Penjualan Hasil Produksi Kerajinan Bambu Sulit
Anyaman bambu tidak dapat dipandang sebelah mata, karena bisa membantu tambahan pendapatan keluarga dan biaya sekolah anak. Seperti apa ceritanya.
Laporan: Julnadi Inderapura, Sawahlunto
Selasa, 6 Juni 2017 siang langit kota Sawahlunto cerah. Siang itu Penulis menelusuri Desa Tumpuak Tangan Kecamatan Talawi sebagai kampung produktif. Jalanan yang berliku dan menurun dilereng perbukitan. Pemandagan yang indah dengan sawah berjenjang di lereng perbukitan. Hingga sampai di kantor Desa Tumpuak Tangah berjumpa dengan kepala Dusun Batu Kakok.
Perjalanan kembali dilanjutkan menuju kediaman Yanti Murtiningsih, 43, Warga Luak Andengin, Dusun Batu Kakok, Desa Tumpuak Tangah, Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto pengrajin anyaman bambu. Terlihat ibu paruh baya sedang duduk lesehan di pintu masuk rumah. Ibu yang memakai baju kaos hijau tersebut duduk di lantai teras rumah yang belum diplaster.
Ibu lima orang anak ini sedang meraut bambu sampai menjadi bilah sebagai bahan baku pembuat ayaman. Pisau sirauik ditangan kanannya sedakan tangan sebelah kiri memegang sebilah bambu untuk di iris menjadi "bilah". Sementara sisa-sisa limbah raut berseleweran di sekitar tempat duduknya. Sebab, pekerjaan meraut bambu sedang berlangsung dan belum sempat dibersihkan.
Ibu baya mengenakan kaca mata tersebut sedang menyiapkan pesanan kemasan untuk snack sebanyak 300 buah. Kemasan snack yang dipesan untuk kegiatan Sawahlunto Internasional Songket Carnival (Sisca) mendatang. Pesan ini dari Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kota Sawahlunto tempat snack tamu undangan yang hadir.
Ia mengaku mulai belajar menyanyam anyaman bambu pertamakali membuat niru pada tahun 1993. Pada tahun tersebut ia mulai ikut-ikutan menganyam bambu karena orang tua bisa menyanyam bambu tersebut. Pada masa itu, ia telah bisa membuat anyaman bambu untuk membuat niru. Namun, hasil anyaman tersebut tidak untuk di jual karena hanya kepuasan tersendiri bisa menganyam.
Kemudian, pada tahun 2015 barulah mulai aktif membuat anyaman bambu yang siap dipasarkan. Selanjutnya untuk menambah ilmu pengetahuan menganyam bambu ia masuk Sanggar Anyamam Bambu. Disanggar tersebut ia banyak mendapat pengetahuan dan ivovasi baru menganyam bambu. Lebih dari 20 orang anggota sanggar belajar membuat berbagai jenis motif anyaman bambu dipelajari termasuk dirinya sendiri.
Namun pada akhir tahun 2015 lalu sanggar tersebut tidak ada aktif lagi. Sanggar tidak lagi berjalan seperti biasa karena ketua sanggar pindah ke Padang bersama keluarganya. Meskipun demikian anggota sanggar tetap menyanyam di rumah masing-masing hingga pada akhirnya dibentuk kembali kelompok pengrajin bambu.
"Semenjak tidak ada lagi tempat berlajar di sanggar dan mengandalkan pelatihan dari Desperindag Kota Sawahlunto. Hal itu tidak memungkinkan hanya menunggu momen dan pelatihan saja. Untuk membuat kreasinya dan inovasi lainnya harus berani mencoba-coba yang mendapatkan hasil yang lebih baik," ujarnya seraya meyakinkan dan berhenti sejenak meraut.
Ia mengaku bahwa ketekunan dan keseriusan untuk menganyam bambu serta harus berani mencoba untuk bisa mendapatkan hasil kreasi baru, tanpa harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu. Harus berani mencoba membuat kreasi baru, karena langkah awal menyanyam sudah bisa seperti membuat dasar jalinan bambu. Jadi tidak sulit untuk lebih kreatif untuk mengembangnya menjadi motif apapun yang diingikan sesuai dengan apa yang ada di dalam pikiran.
"Baru-baru ini saya sedang membuat tas terbuat dari bambu dan tas tersebut bisa dibawa untuk kondangan, karena tas berukuran mini dan terlihat lebih elegan. Untuk membuat anyaman tersebut terasa agak sulit adalah saat melakukan patahan anyaman. Patahan itulah yang akan menjadi motiv sesuai pada gambar yang diinginkan, seperti membuat kemasan snack dan lain sebagainya," sebutnya sembari memperlihatkan produksi aman yang telah dibuatnya dengan berbagai jenis.
Kemudian membuat kemasan songket, sesuai dengan instruksi walikota bahwa setiap pembelian songket diharuskan menggunkan anyaman bambu. Sehingga bisa membantu penjualan pangsa pasar anyaman bambu. Kemudian, kemasan songket terkesan lebih mewah dan lebih elegan.
Kemudian, produksi anyaman bambu yang telah dibuat dijualan berdasarkan pesanan dan dipasarkan Jawa, Pekanbaru, dan Bukittinggi. Namun karena pesanan tersebut sifatnya tidak berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dari si pemesan barang. Pesanan anyaman bambu ada sebanyak 400 buah, namun pesanan tidak berkelanjutan karena bersifat musiman.
Selanjutnya, terang dia, anyaman bambu tersebut tidak bisa dikatan sebagai sumber pendapatan utama bagi keluarga. Namun, tidak pula bisa dikatakan tidak bisa membantu menambah pendapatan keluarga. Sebab, anyaman bambu tidak bisa dipandang sebelah mata, karena jika ada pesanan dari pembeli maka akan sangat membantu tambahan pendapatan keluarga.
"Ayaman bambu ini dapat menambah pendapatan suami, karena suami bekerja sebagai buruh tambang. Saya punya 5 orang anak dua orang telah bekerja sebagai sopir, kemudian 3 orang lagi masih sekolah. Hasil penjualan anyaman ini dapat membantu biaya anak sekolah," sebutnya.
Ia menyadari bahwa membuat anyaman bambu tidak membutuhkan banyak modal. Namun, proses pembuatannya memakan waktu lebih lama, di mulai dari penebagan bambu sampai meraut dan mewarnai. Kalaulah untuk menyanyam tidak terlalu lama, karena ada pesanan untuk kemasan snack sebanyak 50 buah bisa di kerjakan selama tiga hari.
"Bahan utama membuat anyaman adalah bambu jenis bambu dikenal dengan bambu Tali. Karena bambu Tali tersebut memiliki ruas yang panjang. Kemudian, tidak mudah patah dan seratnya pun baik dan bagus sehingga mudah menganyamnya. Selanjutnya, membentukannya pun lebih mudah sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Kemudian bahan pendukung lainnya yakni Lem kayu untuk perekat dan pewarnaan," sebut ibu yang mudah tersenyum ini.
Sembari bolak balik ruangan untuk mempragakan hasil inovasi anyaman bambu yang dibuatnya, ia menjelaskan tahapan yang dilakukan dalam pembuatan hingga menjadi tempat bungkusan snack. Tahapan pertama di mulai dengan penebangan bambu, dibersihkan dan potong. Kemudian, masuk pada tahap pengolahan seperti meraut bambu hingga halus. Meraut bambu tersebut bertujuan agar sembilu bambu yang tajam dapat dibuang.
Kemudian bambu tersebut dibelah hingga berikuran 0,5 cm hingga lebih sesuai kebutuhan dan ketebalan hingga 2 mm. Dalam satu batang pohon bambu bisa menghasilkan 3 kilogram bilah bambu. Selanjutnya, usai dibelah maka dilanjutkan dengan proses berikutnya yakni pewarnaan. Bambu yang sudah dibelah-belah atau di sebut juga dengan "Bilah" direbus agar warna tidak mudah luntur. Untuk mendapatkan kualitas warna yang bagus dan menyerap hingga kepori-pori bilah bambu dengan merebus selama 3 jam.
"Ada pewarna khusus tergantung pada pengolahan produk. Proses pembuatan anyaman bambu tersebut tidak banyak memakan waktu. Kemudian, jenis anyama yang dibuat berdasarkan jenias dijual berkisar Rp7000 sampai Rp35.000. Seperti tempat penyimpanan pena di jual seharga Rp7000 perunit. Kemudian, tempat snack di jual Rp10.000 perunit dan pot bunga di jual Rp15.000. Kemudian songkok lampu gantung di jual Rp35.000 perunit. Kemudian, sapu lidi warna warni di jual Rp12.500," lanjutnya.
Ia menyebutkan bahwa bantuan dan pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah belum ada terutama dalam permodahan usaha. Kemudian bantuan modal usaha dari pemerintah belum ada, namun pengajuan proposal sudah pernah dilakukan hingga saat ini belum ada realisasinya. "Kalau mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Disperingkop pernah dua kali. Pelatihan berupa pengolahan bahan baku, penganyaman dan finising anyaman bambu tersebut," akunya.*
No comments:
Post a Comment