Satu-persatu
pengunjung mulai berdatangan menyaksikan Festival Ladang Tari Nan Jombang Tanggal 3 nan jombang Tahun ke 2 tiap bulannya. Pengunjunga ingin menyaksikan langsung pertunjukan
gamad yang akan di malainkan dalam Festival Ladang Tari Nan Jombang Rimbotarok Balaibaru
Kuranji belakang asrama Polda Kota Padang Provinsi Sumatera Barat.
Laporan: Julnadi Inderapura, Padang,
Pertunjukan
tersebuat bernama Ruang produksi “Manti Menuik” dengan kapasitas 250 penonton. Sedangkan
Manti Manuik merupakan nama orang tua laki-laki Eri Mefri. Namun, di ruang produksi
“Manti Manuik” telah di pentaskan seni tradisi sebagai pendokumentasian Seni
tradisi. Seperti Saluang Pauah,
Diki Rabbano, Salawat Dulang, Barzanji, Ronggeng Pasaman, Rabab, Randai, Diki
Pano Pasaman. Seperti yang di sampaikan oleh S. Metron sebagai
penanggung jawab acara pestival tanggal 3 Nan Jombang tersebut.
Dasar
pikiran ini telah di bangun Setelah berakhirnya dewan kesenian Sumbar, dulu dewan kesenian membuat program 3 tahun randai,
sehingga randai juga telah dapat di
dokumentasikan. Tapi sangat di sayangkan seni randai tersebut tidak di publis
lagi, karena dewan kesenian sumbar telah lama fakum sampai saat ini.
Hal tersebut
merupakan Tanggung jawab seniman, Terimakasih kepada seni tradisi yang berbasis
tradisi. Ucapan terimaksih tersebut melahirkan empati dan pergerakan baru
sebagai wadah penggerak, sehingga, kekhawatiran tersebut dapat di bongkal oleh
beberapa orang tokoh sumatera barat seperti Eri Mefri, S. Metron, Yono, Nasrul
Azwar, Yusrizal KW, Suhendri, Tomi TDA, Angga.
Tanda ucapan
tersebut adalah sebagai Pendokumentasian terhadap seni tradisi yang mulai
langka, dan mulai di tinggalkan oleh masyarakat penontonnya, katakanlah sebagai
masyarat penikmat. Bahkan di kalngan remaja sebagai generasi penerus juga tidak
tertarik dengan seni tradiri, karena mereka (remaja-generasi) lebih tertarik
dengan budaya pop yang di anggar modrn.
Maka, perlu
memperkenalkan seni tradisi kepada masyarakat banyak sehingga seni trasidi ini
tidak akan pernah hilang dari akar budayanya. Sehingga seni tradisi tersebut
dapat kita pertahankan keberadaannya meskipun dalam bentuk dokumentasi. Hal
teresbut di pilih sebagai solusi untuk generasi mendatang, jikapun ada di
tahun-tahun mendatang ada yang bertanya, ingin mempelajari, di runag produksi “Manti
Manuik” seni tradisi yang langka tersebut telah pernah di pentaskan di tempat
tersebut, seperti apa yang menjadi harapan Eri Mefri dan kawan-kawan.
Karena
melihat keadaan seni tradiri yang semakin mengkhawatirkan itu dengan melihat
dengan kasatmata hanya beberapa orang saja yang bisa dan usiannya boleh
dikatakan sangat tua. Seperti “Badikia
dengan tangan” barzanji yang paling
muda usianya 50 tahun. Ini sangat makin mencemaskan jika tidak ada yang
mewarisi atau generasi muda tidak tertarik lagi, atau tidak ada yang bisa berzanji tersebut. Maka, jika
tertua tersebut telah mendahului kita maka, barzanji dengan tangan tersebut
akan hilang bersama pemainnya.
Selain itu,
ada pula seni tradisi yang bernama “Tupai
Janjang” yang bisa mengusai dan
pakar tingal hanya satu orang yang bernama Elvis yang berusia 47 alumni
SMKI. Saat ini ia tinggal di palembayan Agam yang merupakan seni tradisi yang
sangat langka. Karena Elvis ini mengusai tiga bagian dari tupai janjang, baik
berkolaborasi maupun sendiri, hal ini perlu kita pertahankan dan di budi
dayakan dan juga kita pertimbangkan untuk kelestariannya kata Eri mefri.
Sedangkan
merupakan seni musik milik orang Padang. Meskipun kita melihat pada sejarah Gamaik itu sendiri di pengaruhi oleh Balanse Madam. Gabungan dari unsur itulah melahirkan musik gamad yang menjadi kesenian khas kota
Padang. Asal usul musik gamad bisa di
telusuri sampai ke tanah Melayu, karena kemiripan musik dan tariannya. Tapi
asal musik gamad juga bisa di
telusuri sampai ke Eropa melalui tari Balanse
Madam dan alat musik akordion yang
terdapat dalam gamad.
Gamaik asli dengan menggunakan alat musik akordion,
biola, sak sofon, gendang dua, gitar bas, cacar dan melodi, gendang gamaik, dalam bahasa Jawa disebut gendang dolog kata Kalib Jalil
maestro gamad.
Dia
menyebutkan Pusat gamad adalah kota
Padang tapi jangan heran musik gamad
cukup terkenal di Minangkabau. Ada tiga etnis pendukung musik gamad, Nias, Keling dan etnis
Minangkabau. Di antara etnis tersebut, etnis Nias adalah yang paling banyak
keterlibatannya dalam musik gamad. “Boleh
di katakan separoh dari pemusik
gamad berasal dari etnis Nias,”
sebutnya.
Pada malam
acara pestival tersebut sebagai pemain musik gamad adalah Yan Zainal pemain kibor, Amoni pemain viol, Medi pemain
saksofon. Gamaik adalah hiburan milik
orang padang asli. Lagu gamat terdiri dari pantun yang berhubungan dengan alam,
seperti yang di sampaikan oleh Samsu Rizal ketua himpunan kekeluargaan seniman
minang (hikasmi) seperti yang tertera dalam lagu yang berjudul “Mati Dibunuang”.
Artinya pusat musik gamad berada pada
pemukiman etnis Nias. Walau pun begitu gamad
tidak terasa berasal dari satu etnis. Gamad
telah menjadi media sosialisasi antar etnis. Masing-masing etnis memberikan
kontribusi budaya dalam pembentukan musik gamad.
Orang Nias melalui tari Balanse Madam, etnis Keling melalui alat musik gendang dan kemampuan manajemen dan
pemasaran etnis Minangkabau melalui lagu dan aneka ragam pantun.
No comments:
Post a Comment