Kerlap-kerlip lampu kota membias
dijalan pada aspal jalan yang basah usai hujan sore itu. Azan maghib telah
dikumandangkan, imam shalat telah membacakan salam tanda shalat masgrib selesi,
tertengar jelas dari corong pengeras suara mesjid tidak jauh dari kantor dinas
Pariwisata Kota Sawahlunto.
Hujan rinai masih turun, beberapa
kawan tampak duduk minum kopi Adril, yang akrab disapa mbah BW. Mereka
menikmati dinginnya senja saat hujan masih turun. Jam menunjukan pukul 19.00,
Rabu, 27 Juli 2016. Senja itu, Penulis bertemu dengan beberapa orang pemuda
diwarung kopi sembari menikmati pemandangan lampu kota arang senja itu.
Kehidupan masyarakat kota
Sawahlunto pada umumnya sejahtera, sebab ketika pekerja PT Bukit Asam
dipindahkan ke tanjung angin mereka meninggalkan budaya yang sampai saat ini
masih terawat. Masyarakat kota Sawahlunto itu ibaratkan seperti jamur, mereka
buntuh dan tumbuh. Kehidupan yang bersaing sangat tinggi atar sesama, namun
persaingan secara sehat dan positif.
Kecenderungan masyarakat terutama
anak muda di kota Sawahlunto ini kebanyakan latah dan ikut-ikutan. Mereka
sering nongkrong, secara bersama-sama tanpa ada tujuan yang jelas. Mereka juga
sangat cuek dan santai dengan lingkungan yang ada. Kebanyakan anak muda suka
berleha-leha menghabiskan waktu bersama-sama sampai larut malam.
Anak muda saat ini suka
berondoh-ondoh atau pergi berduyun-duyung ke suatu tempat. Misalkan ada warung
yang baru buka, dan banyak didatangi pengunjung. Apalagi menonton bola di
siaran televisi mereka juga datang beramai-ramai.
Melihat kondisi tersebut pasti ada
pula masyarakat membuka warung yang sama dengan menu yang sama. Sehingga sampai
pada akhirnya warung yang pertama tersebut menjadi lengang, karena pelanggannya
terbagi. Meskipun demikian, masyarakat tetap hidup rukun dan damai tanpa ada
cikcok.
Selain itu, dari segi agama juga
bisa hidup berdampingan. Hal itu diungkap Riano, 30, warga Kelurahan Tanah
Lapang, Kecamatan Lembah Segar menyebutkan budaya yang masih dipakai tersebut
misalnya seseorang membuka usaha menjual kain, jika kain tersebut di pasaran
katakanlah di jual Rp 100 ribu. Sesampai di kota Sawahlunto kain tersebut di
jual Rp150 ribu atau Rp200 ribu pasti akan dibeli. terpenting menurut mereka
ada.
"Jadi, gaya hidup masyarakat
di kota ini ada, harus ada. Bisa dikatakan mereka bersaing untuk memdapatkan
suatu barang, namun mereka latah atau ikut-ikutan. Yang terpenting bagi mereka
adalah mereka memiliki barang yang mereka inginkan tersebut, tidak mempersoalkan
harganya," sebut rian.
Ia mengakui persaingan dan gaya hidup
masyarakat di kota ini sehat. Sebelumnya, di kota Sawahlunto ini ada yang
membuka usaha warnet, kemudian anak muda ikut berduyun main warnet, sehingga
warnet menjadi ramai. Melihat kondisi seperti itu, pengungasaha yang lain juga
ikut membuka warnet.
Setelah warnet, masuk Wifi id
orang pada beralih dan memburu Wifi id sehingga warnet menjadi lengan karena
orang telah banyak memakai wifi id. Meskipun demikian, warnet tetap bertahan
dan tetap berjalan, namun tidak se ramai yang dulu. Tapi pengusaha tersebut
tidak ingin membanting stir untuk membuka usaha yang lain pula. "Siap
kuat, maka ia akan bertahan. Seperti itulah istilahnya," ungkap rian saat
di temui di warung kopi.
Hal serupa juga dikatakan Jesi
Prima, kecenderungan masyarakat serta anak mudanya terlihat santai, cuek, dan
suka berleha-leha. Dikota ini juga banyak komunitas dan anak nongkrong, seperti
klub motor, komunitas seni, komunitas budaya dengan kajian kebudayaan atau
kebiasaan, tidak lagi seni, termasuk komunitas sosial. "Kalau hubungan
agama di kota Sawahlunto ini lebih aman dan lebih nyaman dibandingkan kota-kota
lain. Kami bisa hidup berdampingan dan saling menghargai," katanya sembari
menyeduh kopi hangat yang baru saja sampai dimeja duduknya.
Masyarakat disini memang cuek,
misalkan saja sehebat apa-pun artis papan atas yang manggung di sini paling
mahal untuk memberikan tepik tangannya. Karena begitu cueknya masyarakat di
kota ini. "Tepuk tangannya mana? Sampai Armada komplen ketika itu dan
dikatakah kalian udah masuh tidak bayar tepuk tangan saja susah," kata
Rian sembari tertawa meniru gaya Armada tersebut. "Jika dikatakan gaya hidup
masyarakatnya masa bodoh, tidak juga. Mereka memang peduli, buktinya mereka
hadir untuk menonton," sambungnya Rian kereranan.
No comments:
Post a Comment