
No comments:
Post a Comment