Oleh: Julnadi Inderapura
Gandang Tambua |
Seminar Nasional Seni Pertunjukan dengan tema “SeniPertunjukan Daerah dan Internasional di Era Globalisasi” di premier Basko Hotel
pada hari Sabtu, 1 November 20014. Kegiatan ini merupakan
rangkaian “International Performing Art Festival Of Padang Bagalanggang 2 tahun
2014” pada tanggal 25 Oktober – 1 November 2014. Seminar menghadirkan pemateri
dari kalangan akademisi dan pelaku seni serta pengamat seni pertunjukan.
Seminar sehari tersebut terbagi pada dua sesi. Sesi
pertama pada seminar tersebut sebagai moderator Abdullah khusairi akademisi
IAIN “IB”. sedangkan pemakalah dari kementrian pendidikan dan kebudayaan Drs.
Nurmatian, Dr. Yevita Nurti akademisi Fisip Unand, dan Ery Mefri pelaku seni.
Ketiga pemateri ini memiliki sudut pandang yang
berbeda dalam pemaparannya sesuai dengan keahlian dan keilmuannya
masing-masing. Namun, tetap pada koredor pertumbuhan seni secara umum.
Nurmatias lebih focus pada persoalan arus informasi yang semakin meningkat dan
tidak dapat dibendung mengancam pelestarian budaya masyarakat local. Hal itu
diperkuat dengan terjadinya perubahan yang mendasar ditatan global dalam bidang
politik dan ekomomi yang berakibat timbulnya krisis dalam aspek nilai, etika
dan moral.
Kemudian, Yevita Nurti memaparkan potensi seni tradisi
kekinian yang menitik bertkan pada tumbuh dan perkembanganya. Sehingga
sentuahan seni tradisi memungkinkan dapat membawa pengaruh pada prilaku
masyarakat.
Selanjutnya Ery Mefri menempatkan diri pada iven yang
dimungkinkan sebagai wadah dalam penjagaannya serta pelestariannya di
tengah-tengah masyarakat. Eri Mefri lebih menggarap pada persoalan-persolan
teknis serta segi isi dan makna yang terkandung dalam budaya local. Segala
kemungkinan dan kemandirian penggiat seni merupakan cikal-bakal budaya yang
tetap ada.
Sesi kedua dalam pemaparan seminar sersebut adalah
wadah evaluasi serta kritikan festival padang bagalanggang. Sesi ini juga lebih
pokus pada pertanyaan akan nilai dan pentingnya sebuah pertunjukan yang
dipentaskan selama festival berlangsung.
Nasrian B Pimpinan Redaksi Padang Ekspres selaku
moderator mengetengahi diskusi berlangsung. Sesi ini lebih pokus pada hasil
pengamatan seni pertunjukan yang telah ditampilkan. Sesi ini tentu lebih
menarik dan lebih mendalam merepresentasikan seni pertunjukan yang bermuatan
local. Sehingga menghadirkan pemateri yang berkopeten dibidangnya.
Ada empat belas pertunjukan yang dikupas pada sesi
kedua ini oleh pemateri. Pada kesimpulannya seni bisa mempersatukan kita dalam
keseluruhan yang ada sekalipun kita berbeda-beda.
Bre-Redana redaktur kompas merepresentasikan
pertunjukan pada arah sensorik musical tubuh. Pemahaman ini lebih menjelaskan
fungisonal yang lebih cerdas di bandingkan otak. Sehingga ekplarasi sensorik tubuh
lebih peka terhadap lingkungannya. Kemudian reaksi yang dimunculkan dan gerakan
oleh otak sensorik. Akar dance teater, eksplarasi tari merupakan kegembiraan
suasana hati bukan lagi kegembiraan semata-mata dengan kegembiraan otak.
Melainkan kegembiaraan tubuh.
Bre-Redana berpendapat bahwa festival padang
bagalanggang merupakan perayaan kegembiraan tubuh. Hal tersebut berdasarkan
analisisnya mengenai sejumlah pertunjukan estetika gerak tubuh impressa dance
company dan ranah teater. Sehingga efesiensi dan efektifitas yang menginfestasi
nilai-nilai tradisional serta perspektif tubuh pada kelibihannya.
Muhammad Ibrahim Ilyas budayawan (teater imaji) padang
pagalanggang sebagai jembatan penghubung sebagai pertunjukan tradisi dan modern
(kontemporer). Pada tatanannya seni tradisi local khususnya randai tidak dapat
dimasuki oleh seni kontemporer. Randai tetap berada pada lingkarananya saat
dipentaskan, sebab randai memiliki ruang tersendiri. Karena randai tidak dapat
dipentaskan pada ruang (gedung pertunjukan) presenim yang lebih kontemporal.
Yusrizal KW budayawan memperjelas media yang merupakan
konsumsi public telah merepresentasika nilai tradisi local. Padang bagalanggang
“mespley” atau sudah tepat sebagai tafsiran. Elaborasi dalam mengiatkan seni
untuk menempatkan diri dalam merepresentasikan budaya local. Kemudian ide dan
gagasan yang dimunculkan dalam perspektif tari kontemporer tersebut kemudian
menjadi telaah public dari media. Sehingga tari tradisional penting sebagai
proses.
Selain itu, media menjadi penyeimbang persepsi dan
wacana-wacana yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sehingga “menner”
atau tabiat konsumtif massa terhadap kesenian tadisi local. Media menjadi
penting bagi pengorganisasian kebutuhan public sebagai factor pendukungnya.
Kemudian, budaya minang dalam wacana public bahwa seni sebagai “permainan anak
nagari” dan menjadi milik bagi masyarakatnya.
No comments:
Post a Comment