Thursday, March 16, 2017

Butuh Lahan Pertanian Baru, Kerupuk Ubi Produksi Rumah Tangga Agrobisnis

Kelurahan Saringan Kecamatan Barangin Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, merupakan masyarakat berpenghasilan rendah. Hal itu disebabkan sebagian masyarakat bekerja sebagai buruh dan ojek. Selain itu, masyarakat Kelurahan Saringan juga sebagai pedagang kakilima yang menjual minuman, seperti jus, minuman saset dingin dan kedai kelontong.

"Mata mencarian dan sumber pendapatan masyarakat Kelurahan Saringan kebanyakan buruh bangunan. Kemudian sebagian masyarakat ada yang mengojek dan pedagang penjual munuman saset seperti jus. Ada sebanyak 15 kepala keluarga yang berjualan di Lapangan Segitiga dan kedai kelontong di rumah. Ada pula yang berladang tanaman tuan, seperti kelapa dan pohon karet," ujar Zulkifli, Lurah Saringan, Kecamatan Barangin Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, kepada Penulis Selasa, 14 Maret 2017.

Ia mengatakan bahwa untuk menambah pendapatan keluarga, ada sebagian masyarakat yang membuat kerupuk ubi menjadi olahan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Kerupuk ubi tersebut diolah di rumah sebagai home industri untuk menambah pendapatan keluarga.

"Ada empat kepala keluarga yang memproduksi kerupuk ubi dusun Gunuang Timbago. Produksi kerupuk ubi tersebut saat menjadi terganggu karena sulitnya mendapatkan ubi kayu tersebut. Kelangkaan ubi kayu tersebut menyebabkan harga ubi kayu menjadi lebih mahal dibandingkan dengan sebelumnya," katanya.

Ia menyebutkan bahwa home industri tersebut masih diolah masyarakat secara manual. Kerupuk tersebut di jual oleh masyarakat kepasa Sawahlunto. Kemudian, ada pula menjual kepada langganan dan pesanan yang membeli kerupuk ubi tersebut. Ada juga pembeli yang datang kerumah untuk membeli kerupuk.

"Untuk memproduksi kerupuk ubi harus membeli ubi dipasar karena warga tidak memiliki lahan untuk berkebun. Karena banyak masyarakat kelurahan Saringan tidak memiliki lahan perkebunan. Lahan di kelurahan ini sangat sempit sehingga tidak bisa berkebun untuk menanam ubi kayu," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa Kelurahan Saringan memiliki sebanyak 461 kepala keluarga dengan penduduk sebanyak 1965 jiwa sebagai masyarakat berpenghasilan rendah. Maka, untuk menambah pendapatan keluarga banyak yang berdagang dan pelaku industri seperti usaha kerupuk ubi. Karena kebanyak masyarakat Saringan tidak memiliki banyak lahan untuk bekebun. "Masyarakat kita ada yang berkebun, namun tanaman tua, seperti pohon kelapa dan karet. Kemudian, sebagiannya lagi burun bangunan dan tukang ojek," ujarnya.

Semetara itu, Zainul Anwar, Camat Barangin menyebutkan bahwa masyarakat sejatinya lebih kreatif dan inovatif. Maka, setiap ada kegiatan atau iven kota, masyarakat dapat berperan dalam kegiatan tersebut untuk berdagang. Tidak tertutup kemungkinan pelaku home industri pun dapat berpartisipasi untuk mengais rezki untuk menjual produk olahannya.

"Kita akan sokong pelaku home industri untuk melihat petensi kerupuk ubi tersebut. Kita akan lalukan upaya percepatan untuk mengangkat ekonomi kerakyatan. Maka, pelaku home industri akan diberikan pembinaan. Kita akan lakukan pemantauan terhadap masyarakat berdasarkan keinginan dari masyarat itu sendiri untuk mengembangkan usahanya menambah pendapatan keluarga," ujarnya.

Ia mengatakan, bahwa peluang usaha ini akan diciptakan sesuai dengan keinginan dan sumber daya alam masyarakat. Maka, untuk kebutuhan tanaman ubi akan dibina lansung oleh Penyuluh Pertanial Lapangan (PPL) kecamatan yang akan koordinasi dengan Dinas Pertanian menanan dengan demplot komuditi.

"Karena Kecamatan Barangin merupakan kawasan lahan pertanian tadah hujan. Maka pembinaan dilakukan tiap desa dan kelurahan untuk menam taman komuditi seperti ubi kayu. Sehingga diharapkan nantinya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di desa dikelurahan lain yang membutuhkan ubi kayu. Hal ini tidak hanya berlaku untuk ubi kayu saja tetapi juga berlaku untuk komuditi lain. Maka, perlu menginfentalisir lahan kosong untuk di garap dan tidak menganggur," tambahnya.

Ia melanjutkan bahwa selama ini yang terjadi adalah masyarakat hanya menunggu, sehingga jika musim kemarau banyak lahan yang menganggur. Akibatnya, tidak pernah terpantau keinginan masyarakat tersebut seperti apa. Kalau masyarakat menginginkan untuk membuat kerupuk sebagai home industri maka upaya yang dilakukan adalah pembinaan, kemudian baru diberikan modal sesuai dengan keinginan masyarakat itu sendiri sesuai dengan keinginannya.

"Kita akan berikan pelatihan bagaimana mengolah ubi kayu untuk dijadikan kerupuk termasuk manajeman pasarnya. Namun hal ini akan terus dalam pantauan kita dan akan diberikan bantuan melalui BazNas. Karena jika mengacu kapada hasnaf delapan maka, masyarakat atau pelaku UMKM yang berekonomi rendah ini dapat diberbantukan," katanya.

Ia menambahkan bahwa selain itu, untuk mendapatkan bahan baku ubi kayu tersebut biasanya didatangkan dari luar kota Sawahlunto. Karena mengikapi keluhan pelaku usaha yang kesulitan bahan baku ubi kayu tersebut pemerintah telah melakukan koordinasi dengan pemasok ubi kayu dari luar kota Sawahlunto.

"Langkah ini diambil mengingat tingginya kebutuhan ubi kayu oleh pelaku UMKM. Kita akan lakukan peninjauan sebelumnya ke palaku usaha kerupuk berapa kebutuhan ubi kayu perharinya. Kemudian, pedagang ubi kayu diluar kota Sawahlunto seperti Batu Sanka bisa menutupi kebutuhan ubi kayu bagi pelaku industri dengan harga yang terjangkau," ungkapnya.

Selanjutnya, terang dia, dalam peningkatan ekonomi kemasyarakatan UMKM merupakan langkah dalam mengurangi angka kemiskinan. Maka, dasa dan kelurahan harus mendengarkan inspirasi masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan inginan masyarakat untuk berwirausaha. 

"Setelah kita mengetahui apa keinginan masyarakat barulah kita mencarikan solusi apa yang pas dan cocok sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Terutama kita akan lakukan pembinaan dan bantuan modal bisa saja dari CSR bank, perusahaan dan Baznas," paparnya.

Deswanda, Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kota Sawahlunto mengatakan bahwa saat ini pelaku usaha kerupuk ubi kesulitan mendapatkan bahan baku ubi. Hal itu disebabkan karena berkurangnya lahan untuk berkebun menam ubi.

"Kususnya di Kota Lama Talago Gunuang, memang kesulitan mendapatkan bahwa baku ubi. Kerupuk ubi merupakan agro industri, mengolah hasil pertanian. Maka, pembinaan kelompok pertanian agar tersedianya bahan baku lokal. Maka secara keseluruhan pelaku usaha kerupuk ubi kota Sawahlunto ada sebanyak 150 kepala keluarga," katanya.

Afdal, Anggota Komisi II DPRD Kota Sawahlunto, menyebutkan bahwa untuk produksi UMKM kerupuk yang dihadapi oleh pelaku usaha adalah sulitnya mendapatkan bahan baku ubi kayu. Maka perlu adanya penambahan lahan baru dan itensifikasi dan esistensi lahan berbatasan dengan hutan lindung. "Kerupuk ubi merupakan produksi rumah tangga yang bersifat agrobisnis. Maka, untuk menyuplay bahan baku perlu meningkatkan itensitas petani. Tentunya, dengan penambahan lahan baru untuk dijadikan areal kebun bagi petani," katanya

No comments:

Post a Comment