Trigunara, 42, warga Tansi Baru,
jalan Lubang Mbah Soero, Kelurahan Tanah Lapang, Kecamatan Lembah Segar, KotaSawahlunto, Pengrajin Souvenir dan Patung Batubara, belajar otodidak. Namun
hasil karyanya tembus pasar luar negeri. Seperti apa kisahnya?
Laporan : Julnadi Inderapura
Trigunara Sedang Membuat Patung Naga |
Rabu, 19 Oktober 2016 siang
langit Kota Sawahlunto tampak cerah. Sementara lalu lalang kendaraan dijalan
raya kota masih seperti biasa. Siang itu, Penulis berkunjung ke Nadira Souvenir
Shop. Sesampai ke tempat tujuan, terlihat berbagai jenis ukuran dan bentuk
patung olahan batu bara terpajang di etalase.
Trigunara, 42, pengrajin seni
patung dan souvenir batu bara, tampak sibuk mengukir membuat patung dari bahan
baku Batu bara dari balik etalase. Patung separuh jadi, bermotif naga yang
dibuat tersebut adalah pesanan dari PT Tambang batu bara. Hal itu ditetahui
setelah bercerita panjang lebar sembari melihat tukik-menukit mata pahat serta
bunyi gerusan mata pahat memakan batu bara.
Dibalik meja ukuran 40 cm x 40 cm
itu sebagai tempat kedudukan batubara untuk diukir menjadi patung. Tangan
lelaki itu terlihat sigap mengikis batu bara untuk dijadikan berbagai jenis
patung menggunakan pahat buatannya sendiri. Diruangan 3 m x 4 m berdindingkan
kayu dan triplek itulah ia bekerja membuat berbagai jenis motif dan seni patung
lahir dari tangannya, meskipun belajar otodidak. Ayah dua orang anak ini
mempunyai bakat seni yang tinggi bawaan sejak lahir.
"Tidak ada peralatan khusus
untuk membuat patung dan masih dikerjakan manual. Saya hanya menggunakan barang
bekas, seperti kikir besi yang dijadikan pahat untuk mengukir batu bara sesuai
dengan bentuk yang diinginkan," aku pria yang memakai baju kaos oblong
ini.
Ia mengaku pembuatan patung dan
souvenir dari bahan baku batu bara telah di mulai sejak tahun 1990-an.
Namun
pembuatan belum serius, karena masih join dengan orang lain. Artinya membantu
teman jika ada permintaan atau pesanan.
Kemudian pada tahun 2000 telah
mulai serius dan fokus membuat berbagai ukiran bahan baku batu bara. Seperti
mainan kunci, asbak rokok, tempat meletakan pena untuk perkantoran, patung dari
bahan baku batu bara.
Kesulitan dalam pembuatan souvenir
dan patung tersebut dari bahan baku. Karena tidak semua batu bara yang bisa
dijadikan bahan baku souvenir. Batu bara itu ada yang lunak dan ada pula yang
keras tergantung jenis kalori batu bara tersebut.
Makanya, untuk pesanan batu bara
tersebut harus ada orang khusus untuk bisa mendapatkan jenis batu bara yang
diinginkan. Jadi, harus orang yang mengerti batu bara mencari batu bara.
"Saya membeli batu bara tersebut Rp125 ribu perkarung dengan berat kurang
lebih 70 kg. Kalau untuk mengambil banyak batu bara tersebut tidak
diperbolehkan dan bisa berurusan dengan hukum," akunya.
Selanjutnya, ungkap dia, untuk
membuat souvenir sehari bisa siap 50 buah seperti gantungan kunci. Kalau
pembuatannya, harus bergantung pada tingkat kesulitan seperti bentuk, ukuran
patung yang dibuat. Jadi, pembuatannya tidak bisa dipastikan lama waktu yang
dihabiskan untuk membuat. Terkadang untuk membuat sebuah patung bisa memakan
waktu selama lima hari dan bahkan seminggu. Sebab, untuk pembuatan patung tidak
bisa terburu-buru dan harus 'batanang' (teliti) karena membuatnya dengan tangan
sediri. Kemudian, peralatan yang digunakan pun masih manual sehingga bergantung
kepada kemampuan seberapa cepat untuk menyelasikan patung tersebut.
"Untuk pembuatannya patung
tekadang bahan bakunya pecah saat pengerjaan separoh jalan. Sehingga dibutuhkan
bahan baku baru batu bara lain untuk di sambung kembali agar menjadi utuh.
Selanjutnya, bubuk batu bara bekas ketam dan garinda, juga bisa digunakan untuk
pembuatan prem foto, asbak roko dan semacamnya, bergantung pada ide kreatif
kita," paparnya.
Ia mengaku meskipun sebelumnya
pernah ada pelatihan pembuat berbagai jenis olahan batu bara. Namun hasil dari
pelatihan tersebut, meskipun diikuti oleh banyak peserta, yang berkelanjutan
membuat pernak pernik dan souvenir serta patung, orangnya masih itu-itu saja.
"Peserta yang mengikuti tersebut hingga saat ini tidak muncul karyanya.
Karena memang untuk membulai bukuh ketekunan dan memiliki bakat. Untuk membuat
olahan dari bahan baku batu bara di kota Sawahlunto ada empat orang,"
ujarnya.
Trigunara mengatakan bahwa untuk
pesanan banyak datang dari lokal kota Sawahlunto sebagai souvenir. Seperti
orang Sawahlunto membeli barang untuk dipasarkan diluar kota Sawahlunto.
Kemudian, pengunjung datang berwisata ke Kota Sawahlunto mereka membeli batu
souvenir batu bara.
"Untuk pasar souvenir batu
bara ini sendiri sebetulnya telah jauh seperti Jepang, Taiwan, Malaysia,
Singapur, Belanda. Namun, bukan berarti orang tersebut yang membeli langsung.
Palingan bule berkunjung kemudian mampir dan membelinya. Kalau pesanan tidak
ada, namun dari perantara," katanya.
Ia melanjutkan untuk satubuah
souvenir harnganya relatif dan bergantung tingkat kesulitan. Kisaran harga
sofenir tersebut dari harga Rp15 ribu hingga Rp1,5 juta perbuah. Harga sebuah
gantungan kunci di jual Rp15 ribu, kemudian patung berdasarkan kesulitan dan
ukuran seharga Rp800 ribu.
"Kalau jual beli perhari
tidak dapat dipastikan dan bahkan selama seminggu tidak ada yang membeli.
Karena souvenir ini tidak menjadi kebutuhan harian. Namun, begitu ada ivent
atau acara di kota Sawahlunto, para pengunjung banyak yang mampir lalu membeli
hingga ratusan ribu rupiah. Jadi, sulit untuk menjalaskan berapa pendapatan
sehari, perminggu dan perbulan. Tetapi, jika pada iven tertentu bisa jual beli
Rp5 juta dalam sehari untuk dua buah patung," ungkapnya.
Selanjutnya, terang dia,
kesulitan yang dihadapi saat ini terkendala dengan bahan baku batu bara.
Sebelumnya untuk mendapatkan batu bara tersebut dari PT Bukit Asam dengan
menggunakan surat izin. Berapapun diambil untuk kebutuhan untuk mengambil tidak
membayar. Tentu dengan persyaratan seperti sutat izin dan sefti untuk mengambil
batu bara namun saat ini kantor PT BA telah pindah.
"Saat ini dari pemambang
dari pihak PT swasta untuk mendapatkan batu bara tersebut. Kemudian, kita
membeli kepada pemulung batu bara. Selanjutnya untuk mengeluarkan batu bara tersebut
dari lokasi tambang dikenakan ongkos sebasar Rp60 ribu untuk sampai sini dengan
menggunakan karung. Karena jalan tambang medannya sulit dan tanah. Apabila
hujan, bahan baku batu bara tidak bisa dikeluarkan dari lokasi tambang.
sehingga bahan baku batu bara pun sulit didapatkan," akunya.
Kemudian kesulita lain adalah
untuk pemasaran hasil produksi mau dipasarkan dimana. Kalau pemerintah hanya
memantau saja tanpa ada solusi. "Kalau memberikan bantuan, kepada
pengrajin mereka mau. Setelah memberikan bantuan tetap dipantau. Tetapi untuk
tahapan selanjutnya tidak ada seperti promosi termasuk memasarannya tidak ada
dibantu," lanjutnya.
Ia berharap pemerintah dapat
membuka ruang untuk pemasaran dan promosi bagi pengrajin patung. "Bantuan
dana yang diberikan pemerintah, dipergunakan untuk membelian bahan baku. Untuk
bentuk promosi yang diberikan pemerintah masih berupa lisan," katanya.
No comments:
Post a Comment