Sunday, February 8, 2015

SENI TRADISI DALAM WACANA PUBLIK MEDIA

Oleh: Julnadi Inderapura

Gandang Tambua
Wacana seni tradisi memang menjadi polimeik yang tidak pernah terselesaikan dalam pembahasanya. Sebab seni dradisi merupakan ekspansi budaya sekaligus menjadi symbol kekuatan dan pengaruh bagi pelakunya. Sehingga gerakan dan aktivitas berkesenian di zamannya cendrung di surau atau masjid setelah mengaji dan shalat isya.

Seminar Nasional Seni Pertunjukan dengan tema “SeniPertunjukan Daerah dan Internasional di Era Globalisasi” di premier Basko Hotel pada hari Sabtu, 1 November 20014. Kegiatan ini merupakan rangkaian “International Performing Art Festival Of Padang Bagalanggang 2 tahun 2014” pada tanggal 25 Oktober – 1 November 2014. Seminar menghadirkan pemateri dari kalangan akademisi dan pelaku seni serta pengamat seni pertunjukan.

Seminar sehari tersebut terbagi pada dua sesi. Sesi pertama pada seminar tersebut sebagai moderator Abdullah khusairi akademisi IAIN “IB”. sedangkan pemakalah dari kementrian pendidikan dan kebudayaan Drs. Nurmatian, Dr. Yevita Nurti akademisi Fisip Unand, dan Ery Mefri pelaku seni.

Ketiga pemateri ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam pemaparannya sesuai dengan keahlian dan keilmuannya masing-masing. Namun, tetap pada koredor pertumbuhan seni secara umum. Nurmatias lebih focus pada persoalan arus informasi yang semakin meningkat dan tidak dapat dibendung mengancam pelestarian budaya masyarakat local. Hal itu diperkuat dengan terjadinya perubahan yang mendasar ditatan global dalam bidang politik dan ekomomi yang berakibat timbulnya krisis dalam aspek nilai, etika dan moral.

Kemudian, Yevita Nurti memaparkan potensi seni tradisi kekinian yang menitik bertkan pada tumbuh dan perkembanganya. Sehingga sentuahan seni tradisi memungkinkan dapat membawa pengaruh pada prilaku masyarakat.

Selanjutnya Ery Mefri menempatkan diri pada iven yang dimungkinkan sebagai wadah dalam penjagaannya serta pelestariannya di tengah-tengah masyarakat. Eri Mefri lebih menggarap pada persoalan-persolan teknis serta segi isi dan makna yang terkandung dalam budaya local. Segala kemungkinan dan kemandirian penggiat seni merupakan cikal-bakal budaya yang tetap ada.

Sesi kedua dalam pemaparan seminar sersebut adalah wadah evaluasi serta kritikan festival padang bagalanggang. Sesi ini juga lebih pokus pada pertanyaan akan nilai dan pentingnya sebuah pertunjukan yang dipentaskan selama festival berlangsung.

Nasrian B Pimpinan Redaksi Padang Ekspres selaku moderator mengetengahi diskusi berlangsung. Sesi ini lebih pokus pada hasil pengamatan seni pertunjukan yang telah ditampilkan. Sesi ini tentu lebih menarik dan lebih mendalam merepresentasikan seni pertunjukan yang bermuatan local. Sehingga menghadirkan pemateri yang berkopeten dibidangnya.

Ada empat belas pertunjukan yang dikupas pada sesi kedua ini oleh pemateri. Pada kesimpulannya seni bisa mempersatukan kita dalam keseluruhan yang ada sekalipun kita berbeda-beda.

Bre-Redana redaktur kompas merepresentasikan pertunjukan pada arah sensorik musical tubuh. Pemahaman ini lebih menjelaskan fungisonal yang lebih cerdas di bandingkan otak. Sehingga ekplarasi sensorik tubuh lebih peka terhadap lingkungannya. Kemudian reaksi yang dimunculkan dan gerakan oleh otak sensorik. Akar dance teater, eksplarasi tari merupakan kegembiraan suasana hati bukan lagi kegembiraan semata-mata dengan kegembiraan otak. Melainkan kegembiaraan tubuh.

Bre-Redana berpendapat bahwa festival padang bagalanggang merupakan perayaan kegembiraan tubuh. Hal tersebut berdasarkan analisisnya mengenai sejumlah pertunjukan estetika gerak tubuh impressa dance company dan ranah teater. Sehingga efesiensi dan efektifitas yang menginfestasi nilai-nilai tradisional serta perspektif tubuh pada kelibihannya.

Muhammad Ibrahim Ilyas budayawan (teater imaji) padang pagalanggang sebagai jembatan penghubung sebagai pertunjukan tradisi dan modern (kontemporer). Pada tatanannya seni tradisi local khususnya randai tidak dapat dimasuki oleh seni kontemporer. Randai tetap berada pada lingkarananya saat dipentaskan, sebab randai memiliki ruang tersendiri. Karena randai tidak dapat dipentaskan pada ruang (gedung pertunjukan) presenim yang lebih kontemporal.

Yusrizal KW budayawan memperjelas media yang merupakan konsumsi public telah merepresentasika nilai tradisi local. Padang bagalanggang “mespley” atau sudah tepat sebagai tafsiran. Elaborasi dalam mengiatkan seni untuk menempatkan diri dalam merepresentasikan budaya local. Kemudian ide dan gagasan yang dimunculkan dalam perspektif tari kontemporer tersebut kemudian menjadi telaah public dari media. Sehingga tari tradisional penting sebagai proses.

Selain itu, media menjadi penyeimbang persepsi dan wacana-wacana yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sehingga “menner” atau tabiat konsumtif massa terhadap kesenian tadisi local. Media menjadi penting bagi pengorganisasian kebutuhan public sebagai factor pendukungnya. Kemudian, budaya minang dalam wacana public bahwa seni sebagai “permainan anak nagari” dan menjadi milik bagi masyarakatnya.

No comments:

Post a Comment