Sunday, July 23, 2017

Group Randai Binuang Sati Latihan Tampa Lampu Penerang


Untuk mempertahankan seni tradisi pertunjukan randai, Group Randai Binuang Sati latihan tanpa lampu penerang. Sebab belum ada listrik dan tidak tersedianya ganset saat latihan. 


Para penonton telah memadati galanggang seni pertunjukan randai pada Jumat, 21 Juli 2017 malam di terminal Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat. Seperti biasa penonton berdesakan berdiri menyaksikan pertunjukan randai sedang berlangsung. Pertunjukan berdurasi selama 60 menit itu memikat penonton untuk berdiam diri berdiri berdesakan. Ribuan penonton pun rela berdesakan antara ibu ibu, anak anak dan bapak bapak dengan kepulan asap rokok yang membumbung kelangit. 

Suara dendang diiringi saluang yang mendayu mengiringi gerak langkah anak randai. Tapuak galembong dan silek serta sambah manyambah yang tidak terlupakan menyapa hadirin yang hadir menonton pertunjukan randai. Pertunjukan seni tradisi randai baru saja berlangsung dengan carano yang dilewakan kepada salah seorang juri. Sambah manyambah dengan pidato adat pun berlangsung digalanggang.

Group Randai Binuang Sati, Desa Lumindai Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto berdiri sejak lima bulan belakangan membawa 'Kaba' (cerita) berjudul "Umbuik Bungo". Diusia yang masih muda group tersebut mampu mementaskan kesenian tradisi randai pada ivent Sawahlunto Randai Festival 2017. 

"Group Randai Binuang Sati di Ketuai Ikhsan, dengan anggota berjumlah 30 orang terdiri dari orang dewasa dan anak sekolah. Sementara Guru Tuo Silek bernama Sietek Lembang, dengan gerakan dasar randai diambil dari gerakan silek tradisi bernama "Silek Langkah Ampek". Silek tersebut asli milik orang Lumindai oleh Suku Piliang dan telah diwariskan ke generasi ke delapan," ujar Asman Bagala Sutan Bandaro, 38, pelatih Randai Binuang Sati, Desa Lumindai Kecamatan Barangin, Sawahlunto, kepada Padang Ekspres, saat ditemui usai pertunjukan berlangsung. 

Ia mengaku Group tersebut melakukan persiapan selama lima bulan belakangan dengan jadwa latihan rutin sekali dalam seminggu yakni pada malam Minggu. Sebab, malam Minggu adalah waktu yang pas bagi anak untuk latihan, karena tidak mengganggu aktivitas belajar. Karena meskipun begadang pada malam hari tidak masalah sebab dalam suasana libur di hari Minggu. Lagian pula anak randai kebanyakan masih duduk dibangku sekolah sehingga tidak mengganggu aktivitas yang lain. 

Ia menyebutkan bahwa kendala yang dihadapi saat latihan tidak memiliki lampu penarangan. Latihan hanya mengandalkan cahaya apa adanya mengandalkan biasa cahaya lampu rumah masyarakat. Namun, lebih sering latihan dalam konsi gelap tanpa cahaya lampu karena belum masuk listrik. 

"Syukur kalau cuaca cerah dan terang bulan bisa latihan dengan baik. Sehingga dengan kondisi tersebut diharapkan ada kepedulian pemerintah untuk membatu membelikan ginset. Agar anak randai latihan ada penerangan yang memadai untuk berlatih randai mempertahankan tradisi," katanya. 

Meskipun saat latihan seni tradisi randai tidak ada lampu penerang karena belum ada listrik namun anak tetap semangat untuk latihan. Sebab, anak randai yang mengikuti kegiatan tersebut terdiri dari anak remaja yang masih usia sekolah sehingga mudah menangkap apa yang diajarkan guru dan pelatih. Maka anak tersebut berani tampil di gelanggang dan disaksikan oleh orang banyak. 

"Selain lampu penerangan untuk latihan kita juga belum memiliki tempat sarana latihan yang permanen. Sebab, gelanggang latihan atau sasaran latihan silek dan randai masih menompang di tanah warga. Pemilik tanah bersedia meminjam pakai tanah tersebut untuk latihan randai, namun harus menjaga kebersihan lingkungannya," paparnya. 

Ia mengungkapkan bahwa Group Randai Binuang Sati membawakan kaba "Umbuik Mudo" cerita dari Tanah Datar. Kemudian berkat dukungan dan sokongan pemerintah terutama pemerintah desa memberikan bantuan Rp15 juta kepada group. Bantuan tersebut dipergunakan untuk perlengkapan seperti pakaian, galembong, mikrofon sehingga group bisa tampil pada Sawahlunto Randai Festival 2017.  

"Group Randai Binuang Sati, membawakan cerita Umbuik Mudo yang dipentaskan dengan mendedangkan lagu sebanyak enam lagu yakni, Dendang Dayang Daeni, Dendang Simarantang Randah, Ratok Pariaman, Banda Sapuluah, Indang Payakumbuh, dan Simarantang Tinggi yang merupakan dendang wajib dalam pertunjukan seni tradisi randai," tuturnya. 

Kaba Umbuik Mudo, merupakan hubungan percintaan seorang anak muda mudi akibat dihina. Suatu ketika si Umbuik Mudo sedang berlajar Silek di gelanggang, namun si Umbuik Mudo mendapat cacian, makian dan hinaan dari perempuan bernama si Galang Banyak. Maka, si Umbuik Mudo meminta dicarikan bansi pitunang untuk menerjai (mengguna-gunai) si Galang Banyak. 

Singkat cerita Galang Banyak jatuh sakit. Sakit yang tidak dapat di cegah karena tidak ada obat. Sebab, obat 'pitunang' (guna-guna) yang diminta adalah Umbuik (umbut) sama tinggi dengan Galang Banyak. Hanya dengan umbut setingga Galang Banyak lah yang dapat menyembuhkan penyakit akibat pitunang tersebut. 

"Kaba ini banyak mengandung pesan moral,  sosial dalam kehidupan sehari-hari. Jangan menganggap remeh sesorang dan jangan merendahkan orang lain dengan cara menghina dan mencaci maki. Sebab, boleh jadi orang tersebut lebih baik dibandingkan kita. Agama kita juga melarang hal yang demikian," sambungnya.*

No comments:

Post a Comment