Pabrik Sepatu Desa Santur Dusun Kayugadang |
Desa Santur Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, sebelumnya
memiliki kelompok industri Sepatu bertempat di Dusun Kayugadang. Kelompok
tersebut beranggotakan masyarakat Dusun Kayugadang menjadi program pemerintah
kota. Sehingga Desa Santur dijadikan Desa produktif kerajinan sepatu yang diberi
nama Sepatu Kayugadang.
Kerajinan sepatu ini akan dimasukan pada Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Desa (APBDes) 2016, ternyata dana yang dibutuhkan cukup besar. Sehingga
penjarin sepatu tersebut dimasukan pada pengganggaran kota ke Dinas
Perindusterian, Perdagangan, koperasi dan tenagakerja (Dinasperindagkopnaker)
Kota Sawahlunto. "Pelaku usaha sepatu Kayugadang terkendala oleh bahan
baku. Jadi, pada tahun 2017 akan terealisasi dari dana kota pengelola oleh
Dinasperindagkop," ungkap Zulfa, Sekretaris Desa Santur, kepada penulis,
Rabu, 12 Oktober 2016.
Ia mengatakan kelompok pelaku usaha home industri dengan
mengajukan pengganggaran sebesar Rp200 juta. Tatapi Badan Usaha Milik Desa (BumDes)
tidak bisa mengganggaran sebanyak itu. Kemudian, APBDes yang diutamakan swakelola
pembinaan masyarat.
"Desa Santur memiliki program peningkatan ekonomi
masyarakat, yakni kesenia kuda kepang mahar budaya karang anyar, kelompok jahir
dan bordir kurang anyar, penakaran burung birt berkicau. Tiga program ini telah
mulai berjalan dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat berdasarkan
kemampuan dan keahlian yang dimiliki," katanya.
Zulfa mengatakan bahwa selain itu, Desa Santur telah dibentuk
BumDes yakni citra Santur Mandiri yang bergerak dibidang jasa. Citra Santur
Mandiri ini terbentuk sejak bulan Maret, lalu memiliki molen yang berfungsi
untuk aduk semen. "Desa Santur mempunyai lima dusun dengan jumlah penduduk
sebanyak 3704 jiwa dengan 891 Kepala keluarga," katanya.
Delzifajri Tenaga Ahli Program Pemberdayaan Masyarakat
Desa (P3MD) Sawahlunto mengatakan bahwa produksi sepatu Dusun Kayu Gadang Desa
Santur yang perlu dibenahi adalah manajemen pengelola, baik dari segi kualitas
dan kuantitas produksi harus mampu memenuhi permintaan. Jika, manejemannya
bagus maka akan terjadi persaingan yang sehat, baik itu antar sesama anggota
kelompok untuk memperlihatkan kinerjanya, termasuk persaingan terhadap
pendistribuasian hasil produk baik disain.
Selain itu, jika managemannya baik tentu masing-masing
memiliki daya saing dan target yang ingin di capai. Berapa jumlah produksi,
kemudian pangsa pasar prodak yang harus di jual. Kemudian memasok barang ke
distribotor daerah lain atau menjual langsung sampai kedaerah. Manajemen yang
baik akan membentuk strategi yang baik pula termasuk stragegi pemasaran prodak
yang dimiliki.
Kayu Gadang sebetulnya memiliki pengalaman bekerja di salah
satu pabrik sepatu, kemudian pulang kampung dan berusaha untuk membuat produk sepatu.
Sehingga terbentuklah home industri. Tetapi pelaku home industri tidak
membanyangkan pangsa pasar, siapa yang akan harus membeli. Kemudian dari segi
kualitas bahan atau barang serta desain yang dirancang sehingga tampilannya pun
menarik. Bagaiman memasarkannya tidak hanya dilokal tetapi masuk ke daerah lain
pemesarannya.
"Hal itu tidak dilakukan dengan baik, termasuk konsep
yang matang oleh pelaku industri. Tentunya hal itu tidak terlepas dari
manajemen, bagaimana prodak yang ditamiliki bisa tembus pangsa pasar. Bicara
pangsa pasar tentu harus siap untuk bersaing dengan pasang pasar tersebut. Agar
prodak yang dimiliki home industri tersebut harus diketahui banyak orang, tentu
dengan cara pomosi," katanya.
Selanjutnya, untuk memikirkan pangsa pasar tentu harus
mempunyai Sumber Daya Manusia (SDM) yang bagus, manajemen yang baik serta
konsep yang terencana. Jika hal itu telah terpenuhi maka home industri sepatu
kayu gadang bisa bersaing di pangsa pasar karena telah memiliki brand dan merk.
Padahal Kayu Gadang telah memiliki brand, maka hal itu perlu di evaluasi.
"Harus ada manajemen, ada perusahaan oleh desa yang
dimanfaarkan oleh karyawan desa. Agar bisa berfikir lebih maju. Tetapi selama
ini yang terjadi adalah dengan mengharapkan bantuan. Setelah bantuan itu habis
maka produksi pun berhenti. Sebab, pelaku industri hanya memikirkan sekedar
untuk mendapatkan "makan" saja tempa memikirkan kesejahteraan,"
ungkapnya.
Ia menyebutkan bahwa setelah terbentuk home Industri Sepatu
dan dikelola secara kelompok, kemudian pada akhir tahun 2015 lalu tidak lagi
memproduksi. Untuk memulai kembali membutuhkan biaya dan memulai kembali dari
nol. Maka, untuk langkah lanjutan, maka bisa dijadikan Badan Usaha Milik Desa
(Bumdes) dengan penganggarannya dari APBDes dengan mengikuti aturan main yang
ada.
"belajar dari kegagalan sebelumnya, kenapa dulu pernah
ada produksi sepatu, namun sekarang tidak lagi muncul dan hilang. Maka, untuk
memulai kembali harus ada manajeman yang baik dan bagan struktur organisasi
yang jelas. Kalaulah yang menjadi kendala adalah dana, bisa di tanggunali
dengan dana desa, tetapi harus mengikuti aturan main. Jika tidak, maka bisa
sampai ke ranah hukum," ungkapnya.
No comments:
Post a Comment