"Oi, capeklah
bukak baju, mandi wak lae. den dulu mandi kabawah" begitulah cara komunikasi mereka
sesampai di bibir sungai. Candra,10 merencanakan mandi-mandi ke sungai untuk
mendinginkan badan. Siang itu, suara azan zhuhur sayup sampai terdengar berpadu
dengan suara kendaraan yang lalu lalang di jalan dari arah Pasarraya menuju
Mata air atau sebaliknya pada Minggu, 18 Desember 2015. Siang itu beberapa bocah
mandi bertelanjang dada di batang air orang mengenalnya, Air Simpang Tigo, Jambatan
Buai atau Jambatan Gantuang Kelurahan Mata Air, Kota Padang, Sumatera Barat.
Sesuai dengan nama dari Jambatan Gantuang atau Jambatan Buai
yang banyak dikenal warga sekitar. Jembatan tersebut kini telah berganti dengan
jembatan besi dan beton. Namun hingga saat ini nama 'Jemabtan Gantuan' itu
masih tetap menjadi sebutan bagi masyarakat sekitar meskipun jembatan tersebut
telah di revisi. Tempat pemandian di bawah Jembatan Gantung Simpang Tigo dulu
dikenal dengan air yang sangat jernih dan bersih. Air sungai ini banyak di
manfaatkan warga sebagai tempat pemandian warga sekitar yang dikenal istilah
'Tepian Mandi'. Tempat tersebut juga di gunakan untuk tempat menyuci pakaian
warga sekitar.
Kini, air sungai tersebut tidak seperti air sungai beberapa
tahun silam. Air sungai tersebut telah tercamar dan terlihat kumuh serta bau.
Dulu, tempat tersebut menjadi pemandian warga, sehingga pada saat penggalian
sungai tersebut untuk membersihkan oprit sepanjang sungai. Kemudian oprit
sungat tersebut di semen dengan bebatuan sehingga oprit sungai tersebut tidak
lagi ada. Maka di tempat pemandian itu pun kemudian sediakan jenjang atau
tangga bagi masyarakat untuk turun ke sungai untuk mandi-madi dan menyuci.
Candra,10, Raihan,9, Restu,10, Ridho,10, serta anak-anak yang
tinggal di Seberang Padang. Mereka merupakan teman-teman sebaya dan satu
sekolah. Mereka sekolah SD 41 yang tidak berapa jauh dari tempat tinggal
mereka. Kebahagian tiada tara, saat mengusilin teman-teman sebayanya sedang
dilanda kesialan. Ketawa yang ngekeh dan iklas terpancar dari mata mereka dan
serta mulutnya yang melebar saat tertawa. Saling pukul dan menertawakan menjadi
hal yang biasa dengan teman sebaya.
Sementara teman-teman mereka yang lain sedang asyik mandi dan
berenang di Aia Patamuan Simpang Tigo Jambatan Buai Mata Air. Mereka menyelam
membenamkan kepalanya. Kemudian yang lain sibuk dengan senda-gurau dalam air
dan bekerjaran. Sesekali mereka pun bertanding renang di atas air, entah gaya
renang apa yang mereka gunakan saat bertanding ranang. Mungkin saja dalam olah
raga berenang pun mereka belum mengenal istilah renang. Namun mereka telah melakukan
dan mempragakannya, terlihat dari cara mereka mengusai air tampak telah mahir
berenang. Canda gurau mereka juga dibarengi dengan menyiram dan memercikan air
ke wajah sesama mereka. Mereka saling serang percikan air sembari tertawa dan
sorak sorai. "Oi alah mah, sasak angok den," sebut salah seorang dari
mereka sembari tertawa kecil.
Sementara menyusul teman-mereka yang lain bernama Candra,
Raihan dan teman-temannya yang lain bersiap-siap untuk mandi. Mereka bergegas
membuka baju untuk mendi karena telah sampai. Baju-baju serta celana mereka
diletakkan secara tak beraturan di atas rumput. Ada pula yang menyangkutkan
baju di pagar kebun warga bersebelahan dengan bibir sungai. Setelah membuka
baju mereka langsung turun ke sungai dan mencebutkan diri ke dalam sungai.
Sorak-sorai mereka kegirangan di dalam air. Mereka mandi di
sungai yang tenang berwarna hitam dan hijau lumut itu. Setiap tempat yang
mereka injaki di dasar sungai warna hitam bumpur pun mengepur ke dasar air.
Bersama gelembung-gelum air yang kecil seperti busa sabun. Mereka tetap saja
kegirangan mandi-mandi di sungai tersebut.
Sesekali mereka keluar dari dalam air dan bertengger di oprit
sungai yang telah bersemen itu untuk beritirahat sejenak. Perutnya yang
terlipat kembang kempis menahan sesak nafas usai berenang. Mata mereka yang
memerah dan sesekali ingus pun keluar. Mereka juga tampak batuk-batuk saat air
mandi kerena terteguk air.
Sementara di kulit air masih banyak popok bayi yang mengapung
hayut secara perlahan dan sampah-sampah plastik. Sesekali mereka pun berusaha
menyiram dan mendorong sampah tersebut ketepi, sehingga sampah tersebut tidak
mengarahkan pada mereka yang sedang asyik mandi-mandi. Kemudian dereka juga
menguak air dan menciptakan gelombang untuk mengisir sampah beserta lumut yang
hanyut di bawa arus.
Bibir mereka telah pucat pasi karena dingin. Badannya yang
hitam mengkilat basah oleh air karena sinar mata hari yang menguning akibat
tertutup asap. Sementara kelana dalam mereka yang sompong basah dan berlumut
saat mandi-mandi menutup aurat.
Candra,10, siswa kelas V SD Seberang Padang ini mengaku
hampir setiap hari madi ke sungai. "Sering saya dan teman-teman madi di
sungai ini. Terkadang usai main sepak bola kami mandi-mandi. Terkadang usai
main sepak bola kami mandi-mandi. Kami lebih sering mandi di bawah sebatan ini
karena dasar sungai telah di semen dan bersih," katanya.
Raihan,9, siswa kelas IV SD ini mengaku mendi disungai ini
karena menurunta air sungai tersebut bersih. "Enak mandi-mandi di sungai
karena airnya bersih. Kalau di tempat persimpangan itu airnya kotor dan berbau
lumpur. Makanya kami mandi di sini lebih atas dari simpang tigo pertemuan
air," akunya sembari menggaruk ketiaknya.
Dia menyebutkan mandi disungai asyik karena bisa berenang. "Bisa manyiram kawan. Pacu ba ranang.
Beko siap mandi pai main-main liak. Main
bola-kaki dengan anak sebelah. Siap mandi pulang karumah lai makan, litak
paruik. Mandi kadang gata-gata, banyak sarok anyuik," sebutnya.
Kepada penulis mereka barkata mandi-mandi di Batang Air Simpang Tigo Jambatan Gantuang itu hampir setiap hari. Usai mereka mandi-mandi di sungai tersebut mereka kemudian melanjutkan dengan kesibukan yang lain. Mereka juga melengkapi dengan bermain bola kaki. Kebahagian yang sempurna dari cara bergaul di antara mereka hingga mereka hilang dari pandangan mata.
Kepada penulis mereka barkata mandi-mandi di Batang Air Simpang Tigo Jambatan Gantuang itu hampir setiap hari. Usai mereka mandi-mandi di sungai tersebut mereka kemudian melanjutkan dengan kesibukan yang lain. Mereka juga melengkapi dengan bermain bola kaki. Kebahagian yang sempurna dari cara bergaul di antara mereka hingga mereka hilang dari pandangan mata.
Sementara anak-anak kelompok yang lain usai berenang dari
dalam air asyik pula bermain di sela-sela batu besar. Disela-sela batu besar
tersebut banyak sampah yang terjepit. Namun bocah-bocah tersebut tetap saja
bermain sembari mecari sampah plastik bekas. Ditangan bereka ada sampah minuman
gelas yang di gunakan untuk menangkap anak ikan yang ada di sela-sela bebatuan.
Mereka saling bahu membahu untuk menangkap anak ikan yang mereka temui di sela
bebatuan tersebut.
Mereka masih bertelanjang dada dan ada pula yang mandi
telanjang tanpa mengenakan basahan. Mereka masih kanak-kanak dan berumur belia
itu belum sunatan rosul. Sehingga saat mereka mandi bertelanjang pun tampa
memiliki rasa malu di lihat orang dewasa. Sementara baju mereka dititipkan
bersilempangan di rajut batu-batu. Orang-orang menyebutnya dengan tambalun yang
berguna untuk menahan oprit agar tidak runtuh di bawa arus sungai. "Alah
pulang lai, bakai baju" sebut salah seorang di antara mereka. Indak cuci
dulu celana dalam ang, kumuah mah" sambut salah seorang dari mereka.
No comments:
Post a Comment