Kuda Kepang HArapan Jaya (HJ) Tansi Baru, Lembah Segar |
Usai shalat Ashar, Sabtu, 5
November 2016 langit kota Sawahlunto tampak mendung. Sementara pengendara
tampak sibuk mondar-mandir di jalanan kota dan bermuara di Gedung Pusat Kebudayaan
(GPK). Disela-sela Kendaraan yang parkir seleweran itu, pengunjung berdiri dan
duduk diatas motor yang terparikir tengah menyaksikan pertunjukan seni
tradisional kuda kepang disebut juga Kuda Lumping.
Bunyi musik gamelan mengisi ruang
permainan kuda kepang tersebut menyedot perhatian penonton. Kepulan asap yang
membubung ke udara, serta bau kemenyan yang dibakar berpadu dengan wewangian
bunga tujuh rupa atau bunga rampai yang menyengat menambah sakralnya permainan
seni tradisi kuda lumping yang sedang berlangsung. Pertunjukan kuda lumping
tersebut merupakan bagian dari item kegiatan Festival Wayang Nusantara (Fawanusa)
2016 Kota Sawahlunto.
Selang beberapa menit pertujukan
kuda lumping berlangsung, para pemanin tiba-tiba kejang-kejang dan berguling-guling
di halaman parkir GPK seperti ada yang memasuki tubuh pemain. Pemain seperti
orang 'mabuk' tak sadarkan diri lalu kembali berdiri dan terus menari-nari
dengan mata yang menerawang. Ada pula mata pemain kuda lumping yang merah dan
tajam melotot melihat keseluruh penonton yang ada di sekitar. Sesekali pemain
kuda lumping bersikecah dan berlarian menuju arah penonton yang memakai baju
merah.
Jika hal ini ditiru akan
merugikan bagi diri sendiri, teruma jika tidak memiliki kemampuan untuk itu.
Konon permainan itu dipragakan oleh orang yang terlatih untuk memainkan kuda
lumping tersebut. Perlahan jumlah pemain pun bertambah dalam lingkaran
pertunjukan kuda lumping tersebut. Ada yang memakan bara api, memakan bunga
rampai yang disirami dengan minyak duyung. Kemudian, ada pula pemain yang
memakan kaca seperti memakan kerupuk tanpa ada efek apapun terjadi pada
mulutnya.
Penonton pun berteriak serta
bersorak tertawa terbahak-bahak melihat ada penonton memakai baju merah di
kejar oleh pemain kuda lumping. Penonton yang terdiri dari anak-anak dan orang
dewasa itu terkuak menghindar kejaran pemain kuda lumping yang sedang mabuk.
Sejarah kuda lumping tersebut
dibawa oleh Walisongo digunakan untuk berdakwah seruan agama Islam. Karena
pada masa itu, penyebaran agama Islam ke Indonesia khusunya pulau Jawa
sangatlah sulit. Karena sulitnya penyebaran Islam dimasa itu, sehingga berujung
pada bunuh membunuh antar sesama, termasuk antara adik-kakak saling membunuh.
Maka, agar tidak saling kenal dan saling mengetahui satu sama lain, maka
digunakanlah topeng untuk mengelabui.
"Makanya dalam seni kuda
lumping tersebut ada pemain yang mengenakan topeng. Maka makna filosofinya
adalah untuk penyelamatan diri dari kakak atau adik sendiri agar tidak dibunuh,
karena diketahui sedang menganut agama yang sedang di anut. Sebab, sebelum
Islam masuk ke Indonesia di pulau Jawa banyak masyarakat yang menganut agama
Hindu," ungkap Mbah Hisar, sesepuh kelompok Kuda Kepang Harapan Jaya (HJ)
Tansi Baru, Kecamatan Lembah Segar.
Kemudian, lanjut dia, dalam
pertunjukan seni kuda lumping ada pemain memakai Garongan, merupakan simbol
dari serakah dan tamak serta suka mengadu domba untuk mencari keuntungan
sendiri tanpa memikirkan nasib orang lain. Selanjutnya, Kuda kepang itu sendiri
yang terbuat dari jalinan bambu merupakan simbol dari transportasi. Sebab,
dimasa itu belum ada transportasi seperti saman sekarang ini melainkan
transportasi menggunakan kuda. Hal ini merupakan gambaran sejarah dulu kala
jaman Walisongo.
"Jadi hingga saat ini peninggalan
Walisongo masih ada, diantaranya masjid Demak Bintoro, termasuk gemelan
Sikaten. Jadi kesenian yang masuk di pulau Jawa merupakan ciptaan Wali Songo.
Jadi, ada yang beranggapan seni kuda lumping ini bertentangan dengan agama
Islam, karena mereka tidak mengerti dan belum faham. Seni kuda lumping ini
tidak ada bertentangan dengan agama Islam. Malainkan waktu tanyang pertunjukan
kuda lumpin sebetulnya yang menjadi persoalan. Jika masuk waktu sholat, harus
shalat dulu dan jangan molor pertunjukannya," jelasnya.
Ia menyebutkan bahwa kalau
pemainnya kuda lumping yang kesurupan tersebut seperti orang mabuk adalah
benar. Hal ini diasumsikan sebagai gambaran bahwa di jaman sebelum Islam masuk
ke Indonesia khususnya pulau Jawa, kehidupan dimasa itu antara adik dan kakak
saling membunuh. Maka, perbuatan membunuh saudara kandung sendiri berarti
mereka tidak sadar atau mabuk. Karena perlakuan membunuh saudara sendiri diluar
nalar dan mabuk. Sebab, hati dan fikirannya tidak lagi berfungsi secara baik
dan mati. Kalau tidak mabuk maka tidak akan saling membunuh.
"Kuda lumping ini merupakan
gambaran jaman dulu kala saling membunuh satu sama lain, yang tertuang dalam
seni kuda lumping. Maka, kuda lumping ini sendiri boleh dimainkan dan boleh
pula tidak dimainkan. Karena, kuda lumping ini merupakan gambaran di jaman
walisongo semasa penyebaran agama Islam melalui seni," paparnya.
Ia mengaku perkembangan seni
tradisonal Kuda lumping di sawahlunto dimulai sejak masyarakat Jawa merantau di
Kota Sawahlunto dan merupakan gabungan dari seni etnis Jawa seperti Wayang.
"Karena dulunya kota ini sepi maka kesenian kuda lumping itu dihidupkan
dan menggambarkan jaman dulu sebelum Islam masuk. Seni tradisi etnis Jawa
seperti Kuda Lumping dan Wayang tersebut dihidupakan bertujuan agar masyarakat
Jawa tidak pulang kekampung meninggalkan kota Sawahlunto," katanya.
Gunawan Wibisono, 41, penasehat
spritual Kuda Kepang Harapan Jaya mengatakan bahwa Syarat dan ritual tertentu
dalam bermain kuda lumping yang harus dimiliki oleh anggota adalah mimiliki
jiwa bersih dan seni yang tinggi. Kemudian kecintaan seseorang terhadap seni,
sebab jika dilihat pertunjukan seni kuda lumping tersebut tampak urak-urakan.
Hal ini merupakan sebuah persilatan, namun dialih fungsikan dan seni kuda
lumping ini termasuk seni langka keberadaannya.
Namun, yang tertinggal saat ini
seni kuda lumping yang ada dan berkembang saat ini hanya bunganya saja. Seni
kuda lumping ini jika dilakukan oleh orang biasa tanpa ada ke ahlian khusus
tidak boleh dilakukan. Karena bermain kuda lumping tetap ada pengawasan yang
dilakukan dan harus mengenal porsi tubuh dari A sampi Z.
"Atraksi-atraksi yang
dilakukan pemain kuda lumping seperti memakan kaca, memakan api dan dicambuk
tidak bisa dilakukan masyarakat biasa. Hal ini merupakan sebuah permainan,
karena tidak logis kalau memakan cata tanpa ada keraguan dan cetdra sedikit
pun. Hal ini merupakan permainan dan janga ditiru karena tidak bisa dilakukan
sendiri tanpa ada pengawasan dan keahlian tersendiri. Maka dari itu cintailah
seni, maka kita akan mengetahui 'ujungnya'" katanya saat ditemui usai
pertunjukan berlangsung.
Beni Irawan, 33, Ketua Kuda
Kepang Harapan Jaya (HJ) Tansi Baru, Kecamatan Lembah Segar mengatakan Kuda
lumping Harapan Jaya merupakan kuda lumping pertama yang ada dikota Sawahlunto
berdiri sejak tahun 1989. Kemudian kuda kepang sungai duren, kuda kepang
sikalang.
"Pertunjukan kuda lumping
tersebut tidak harus pada ivent tertentu, namum pada prisipnya jika ada anggota
yang berkumpul dan ingin main kuda lumping langsung dipertunjukan. Minimal
pentas kuda lumping ini sebulan sekali. Kalau latihan rutin dilakukan sekali
dalam sebulan dengan latihan menari. Kuda Lumping Harapan Jaya memiliki anggota
kurang lebih 25 orang," katanya.
No comments:
Post a Comment