Songket Silungkang Kota Sawahlunto |
"Kota Sawahlunto memiliki sebanyak 701 pengrajin Songket
dengan 26 pengusaha. 701 pengrajin tersebut terdapat di Silungkang sebanyak 250
pengrajin, Lembah Segar terdiri dari 365 penrajin, kemudian Barangin sebanyak
67 pengrajin dan Talawi ada 19 pengrajin. Pengusaha songket tersebut yang
tersebar di Silungkang, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Barangin, Sementara
Kecamatan Talawi masih menompang, karena baru pelatihan. Untuk meningkatkan
pangsa pasar songket lebih cenderung ke Sumatera bagian Utara dan perantau
Silungkang membawa songket ke Jakarta," ungkap Indra Syamsi, Kabid
Industri Diperindagkopnaker Kota Sawahlunto, kepada Penulis, Senin, 15 Agustus
2016.
Ia menyebutkan bahwa potensi produksi dari tahu ke tahun terhadap
permintaan songket terus mengalami peningkatan. Meskipun grafiknya naik turun,
namun rata-rata terus mengalami peningkatan. Songket tidak hanya di pakai pada
acara tersentu saja, seperti alek nagari, acara adat dan sebagianya. Sebab
songket saat ini telah menjadi tren dan menjadi pakaian harian.
"Rata-rata pengrajin bisa menyiapkan tiga helai kain dalam
seminggu perorang. Meskipun ada yang bisa menyiapkan sebanyak empat helai kain
dalam seminggu. Hal itu bergantung kepiawaian pengrajin yang membuat songket,
termasuk tingkat kesulitan atau ramainya motif," sebutnya.
Kemudia, lanjut dia, untuk bahan-bahan baku songket bagi pengrajin
sebagian bisa didapatkan di kota Sawahlunto, namun secara keluruhan bahan-bahan
baku berasal dari Batam dan Jawa. Karena bahan baku seperti benang dari
Sawahlunto belum ada. Meskipun demikian, bahan-bahan baku seperti benang Pakan,
benang emas telah ada yang menjual di sini Kopikra dari Kota Sawahlunto dan
Bukittinggi. Namun pada umumnya benang peregang tersebut didapatkan dari Jawa.
Pelatihan yang diberikan Pemerintah Kota pada pengrajin songket
binaan berupa pelatihan terhadap pengrajin pemula. Pelatihan yang diberikan
selama 15 hari untuk pelatihan dasar pembuatan songket. Karena pelatihan dan
bimbingan yang diberikan kepada kelompok pengrajin pemula. Karena pengrajin
binaan pengetahuannya terhadap tenun memulai dari nol mendatangkan instruktur.
Selanjutnya, instruktur pelatihan dari orang Silungkang dan orang Lunto
diharapkan peran aktifnya untuk melakukan pendampingan. Kemudian, kelompok
pelatihan tersebut setelah mereka memproduksi songket diharapkan instruktur
untuk mengambil atau membeli hasil produksi mereka untuk dipasarkan, termasuk
dari dinas yang melakukan pendampingan memasarkan.
"Jadi, pengembangan ini bukan hanya fungsinya dari
pemerintah, diminta kepada stakhorder terkait pengusaha yang ada termasuk
instruktur yang diminta tenaganya untuk melatih tetap memberikan pendampingan
dan pembinaan. Pelatihan tersebut tidak hanya dari pemda saja, diharapkan ke
ikut sertaan dari instruktur termasuk pengusaha. Maka 26 pengusaha tersebutlah
yang akan menjadi pendamping dan pembinaan," tuturnya.
Lebih lanjut Indra Syamsi berharap pengusaha inilah yang akan
menerima hasil produksi pengrajin yang baru atau pemula ini. Jika pemula yang
bertenun dan hasilnya tentu dibawah standar, maka diharapkan perhatian dari
instruktur untuk melakukan pendamping dan penampung produksi tenun yang baru.
Selain itu ungkapnya, pelatihan membuat songket juga diberikan
pelatihan warna celup alam atau dengan warna alam kepada pemula maupun yang
telah berpengalaman. Selanjutnya petugas lapangan jika tidak ada agenda ke luar
kota atau ada agenda lain, petugas lapangan ful memberikan pelatihan terhadap
pengrajin. Karena tidak hanya songket saja namun ada industri lainnya UMKM yang
besiknya tidak tenun.
Pembinaan diberikan tidak hanya pada pengrajin yang baru saja,
namun juga melibatkan yang telah lama menenun. Sebab, petugas lapangan diskusi
mengikapi persoalan yang dihadapi oleh pengrajin. Termasuk mencarikan pasar dan
membawa tamu ketempat pengrajin untuk melihat proses pembuatan songket
tersebut. Kemudian membantu memberikan penerangan kepada tamu untuk proses
pembuatannya. Sebab tidak semua pengrajin yang mampu memberikan penjelasan atau
keterangan kepada tamu.
"Maka kita akan memfasilitasi untuk memberikan penjelasan
dengan harapan jika tamunya tertarik maka songket akan dibeli. Apalagi
tamu-tamu dari pemda tentunya didampingi disamping memberikan penjelasan
kebijakan yang dilakukan. Salah satunya memakai pakaian tenun pada hari kerja.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pangsa pasar dan produksi bagi
pengrajin," sebutnya.
Pemda sebagai fasilitator akan akan meresmikan pasar Songket pada
25 Agus mendatang yang berpusat di Muara Kalaban. Kemudian, diharapkan bahwa
pengrajin menjual kain songket mereka di pasar tersebut yang terpusat pada satu
titik. Pemda menyiapkan tempat dan spes untuk pengusaha dan diharapkan
pengusaha tersebut berjualan ditempat yang disediakan tersebut.
"Jadi, jika tamu-tamu pemda akan diarahkan di pasar tersebut,
maka disanalah akan didapatkan berbegai macam jenis dan warga songket dari
bangak pengusaha. Maka, sana pembeli akan lebih leluasa memili dan tidak terjadi
lagi kecemburuan sosial. Produk songket siapa yang akan dibeli oleh konsumen,
maka pengusaha maupun pengrajin akan beruntung," akunya.
Sebab selama ada anggapan bahwa kenapa setiap ada tamu hari ke
tempat-tempat itu saja yang dibawa. Hal itu disebabkan karena belum adanya
pusat perbelanja songket dan masih terpisah-pisah. Sehingga terkesan anak tiri
dan anak kandung, kepanapa setiap ada tamu yang datang selalu di bawa ke tempat
Ita INJ saja. Karena di tempat tersebut memiliki lokasi yang lapang dan terkonsep
dengan baik oleh pengusahanya.
Bantuan yang diberikan kepada pengrajin disamping memberikan
pelatihan juga diberikan hak pijam pakai alat tenun. Kemudian pelatih celup
alam, pelatihan motif, dan pelatihan pangsa pasar termasuk meningkatkan kualitas
produksi dengan produk unggulan serta kemasan, seperti tas dan kotak. Perlu
diingatkan kepada pengrajin adalah bagaimana memenuhi selera pasar, mulai dari
kualitas bahan baku, kemudian warna dan motif.
Tahun ini ada sebanyak 24 unit alat tenun yang di pinjam pakai
pada dua angkatan setelah diberikan pelatihan. Masing-masing angkatan tersebut
dilihat berdasarkan tempat, seperti di Bancah ada 12 unit termasuk Muara
Kalaban. Kemudian desa Bukit Gadang 12 unit alat tenun. Masih ada satu angkatan
lagi yang belum diberikan kepada Desa Durian I dan Durian II. Kemudian untuk
angkatan ke tiga akan diikuti sebanyak 12 hingga 15 orang yang akan menerima
alat tenun. Sebab, dilihat sepintas menggunaan alat tenun ini sangatlah mudah
dan gampang, namun setelah didalami tentu akan ada yang tidak sanggup, maka
akan dicarikan penggatinya.
Untuk bantuan pendanaan tidak dibenarkan oleh pemda. Sebab pada
tahun 2008 ada namannya pinjaman lunak namun saat ini tidak ada lagi. Maka
bantuan yang diberikan berupa satu unit platai lengkap dengan benang 'tagak'
untuk menghasilkan 12 helai kain songkat ukuran kain panjang 175 cm dan lebar
80-hingga 90 cm dan ditambah pula dengan 'banang pakan' untuk motif kiri dan
kanan untuk tiga helai kain.
"Kemudian pengrajin untuk menjual kain songket produksi ke
dua, maka kain yang ketiga disihkan untuk membeli 'banang pakan dan 'banang
tagak'. Maka, setelah penjulan hasil produksi tersebut tidak dihabiskan untuk
berbelanja saja, namun disimpan sebagain untuk membeli benang untuk produksi
selanjutnya. Pada iven sawahlunto internasional Songket carnaval (SISCa) 25-27
agustus mendatang, mereka akan terlibat untuk mengisi stan pameran di pasar
songket," ungkapnya.
Sementara itu yang menjadi kendala sebetulnya adalah mencarikan
kesiapan si penerima peralatan tenun. Sebab, menenun keliatannya mudah, namun
tidak seperti yang dibayangkan. Sehingga separuh jalan banyak yang tidak
sanggup untuk mengerjakannya. Padahal untuk telah diberikan pelatihan dasar
menenun. Pelatihan celum alam atau pelatihan mewarnain dengan warna alam.
"Untuk APBD bidang isdustri dianggarkan sebesar Rp 2 miliar.
Anggaran ini tidak hanya untuk songket saja, namun diperuntukannya untuk
industri yang lain. Anggaran tersebut dirasa mencukupi karena pemerintah punya
perhatian lebih untuk industri," katanya.
Sementara itu, Reflizal Wakil Ketua Komisi II, DPRD Sawahlunto
mengatakan bahwa terkait program yang canangkan pemerintah kota dalam hal ini
Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) khususnya songket. Perlu jadi perhatian khusus
oleh pemerintah kota bahwa untuk membina pengrajin industri songket. Namun, ia
melihat hingga kini belum ada data khusus yang menunjukan berapa pengrajin
songket tersebut yang aktif.
"Sampai saat ini kita belum mengetahui berapa yang aktif,
meskipun banyak pengrajin. Kalau pengrajinnya tidak ada ataf tidak aktif apa
persoalanna. Jika persoalan tersebut hanya terkait dengan masalah biaya tidak
mungkin rasanya. Karena untuk UMKM dan industri banyak anggarannya, jika
pemerintah bisa bersinergi. Banyak dana yang bisa didapatkan anggaran APBN dari
kemeterian ekonomi dan bantuan langsung. Jangan mengandalkan APBD saja,"
katanya.
Ia melihat selama ini belum ada keseriusan serius untuk
menggerakan pelaku usaha UMKM khususnya songket. Padahan industri ekonomi
kreatif telah digalakan oleh pemerintah pusat dari kementerian. Maka,
berdasarkan data pelaku dan pengrajin aktif yang di miliki oleh pemerintah kota
bisa dianggarkan untuk itu
No comments:
Post a Comment