Tuesday, November 1, 2016

Lambang Wicaksono, Pemuda Pelopor Inovasi Teknologi Ajarkan Ibu-ibu Mengolah Limbah



Rabu, 26 Oktober 2016 siang kota Sawahlunto tampak gersang, sebab telah berbulan-bulan tidak hujan. Rerumputan sepanjang pinggiran jalan tampak mati dan mengering. Siang itu Penulis menyambangi Pemuda Pelopor pemenang kategori Inovasi Teknologi yang diselenggarakan Provinsi Sumatera Barat. Bangaimana kisahnya?

Laporan : Julnadi Inderapura

Lambang Wicaksono Ajarkan Ibu-ibu Menjahit
Lambang Wicaksono, 27, warga Asrama Ombilin W316F Desa Sikalang, Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto merupakan pemuda kreatif yang menginisiasi terbukanya lapangan pekerjaan di Desa Sikalang Bidang konfeksi Kaos. Sehingga inovasi yang dikembangkan tersebut menginspirasi kalangan muda dan masyarakat Sawahlunto.

"Sebelumnya Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga menyebutkan ada lomba pemuda pelopor. Namun diskusi awalnya kaitannya dengan Dinas Pariwisata. Karena kita membuat kaos untuk masuk sentra wisata di Sawahlunto. Tetapi setelah Tim Juri datang mencari fakta di lapangan ternyata lebih pasnya bidang inovasi dan teknologi. Karena yang dibuat bukan kaos saja tetapi membuat desainnya Sawahlunto, pengolahan limbah, mengajarkan pada masyarakat sekitar mengolah limbah. Kemudian aplikasi Songket di pakai ke Kaos. Maka juri bilang pasnya adalah dalam bidang Inovasi dan Teknologi," ungkap lelaki lulusan progam studi Elektronika Instrumen Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Ia mengaku setelah mendapat saran tersebut maka diusahakan mengikuti cabang tersebut, sehingga tanpa di duga mendapat juara. Ide awal untuk membuka industri kreatif rumah tangga konveksi ini semula belajar di Jogja semasa kuliah. Karena di Jogja banyak terdapat berbagai jenis industri rumah.

"Ternyata bisa dikembangkan dengan belajar dengan mengacu pada dua hal, pada karya garmen dan pendidikan. Kemudian masyarakat disitu punya home industri kaos dan sejenisnya. Maka, mulailah belajar memuat syal untuk dijual untuk pendaki gunung. Meskipun dengan masih mengandalkan orang lain untuk menjahit dan sablon," akunya.

Ia melanjutnya, banyak orderan yang didapatkan, namun pengusaha tempat biasa menyuplay barang bangkrut. Tetapi orderannya tetap jalan, maka dimulaikan berusah untuk menyablon sendiri dan belajar sendiri secara otodidak untuk memenuhi permintaan.

"Kemudian, permintaan terus berkembang sehingga tidak mampu bekerja sendiri. Maka, kita mempekerjakan enam orang karyawan untuk menjahit. Mulai dari menggunting dan menjahit baju sampai sablon dilakukan disini," ungkapnya.

Selain itu, ia juga memberikan pelatihan difasilitasi pemerintah kota untuk melakukan pelatihan menjahit Kaos untuk ibu-ibu dan remaja sebanyak sepuluh orang. Selanjutnya, pelatihan menjahit Tas dan gantungan Kunci, serta mendatangkan ibu-ibu untuk workshop untuk belajar mengolah limbah.

"Kita juga memberikan pelatihan untuk remaja Desa Sikalang membuat bingkai photo dari limbah dengan memanfaatkan kain perca. Semua yang dilakukan tersebut niatnya untuk membantu masyarakat. Sebab, kita tida mengetahui, mungkin 10 tahun lagi batu bara di kota Sawahlunto akan habis. Maka, apa lagi penambah pendapatan ekonomi masyarakat. Maka perlu disiapkan keterampilan dengan memberikan pelatihan tersebut," akunya.

Selain itu, kata berbagai produk limbah kaos yang dibuat merupakan turunan dari prodak kaos. Limbah atau perka kaos dimanfaatkan untuk menjadi perbagai produk, seperti masker, kalung, hiasan pensil, sajadah anak, boneka, bantal dan lain sebagainya.

"Langkah ini diambil guna memanfaatkan limbah sehingga limbah kaos yang ada tidak mencemarkan lingkungan. Sekaligus mengajak ibu-ibu dan remaja agar mau berkreasi, karena prodak dibuat bisa di jual dan menjadi sumber pendapatan untuk membantu perekonomian keluarga," sebutnya.

Lambang menyebutkan bahwa semua produk limbah kaos yang dibuat atau sudah jadi oleh masyarakat dirinya siap menerima untuk dipasarkan ke toko-toko souvenir di Kota Sawahlunto. "Untuk satu helai kaos di jual Rp 20 ribu ukuran anak-anak hingga Rp70 ribu ukuran orang dewasa. Omset yang didapatkan setiap bulannya sekitar Rp25 juta hingga Rp30 juta rata-rata tiap bulan. Karena pesanan kaos lebih banyak datang dari luar Sawahlunto, melalui Media Sosial (medsos)," Akunya.

No comments:

Post a Comment