Thursday, October 19, 2017

Prof Mr Muhammad Yamin Motivator Generasi Muda Sawahlunto

Mengangkat sosok seorang pahlawan bangsa yang kaya berbagai ilmu. 

Prof Mr H. Muhammad Yamin sebagai memotivator bagi generasi muda kota Sawahlunto. Prof. Mr H Muhammad Yamin menghembuskan nafas terakhirnya pada 17 Oktober 1962 di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, dan sesuai dengan amanat terakhirnya dikebumikan di Pemakaman Sawah Tapian Talawi pada tanggal 20 Oktober 1962 dalam upacara kenegaraan.

"Haul, untuk mengenang Prof Mr Muhammad Yamin, yang ke 3 dan ke 55 wafatnya M Yamin telah dilaksanakan tiga tahun berturut-turut di pelataran pemakaman Prof Meesten In de Rachten Muhammad Yamin. Maka, Penjelasan lebih rinci tentang Prof Mr. Muhammad Yamin oleh Feri Ansari, Diretur Pusako Unand dalam hukum tata negara. M. Yamin putera Talawi Sawahlunto di kancah nasional mampu bersama-sama mengangkat bangsa Indonesia," ujar Ali Yusuf, Walikota Sawahlunto saat memberikan kata sambutan Haul ke 3 di pelataran makam Prof. Mr. Muhammad Yamin, Selasa, 17 Oktober 2017. 

Ia menyebutkan bahwa Ustman Bagindo Khatib adalah orang tua Prof. Mr. M. Yamin mempunyai lima orang isteri, tiga diantaranya merupakan orang Talawi dengan suku Mandaliko, Patopangkanono. Hadaniah merupakan istri pertama suku Mandaliko, Ustman Bagindo Khatib mempunyai tiga orang anak diantaranya Muhammad Yaman yang terkenal. 

"Isteri kedua Ustman Bagindo Khatib bernama Saudah asal Padangpanjang setelah menikah langsung dibawa ke Talawi, tepatnya berada di pelataran makam M. Yamin sekarang. Perkawinannya memiliki akan lima orang yang dikenal adalah Muhammad Yamin dan Muhammad Didong. Tiga saudara Yamin lainnya tidak dikenal banyak orang," katanya. 

Kemudian lanjut dia, Isteri ke tiga Ustman Bagindo Khatib adalah Patopangkanono Saudariah. Anak yang dikenal adalah Jamal Adinegoro dan pada bulan Januari 2018 mendatang akan dibuat kegiatan besar-besaran yaitu hari pers 2018 tepatnya di kota Padang dan akan melakukan kunjungan serta melihat silsilah keluarga sampai ke Talawi Sawahlunto. 

"Kemudian isteri ke empat Ustman Bagindo Khatib bernama Sudjah orang Silungkang memiliki seorang anak. Selanjutnya Isteri kelima Ustman Bagindo Khatib adalah Sitirasuli, orang Talawi. Namun, berapa orang anak beliau belum diketahui secara pasti, dan akan di gali terus sehingga dapat diperoleh data yang lebih akurat dan pasti. Rabaim, Somogek diantaranya anaknya adalah guru dan foto grafer," tuturnya. 

Ia mengatakan bahwa semangat mengangkat sosok seorang pahlawan bangsa yang kaya berbagai ilmu. Prof. Mr Muhammad Yamin sebagai motivator bagi generasi muda kota Sawahlunto. Sehingga keluarga Mr Muhammad Yamin diangkat dan menjadi motivasi bagi pemerintah dalam membangun. Terutama pemerintah kota mengajak semua orang untuk melaksanakan kegiatan berziarah pada malam hari.

"Hariadi, Walikota Jogjakarta pernah datang ke pelataran makam M Yamin di ajak untuk berziarah. Ternyata pada tahun 2015 Hariadi mendapatkan keberkahan dan terus didatangi oleh M Yamin dalam mimpi. Selanjutnya Hariadi bermimpi tigakali bahwa M Yamin meminta di doakan. Maka, Hariadi kembali mengingatkan bahwa untuk mendoakan M Yamin dengan berzikir dan berdoa," sebutnya. 

Ia menjelaskan bahwa Prof. Mr. M. Yamin ketika di asingkan oleh Bung Karno di Jogjakarta karena selisih pendapat bersama dengan bapaknya Adnan Buyung Nasution. Pada waktu Adnan Buyung Nasution masih SMP kelas 3, selama Adnan Buyung Nasution bergaul dengan M Yamin ini sehingga ciri dan karakter M Yamin turun pada Adnan Buyung Nasution. 

"Sehingga sewaktu Adnan Buyung Nasution datang ke pelantaran makam M Yamin mengatakan bahwa agar menghormati dan berdoa. Ternyata 17 Oktober untuk dilaksanakan haul dan zikir bersama di pelataran makam M Yamin. Sehingga seluruh kelompok Yasinan yang telah dibentuk pada tahun 2015 lalu di Kecematan Talawi melaksanakan haul dan zikir bersama untuk mengenang jasa dan mendoakan M Yamin," katanya. 

Menurut Ali Yusuf, tidaklah salah kiranya kita membanggakan putera Talawi Sawahlunto mampu mengangkat bangsa, maka kita lanjutkan perjuangan beliau. Maka, M Yamin ingin di makamkan di kampung halamannya karena M Yamin menyadari selama menjalankan tugas negara di pusat dan M Yamin tidak tidak pernah pulang ke Talawi. 

"Maka, M Yamin berfikir sekiranya makamnya berada di Talawi akan memberikan manfaat setelahnya dan diambil hikmahnya untuk generasi selanjutnya. Sehingga M Yamin meninggal di kebumikan di kampung halaman agar semangat dan perjuangan beliau bisa dicontoh oleh generasi bangsa," katanya. 

Sejarah mencatat, Proklamasi Kemerdekaan bangsa ini diraih ketika perjuangan tidak hanya dijajaki dengan bedil dan bambu runcing, tetapi saat perjuangan telah menempuh jalur politik  intelektual. Perjuangan jalur  intelektual ini dilakoni oleh tokoh-tokoh pemuda pelajar Indonesia yang berjuang  menyatukan cita-cita kemerdekaan melalui organisasi-organisasi dan kepartaian.

Tokoh pemuda yang aktif berjuang dijalur organisasi dan kepartaian serta terlibat secara langsung sebagai pelaku sejarah mengantarkan rakyat Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan dan menyusun dasar negara adalah  Muhammad Yamin.

Feri Ansari, Diretur Pusat Studi Konstitusi (PusaKo) Universitas Andalas menyebutkan bahwa Prof Mr Muhammad Yamin, putra Sawahlunto kelahiran Talawi 23 Agustus 1903 ini juga dikenal sebagai tokoh intelektual penggagas pemersatu perjuangan bangsa melalui konsep Sumpah Pemuda yang diproklamirkan pada Kongres Sumpah Pemuda  28 Oktober 1928, yang menjadi tonggak baru dimulainya sejarah perjuangan kemerdekaan  dengan menghapus sekat-sekat  paham kedaerahan  berjuang sebagai bangsa Indonesia yang bersatu.

Meski lahir dan dibesarkan di pelosok pedesaan Sawahlunto Sumatera Barat,   Muhammad Yamin  mampu tampil sebagai tokoh nasional yang eksentrik karena gagasan-gagasannya yang futuristic dan terkadang controversial. Dikenal sebagai Bapak Bangsa yang sejajar dengan Soekarno dan Mohammad Hatta saat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ia berkontribusi besar dalam perumusan UUD 1945, perumusan dasar negara dan pendesain lambang negara Garuda Pancasila.

Menariknya Mr. Muhammad Yamin yang meraih gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada tahun 1932 di Rechtshoogeschool te Batavia juga dikenal sebagai pelopor Hak Azazi Manusia, Pelopor kesusastraan modern, pelopor ilmu sejarah tanah air, pelopor  penggunaan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan dan ia juga tercatat sebagai pelopor berdirinya peguruan tinggi keguruan di seluruh ibukota provinsi di Indonesia.

Di masa penjajahan (1928) Yamin muda saat berusia 16 tahun mengawali pergerakannya bersama Jong Sumateranen Bond menggoreskan sejarah sebagai pelopor tercetusnya bahasa  melayu sebagai bahasa pemersatu  bangsa Indonesia. Rasa Nasionalisme membawanya pada pemikiran harus ada peralihan dari Neerlando- sentries menjadi Indo-sentris, salah satunya dengan peralihan bahasa pengantar dari bahasa Belanda menjadi Bahasa Indonesia. Karena saat itu bahasa pengantar di sekolah dan di perkumpulan wajib menggunakan bahasa Belanda.

Saat kongres Pemuda berlangsung  28 Oktober 1928 di Jakarta, pemuda Talawi ini menyerahkan  konsep Sumpah Pemuda yang ditelurkannya dalam secarik kertas kepada Sugondo, pemimpin Kongres Pemuda waktu itu. 

Konsep ini  disetujui oleh anggota kongres dan ditetapkan sebagai putusan yang wajib dipakai oleh semua perkumpulan bangsa Indonesia hingga kini. “Bertoumpah darah jang satoe, tanah Indonesia. Berbangsa  jang satoe, bangsa Indonesia. Mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia”.

Putusan yang kemudian disebut Sumpah Pemuda itu sangat memberi kekuatan pada pergerakan nasional. Sumpah Pemuda menjadi  titik balik dari rakyat bermental terjajah menjadi bangsa yang siap untuk merdeka .Banyak pihak memuji gagasan Mr.Muhammad Yamin, termasuk Bung Karno sendiri yang waktu itu berkediaman di Bandung.

Perjuangan M Yamin dalam politik praktis dan kepartaian dimulai di tahun 1930 ketika ia dengan tegas memilih  bergabung dengan Partindo (Partai Indonesia) yang berazazkan non kooperasi, atau tidak mau bekerjasama dengan pemerintahan Belanda.

Menolak tawaran bekerja sebagai pegawai pemerintah Hindia-Belanda dengan iming-iming gaji besar dan kedudukan lumayan, ia mencari nafkah  sebagai penulis, wartawan dan pengacara. Ia juga mengajar di Sekolah Jurnalistik dan Pengetahuan Umum yang didirikan oleh Perdi (Persatuan Djurnalistik Indonesia) di Jakarta. Sebagai wartawan ia dikenal berpena tajam.

Saat pergerakan Nasionalis non-kooperatif berada pada titik lumpuh karena Belanda melakukan kebijakan represif  terhadap partai-partai yang non-kooperatif, Yamin mengubah taktik dengan berjuang secara kooperatif (bersedia bekerjasama dengan Belanda) melalui Volksraad (Dewan Rakyat). Tahun 1939  ia terpilih sebagai  Volksraad melalui pemilihan di Gementee Minangkabau. Keputusannya duduk  sebagai Volksraad menuai kecaman dari rekan-rekan se-partainya, ia dianggap berkhianat.

Duduk di Volksraad Yamin pun membuktikan, ia tidak mengkhianati perjuangannya. Ia tampil sebagai anggota Volksraad yang kritis dan radikal terhadap permasalahan yang dianggapnya tidak sesuai dengan cita-cita rakyat Indonesia. Tercatat ia mengkritisi  dan memecah belah  National Fractie yang  menurutnya hanya mewakili  kepentingan Jawa.  Yamin juga bersuara keras menuntut agar pemerintah Belanda mencabut kembali larangan terbit terhadap majalah Indonesia Raya, yaitu majalah terbitan PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) yang dibredel  karena memuat karangan berjudul Eereschuld der Indonesische Intellectuelen (Hutang Budi dari Kaum Cendikiawan Indonesia). 

Di era penjajahan Jepang,  anak  dari Usman Bagindo  Khatib dan Siti Saadah ini  terpilih sebagai anggota Badan Pemeriksa Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI, Mei-Juli, 1945) yang berhasil merancang UUD RI.  Dalam perumusan UUD 1945, tercatat dalam sejarah M.Yamin adalah pelopor Hak Azazi Manusia (HAM) di awal bumi pertiwi ini merdeka. Ia berseberangan pendapat dengan Soekarno dan Soepomo mengenai pencantuman pasal penjaminan HAM dalam UUD 45.

 “Kalau hak rakyat tidak terang dalam hukum dasar (konsitusi,-red) berarti telah terjadi 'grondwettelijke fout', kesalahan Undang-Undang Hukum Dasar. Itu besar sekali dosanya buat rakyat” pernyataan Yamin ini tercatat dalam sejarah saat ia harus berdebat hebat dengan Soekarno dan Soepomo dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Kala itu, kubu Yamin dan Hatta keukeuh agar deklarasi hak asasi manusia diatur secara jelas dalam konstitusi. Sedangkan, kubu Soepomo dan Soekarno awalnya bertahan pada negara Indonesia harus mengedepankan paham kekeluargaan, bukan HAM yang merupakan paham individualisme yang diimpor dari barat.

Pada akhirnya usulan Yamin diterima sehingga UUD 1945  memuat pasal 27 yang menjamin kesamaan hak warga negara di muka hukum dan pemerintahan, serta pasal 28 yang menjamin kebebasan berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat. 

Saat merintis kemerdekaan ia bergandengan tangan dengan Soekarno, namun di masa awal kemerdekaan saat Soekarno menjadi Presiden, M.Yamin  yang saat itu berusia  42 tahun malah mencicipi vonis hukuman penjara  karena ia dituduh melakukan makar.

Saat itu Belanda ingin menjajah kembali Indonesia dengan mengirimkan tentaranya membonceng tentara NICA menguasai beberapa kota di pulau Jawa. Artinya Belanda tidak mau mengakui kedaulatan Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaan. 

Kabinet Syahrir didukung Presiden Soekarno memilih strategi diplomasi dengan Belanda, namun Tan Malaka yang didukung M.Yamin dan ratusan tokoh partai politik membentuk kubu Persatuan Perjuangan yang menentang kebijakan diplomasi. Mereka memandang strategi menghadapi Belanda adalah dengan politik perang, jalan diplomasi boleh ditempuh jika Belanda telah mengakui kemerdekaan sepenuhnya.

Buntut perbedaan pendapat ini, pada 3 Juli 1946, Muhammad Yamin bersama Ahmad Subardjo, Iwa Kusuma Sumantri, dan Jenderal Mayor Sudarsono menghadap Presiden Soekarno guna mengajukan usul politik dalam secarik surat yang berisi tuntutan agar Presiden Membubarkan Kabinet Syahrir dan Amir Syarifuddin, serta agar Presiden menyerahkan kekuasaan di bidang militer kepada Panglima besar Angkatan Perang dan  di bidang politik ekonomi dan social kekuasaan diserahkan kepada Dewan Pimpinan Politik yang anggotanya akan segera dibentuk.

Ternyata Presiden Soekarno menolak usulan tersebut dan memandang upaya Yamin dan kawan-kawan sebagai tindakan perebutan kekuasaan atau makar. Atas tuduhan makar tersebut Yamin dan kawan-kawan menjalani hukuman penjara berpindah-pindah selama kurang lebih dua tahun.

Dalam pembelaannya di depan Mahkamah Agung terkait tuduhan makar tersebut, M.Yamin berkata bahwa “Peristiwa  itu ialah petisi dengan surat  dan cara penyampaiannya  adalah dengan cara petisi pula yang berdasarkan legal atas pemakaian hak rakyat atau the democratic right of petition, dan petisi itu disampaikan berlatar belakang karena Sekutu akan menyerahkan Indonesia Timur kepada Belanda di Makassar”.

Walau sempat menyandang tuduhan sebagai pelaku makar, di tahun 1951 Mr.M Yamin diangkat sebagai Mentri Kehakiman, naluri pembelaan HAM tetap berkobar. Saat menjabat sebagai Menteri Kehakiman pada periode 1951-1952, yang pertama dia lakukan adalah membebaskan tahanan politik yang dijebloskan tanpa melewati persidangan.

Kala itu, Yamin diwarisi untuk mengurus 17 ribu tahanan dari kabinet sebelumnya. Kebanyakan dari tahanan itu ditahan tanpa proses persidangan sejak 1949 karena dicap komunis atau sosialis pendukung politik Tan Malaka. 

Yamin membebaskan 950 tahanan politik yang ditahan tanpa proses penuntutan termasuk membebaskan Chaerul Saleh salah satu tokoh sentral yang berseberangan dengan politik diplomasi Sukarno di tahun 1949.

Namun kebijakannya ini menuai protes dari beberapa kalangan, dan Muhammad Yamin terpaksa mengundurkan diri dan melepas kedudukannya sebagai Mentri Kehakiman yang baru dijabatnya selama dua bulan.

Juli 1953 hingga Juli 1955 M.Yamin ditunjuk sebagai Mentri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) dalam cabinet Sastroamijoyo. Salah satu karya M.Yamin sebagai Mentri PPK adalah mendirikan Peguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) di berbagai ibukota provinsi di seluruh Indonesia, termasuk didekat kampong halamannnya Padang dan Batusangkar. Kelak PTPG ini tumbuh menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP).

Pendirian Peguruan Tinggi di seluruh ibukota provinsi ini memperlihatkan kepekaan Muhammad Yamin terhadap kebutuhan pendidikan tinggi di luar pulau Jawa untuk memajukan bangsa. Saat menjabat Komando Tertinggi Operasi Ekonomi Seluruh Indonesia tepatnya pada tahun  1962 ia mendirikan Unversitas Cendrawasih di Irian yang memulai kuliah pertama pada 28 Oktober 1962 bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda.

Saat menjabat mentri PPK di tahun 1955 ia meminta Bachruddin Joesoef Habibie (Prof.Dr.Ing BJ Habibi, Presiden ke-3 RI) dan teman-temannnya untuk belajar mengenai teknologi pesawat terbang dan teknologi membuat kapal.

Saat itu BJ.Habibie masih berstatus mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof.H.M Yamin melihat potensi dan harapan besar pada diri pemuda BJ Habibie, hingga ia selaku menteri pendidikan mengirimnya ke Jerman Barat untuk belajar teknologi membuat pesawat terbang demi memajukan dunia teknologi kedirgantaraan Indonesia.

Prof.HM.Yamin adalah seorang cencikiawan dan pengarang buku yang luar biasa, M Yamin produktif dalam penulisan buku dan risalah sejak zaman pergerakan hingga akhir hayatnya.  Hasil pemikiran dan gagasannya ia tuangkan dalam berbagai judul  karya sastra, tulisan ilmiah, buku dan pidato yang hingga kini menjadi acuan ilmu sejarah yang orisinil.

Meski menorehkan nama besar di negeri rantau, ia selalu merindu dan memikirkan kemajuan kampung halaman. Tepat seperti  sajak yang  pernah digubahnya dikala muda, Prof.M Yamin pada akhir hayatnya mewasiatkan agar ia dikembalikan “ke kampong kelahirannya tepat disamping ayahnya berbaring”, Talawi Sumatera Barat.  

“Lamun hati terkenang pulang”, dan iapun pulang kekampungnya saat “nyawa putus, badan hilang”. 

No comments:

Post a Comment