Friday, February 13, 2015

Pendokumentasian Seni Tradisi Melalui Festival Ladang Tari Nan Jombang Tanggal 3

Satu-persatu pengunjung mulai berdatangan menyaksikan Festival Ladang Tari Nan Jombang Tanggal 3 nan jombang Tahun ke 2 tiap bulannya. Pengunjunga ingin menyaksikan langsung pertunjukan gamad yang akan di malainkan dalam Festival Ladang Tari Nan Jombang Rimbotarok Balaibaru Kuranji belakang asrama Polda Kota Padang Provinsi Sumatera Barat.

Laporan: Julnadi Inderapura, Padang,

Pertunjukan tersebuat bernama Ruang produksi “Manti Menuik” dengan kapasitas 250 penonton. Sedangkan Manti Manuik merupakan nama orang tua laki-laki Eri Mefri. Namun, di ruang produksi “Manti Manuik” telah di pentaskan seni tradisi sebagai pendokumentasian Seni tradisi. Seperti Saluang Pauah, Diki Rabbano, Salawat Dulang, Barzanji, Ronggeng Pasaman, Rabab, Randai, Diki Pano Pasaman. Seperti yang di sampaikan oleh S. Metron sebagai penanggung jawab acara pestival tanggal 3 Nan Jombang tersebut.

Dasar pikiran ini telah di bangun Setelah berakhirnya dewan kesenian Sumbar, dulu dewan kesenian membuat program 3 tahun randai, sehingga randai juga telah dapat di dokumentasikan. Tapi sangat di sayangkan seni randai tersebut tidak di publis lagi, karena dewan kesenian sumbar telah lama fakum sampai saat ini.

Hal tersebut merupakan Tanggung jawab seniman, Terimakasih kepada seni tradisi yang berbasis tradisi. Ucapan terimaksih tersebut melahirkan empati dan pergerakan baru sebagai wadah penggerak, sehingga, kekhawatiran tersebut dapat di bongkal oleh beberapa orang tokoh sumatera barat seperti Eri Mefri, S. Metron, Yono, Nasrul Azwar, Yusrizal KW, Suhendri, Tomi TDA, Angga.

Tanda ucapan tersebut adalah sebagai Pendokumentasian terhadap seni tradisi yang mulai langka, dan mulai di tinggalkan oleh masyarakat penontonnya, katakanlah sebagai masyarat penikmat. Bahkan di kalngan remaja sebagai generasi penerus juga tidak tertarik dengan seni tradiri, karena mereka (remaja-generasi) lebih tertarik dengan budaya pop yang di anggar modrn.

Maka, perlu memperkenalkan seni tradisi kepada masyarakat banyak sehingga seni trasidi ini tidak akan pernah hilang dari akar budayanya. Sehingga seni tradisi tersebut dapat kita pertahankan keberadaannya meskipun dalam bentuk dokumentasi. Hal teresbut di pilih sebagai solusi untuk generasi mendatang, jikapun ada di tahun-tahun mendatang ada yang bertanya, ingin mempelajari, di runag produksi “Manti Manuik” seni tradisi yang langka tersebut telah pernah di pentaskan di tempat tersebut, seperti apa yang menjadi harapan Eri Mefri dan kawan-kawan.

Karena melihat keadaan seni tradiri yang semakin mengkhawatirkan itu dengan melihat dengan kasatmata hanya beberapa orang saja yang bisa dan usiannya boleh dikatakan sangat tua. Seperti “Badikia dengan tangan” barzanji yang paling muda usianya 50 tahun. Ini sangat makin mencemaskan jika tidak ada yang mewarisi atau generasi muda tidak tertarik lagi, atau tidak ada yang bisa berzanji  tersebut. Maka, jika tertua tersebut telah mendahului kita maka, barzanji dengan tangan tersebut akan hilang bersama pemainnya.

Selain itu, ada pula seni tradisi yang bernama “Tupai Janjang” yang bisa mengusai dan pakar  tingal hanya satu orang yang bernama Elvis yang berusia 47 alumni SMKI. Saat ini ia tinggal di palembayan Agam yang merupakan seni tradisi yang sangat langka. Karena Elvis ini mengusai tiga bagian dari tupai janjang, baik berkolaborasi maupun sendiri, hal ini perlu kita pertahankan dan di budi dayakan dan juga kita pertimbangkan untuk kelestariannya kata Eri mefri.

Sedangkan merupakan seni musik milik orang Padang. Meskipun kita melihat pada sejarah Gamaik itu sendiri di pengaruhi oleh Balanse Madam.  Gabungan dari unsur itulah melahirkan musik gamad yang menjadi kesenian khas kota Padang. Asal usul musik gamad bisa di telusuri sampai ke tanah Melayu, karena kemiripan musik dan tariannya. Tapi asal musik gamad juga bisa di telusuri sampai ke Eropa melalui tari Balanse Madam dan alat musik akordion yang terdapat dalam gamad.

Gamaik asli dengan menggunakan alat musik akordion, biola, sak sofon, gendang dua, gitar bas, cacar dan melodi, gendang gamaik, dalam bahasa Jawa disebut gendang dolog kata Kalib Jalil  maestro gamad.

Dia menyebutkan Pusat gamad adalah kota Padang  tapi jangan heran musik gamad cukup terkenal di Minangkabau. Ada tiga etnis pendukung musik gamad, Nias, Keling dan etnis Minangkabau. Di antara etnis tersebut, etnis Nias adalah yang paling banyak keterlibatannya dalam musik gamad. “Boleh di katakan separoh dari  pemusik gamad berasal dari etnis Nias,” sebutnya.

Pada malam acara pestival tersebut sebagai pemain musik gamad adalah Yan Zainal pemain kibor, Amoni pemain viol, Medi pemain saksofon. Gamaik adalah hiburan milik orang padang asli. Lagu gamat terdiri dari pantun yang berhubungan dengan alam, seperti yang di sampaikan oleh Samsu Rizal ketua himpunan kekeluargaan seniman minang (hikasmi) seperti yang tertera dalam lagu yang berjudul “Mati Dibunuang”. Artinya pusat musik gamad berada pada pemukiman etnis Nias. Walau pun begitu gamad tidak terasa berasal dari satu etnis. Gamad telah menjadi media sosialisasi antar etnis. Masing-masing etnis memberikan kontribusi budaya dalam pembentukan musik gamad. Orang Nias melalui tari Balanse Madam, etnis Keling melalui alat musik gendang dan kemampuan manajemen dan pemasaran etnis Minangkabau melalui lagu dan aneka ragam pantun.


No comments:

Post a Comment