Jumat, 19 Agustus 2016 pagi
langit Kota Sawahlunto cerah. Terik matahari terasa panas dan kerongkongan
kering karena dahaga. Jalan menuju Kecamatan Talawi bergelombang dan retak
karena struktur tanah yang bergerak sehingga mengocok perut. Ada sekitar 27
kilometer jarak tempuh dari pusat kota menuju Dusun Panjaringan Desa Batu
Tanjuang Kecamatan Talawi.
Petani Sedang Panen Padi Gadang Rumpun |
Siang itu Penulis berkunjung Kecamatan
Talawi Kota Sawah Lunto dengan Luas Kecamatan 99,39 km2 yang merupakan
penghasil padi terbesar dengan Luas Sawah 995,07 ha. Namun sebahagian besar
sawah petani merupakan sawah tadah hujan. Akibatnya, setiap tahun petani
mengalami kekeringan air sehingga banyak petani merugi. Meskipun telah dibangun
embung untuk penampung air hujan, lalu kemudian dialirkan ke sawah petani.
Jalanan yang berluku melewati
pendakian dan penurunan. Sawah-sawah petani yang menguning dan telah ada yang
memanen sebagian. Sebab, sawah tersebut berdekatan dengan sungai sehingga air
bisa alirkan dengan kincir air dan pompa. Sehingga padi petani tampak mengunik
dan berjengjang dari lereng perbukitan. Berbeda dengan sawahpetani di Desa
Susun Panjaringa dan Desa Bukit Godang dan sebagian sawah petani lainnya gagal
panen dilanda kemarau panjang. Sebab sebagian besar sawah petani tersebut sawah
tadah hujan.
Gusna, 61, petani warga Dusun
Panjaringan Desa Batu Tanjung Kecamatan Talawi sedang memasak gorengan di depan
rumahnya. Saat ini padi miliknya tidak berbuah karena sejak dan mati.
"Terpaksa disabit muda padi tersebut meskipun ada yang berbuah tapi telah
layu. Sehingga padi tersebut dimanfaatkan untuk membuat bubur saja. Kemudian
padi sisanya untuk makanan sapi dan kerbau, sebab sejak padi ditanam tidak
hujan dan tidak mendapat air," sebutnya sembari mengaduk gorengan.
Ia mengaku menanam padi sebelum
bulan puasa. Namun usai tanam padi selama bulan ramadhan hujan turun dua kali
hingga saat ini hujan tak kunjung turun. Akibatnya sawah petani menjadi kering.
"Jika padinya bagus dan curah hujan cukup maka sekali panen memdapat 800
gantang padi dengan 10 gantang benih. Namun saat ini tidak bisa panen karena
padi banyak yang mati. Jika pun ada yang berbuah, telah layu dan buah padi
tersebut menghitam karena tidak dapat air," akunya.
Hal senada disampaikan Darwin,
65, warga Desa Bukit Godang mengaku pasrah dengan kondisi saat ini. Ia
menyebutkan setelah memanam padi hujan tidak lagi turun sehingga sawah menjadi
kering. "Pada umumya sawah di bukit godang ini merupakan sawah tadah
hujan. Jika hujan maka petani akan turun kesawah, namun bila tidak hujan petani
tidak kesawah. Tetika turun ke sawah hujan masih turun dan air mencukupi untuk
menanam padi. Namun, ketika benih di semai, hujan mulai berkurang. Takut karena
tidak mendapatkan air sehingga diusahakan untuk segera memindahkan benih dengan
menaman. Namun setelah padi ditanam hujan tidak turun-turun hingga saat
ini," katanya.
Ia menyebutkan bahwa ada pula
petani yang belum sempat memindahkan benih dengan menan karena sawah telah
kering. Sehingga benih yang disemaipun tidak sempat ditanam dan benih tersebut
dibiarkan begitu saja. Namun jika dipaksakan menanam akan kerugian akan lebih
besar lagi, sebab mengupah orang untuk menanam. "Ada pula yang berusaha
menam padi namun tidak semuanya yang bisa ditanam. Sebab air telah mengering
dan keras sehingga tidak bisa ditanam. Karena padi membutuhkan air yang
banyak," sebuntya.
Ia menyebutkan tidak bergabung
dalam kelompok tani. Sehingga tidak ada bantuan dari pemerintah. "Kita
terima saja kondisi yang ada saat ini. Apa boleh buat, hujan bukan kuasa kita.
Makanya kita hanya bisa berharap ada upaya yang baik dari pemerintah untuk
dapat membantu petani gagal panen," katanya.
Ida Suarni, Kepala Urusan (Kaur)
Desa Batu Tanjung mengatakan bahwa di Desa Batu Tanjuang ini memiliki lusas 96,02 ha Sawah tadah hujan, sedangkan 93,01 ha sawah irigasi. Semetara itu,
produktifitas perhentar 5,5 ha. "Udah ada bantuan dari pemerintah kepada
kelompok tani. Itupun yang mendaftar di Koperasi, namun yang tidak mendapatkan
bantuan," katanya.
Kemudian, lanjut dia, sawah di
Desa Batu Tanjung ini merupakan sawah tadah hujan. "Embung untuk menampung
air tersebut bisa mengaliri air ke sawah namun hanya dapat digunakan untuk
lahan satu dusun saja. Jika musim penghujan hasil panen petani meningkat. Namun
tahun ini hanya panen hanya mencampai 50 persen jika dibandingkan dengan tahun
lalu yang mencapai 95 persen," ungkapnya.
Hilmed, Dinas Pertanian Kota
Sawahlunto menyebutkan bahwa jika petani gagal panen ada bantuan dari
pemerintah, yakni melalui Asuransi Usaha Tani Padi. Asuransi tersebut telah
ditawarkan kepada masyarakat petani untuk membayar 1 ha sawah sebesar Rp180
ribu permusim. Namum petani membayar hanya Rp36 ribu saja, kemudian sisanya Rp
144 lagi pemerintah yang membayar. Hal itu merupakan langkah atau antisipasi
dari pemerintah untuk petani, yang gagal panen seperti banjir, kekeringan, hama
penyakit.
"Untuk saat ini, 83 ha sawah
di sawah lunto yang mengikuti program asuransi usaha tani padi tersebut, jika
terjadi banjir, kekeringan dan hama penyakit tanaman. Mendapatkan Rp6 juta per
ha. Jadi, dengan membayar Rp36 dan Rp144 ribu dari pemerintah jika terjadi
gagal panen sesuai dengan persyaratan akan di ganti," katanya.
Ia mengaku telah mengajak
kelompok tani untuk ikut serta dalam Asuransi Usaha Tani Padi. Namun, sebagian
petani ada yang percaya dan ada pula yang berkilah sehingga enggan membayar.
"Saat ini kita sedang usulkan 348 ha sawah petani yang masuk asuransi.
Inilah yang akan menjadi jaminan apabila petani gagal panen," sebutnya.
Sementara itu, lanjut dia, tahun
sebelumnya juga mengalami kekeringan yang sama dan selah didata di mana saja
irigasi yang perlu diperbaiki. Setelah itu sesuai dengan kebutuhan dan
ketersediaan kebutuhan suasembada pangan terlah diusulkan untuk perbaikan
irigasi sebanyak 200 ha sawah dari pertanian untuk irigasi tersier.
Kemudian dari Pekerjaan Umum (PU)
sendiri telah ada program irigasi telah diusulkan. Namun yang menjadi kendala
adalah kesulitan dalam hal sumber air. Selanjutnya untuk menanggulangi
kekeringan pemerintah juga telah mengajukan pompa air ke pusat. "Pompa
tersebut diberikan tentu bagi sawah petani yang berdekatan dengan sumber air
saja bisa mengalirkan air ke sawah. Sementara petani yang tidak berdekatan
dengan bimber air maka tetap saja tidak mendapatkan air.
Ia mengukapkan bahwa kelopok tani
yang telah menerima klaim adalah kelompok tani sungai ngie, kelompok tani
Padang data Tawali Hilia. Kelompok tani sungai ngie Desa Batu Tanjuang sedang
di proses untuk dicairkan dana asuransinya. "Pemerima adalah bagi petani
yang masuk asuransi usaha tani padi, namun ada yang menolak. Tapi saat ini
tahap pertama ada sebanyak 83 ha sawah telah masuk asuransi. Kemudian saat ini
ada sebanyak 348 ha petani yang ikut asuransi karena sebagian petani telah
mengetahui manfaat dari asuransi tersebut. 348 ha sawah petani tersebut telah
diusulkan di pusat," tuturnya.
No comments:
Post a Comment