Desa Lunto Timur, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, memiliki potensi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan produksi Songket. Ada sebanyak 170 kepala keluarga Desa Lunto Timur memproduksi songket home industri. Pengrajin songket terus bertambah, namun terkendala dengan Modal. Maka pemerintah desa telah menganggarkan untuk pembinaan dengan APBDes.
"Tahun sebelumnya kita telah melakukan pembinaan terhadap generasi muda yang putus sekolah untuk dilatih medaur ulang limbah songket menjadi souvenir. Agar limbah songket dapat termanfaatkan secara baik dan mempunyai daya jual," ujar Adepron, Kepala Desa Lunto Timur, Kecamatan Lembah Segar Kepada Penulis, Rabu, 8 Maret 2017.
Ia menyebutkan bahwa hampir 80 persen masyarakat Desa Lunto Timur pada masing-masing rumah memproduksi songket. Maka, tahun ini akan anggarkan dengan APBDes untuk pembinaan. Maka, untuk menyiapkan lapangan pekerjaan bagi generasi muda yang putus sekolah, maka dilakukan pelatihan dan pembinaan dengan dana desa.
"Kita menganggarkan sebesar Rp30 juta untuk mengadaan bahan baku dan peralatan songket untuk pelatihan. Pelatihan akan dilakukan untuk mengadaan benang lantai pembuatan songket," katanya.
Ia menjelaskan bahwa produksi songket masyarakat langsung dijual ke pengumpul atau pengusaha. Pengumpul dan pengusaha mengambil songket anak tenun untuk dijual kembali di pasaran. Maka, songket ternya mampu menambah penghasilan bagi masyarakat.
"Potensi songket ini adalah sebagai bentuk penghasilan tambahan bagi masyarakat. Karena songket telah banyak di pakai oleh masyarakat termasuk instansi pemerintah. Jadi, produk songket masyarakat untuk pasar telah dimulai dari pemerintahan," ujarnya.
Ia melanjutkan bahwa songket akan menjadi akan menjadi wadah bagi masyarakat sebagai sumber pendapatan tambahan. Maka 170 kepala keluarga yang menjadi penranjin songket dan memproduksi sendiri.
"Kalau selama dua hari pengrajin bisa menghasilkan produksi songket maka, selama seminggu bisa menghasilkan tiga atau empat lembar songket selama seminggu. Artinya, selembar di jual ke pengumpul standar harga Rp250 ribu perlembar, maka pendapatan masyarak maka pendapatan masyarakat bertambah," paparnya.
Deswanda, Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kota Sawahlunto menyebutkan bahwa pelaku home industri songket Kota Sawahlunto ada sebanyak 796 pengrajin. Sebanyak 70.224 lembar produksi Songket pertahun dengan daya jual sebesar Rp19,9 miliar selama 2016. Sementara biaya produksi yang dikeluarkan menenun songket sebesar Rp8,9 miliar dengan upah atau laba sebesar Rp11 miliar.
"Ada sebanyak 23 pengumpul dan Pengusaha songket di kota Sawahlunto dan akan menempati Pasar Songket Silungkang yang ada di Muara Kalaban. Pengumpul ini membeli semua songket yang diproduksi oleh anak songket sebagai tempat penampungan songket," Ujar.
Ia mengatakan bahwa dengan adanya pengumpul dan pengusaha yang akan membeli produk songket, masyarakat akan lebih terbantu. Maka dengan adanya home industri songket maka pendapatan masyarakat bertambah dan pertumbuhan ekonomi pun meningkat sehingga kesejahteraan masyarakat mengalami peningkatan.
"Maka, songket ini akan terus dilakupan pengembangan dan meningkatkan pertumbuhan pengrajin songket dengan melakukan pembinaan kepada masysrakat. Bentuk pembinaan yang diberikan adalah berupa pelatihan untuk menambah generasi penerus dan pengrajin songket dengan mengumpulkan generasi muda yang memiliki kemauan dan bakat untuk menenun," katanya.
Ia menjelaskan bahwa pembinaan yang dikakukan ada sebanyak 50 orang pengrajin songket baru setiap tahun. Pembinaan yang diberikan dengan anggaran APBD, maka setelah pelatihan diberikan pelantai songket. Karena bantuan yang diberikan tidak berupa dana segar melainkan dengan memberikan peralatan songket.
"Pelatihan ini diharapkan akan terus ada sehingga regenerasi penenun songket terus ada. Maka, dengan adanya pembinaan yang dilakukan oleh Penyuluh Industri bertujuan untuk melatih generasi baru dan home industri baru terus bermunculan," paparnya.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah dalam hal ini sangat mensupor untuk dapat memberikan pelatihan dan pembinaan home industri dan pemula. Maka, untuk pembinaan dan pelatihan tersebut tidak hanya mengandalkan APBD saja, melainkan pembinaan dapat dilakukan ditingkat Desa.
"Dana Desa diharapkan bisa membantu biaya pelatihan songket kepada masyarakat. Sehingga Dana Desa tersebut peruntukannya tidak hanya berupa bentuk bangunan fisik saja, tetapi juga membantu meningkatan ekonomi kerakyatan seperti pembinaan songket yang dianggarkan melalui APBDes. Hal ini telah disampaikan pada Musrembang Desa dan walikota mendukung upaya peningkatan ekonomi kerakyatan tersebut menggunakan APBDes," Jelasnya.
Ia mengungkapkan bahwa pembinaan dilakukan diharapkan akan dimanfaatkan BumDes dalam hal pengelolaan pelatihan. Sehingga, pembinaan yang diberikan perolah dibiayai Rp5 juta perorang dalam bentuk pelatan songket. "Setahun Desa dapat memberikan 10 orang pembinaan, akan menghabiskan biaya Rp50 juta pertahun. Maka, dalam hal ini walikota menyarankan Desa dapat memberikan pelatihan dengan pembinaan untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan," jelasnya.
Kemudian, lanjut dia, untuk pemasaran songket tersebut pemerintah kota terus melakukan promosi melalui Koperasi Industri Kerajinan Rakyat (Kopinkra). Selain promosi, kopinkra juga menyediakan penjualan peralatan songket. Promosi dilakukan ditingkat Kota dan Nasional melalui pameran-pameran. Kemudia, promosi juga dilakukan melalui ivent kota, seperti Sawahlunto Internasional Songket Carnaval (Sisca) dan Hari Jadi Kota Sawahlunto.
"Maka, untuk meningkatkan daya jual songket masyarakat, maka pemerintah kota menjual ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk memakai songket dalam kedinasan. Maka, langkah ini diharapkan akan membatu bagi masyarakat menambah pendapatan mereka. Kemudian, pengusaha dan pengumpul juga ikut serta mempromosikan kongket Silungkang melalui relasi dan perantau yang tersebar di seluruh Indonesia," katanya.
No comments:
Post a Comment